Cirebon - Musyawarah Nasional Alim Ulama Nahdlatul Ulama merekomendasikan pemilihan kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota, dilaksanakan secara tidak langsung atau melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Rekomendasi tersebut merupakan hasil pembahasan komisi maudluiyah yang dipimpin oleh KH Hartami Hasni di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, Minggu.
"NU berpendapat pilkada langsung harus ditinjau ulang, kembali ke pilkada tidak langsung oleh DPRD," kata Katib Aam PBNU KH Malik Madaniy saat menjelaskan hasil rapat komisi kepada wartawan.
Alasannya, selain pilkada langsung tidak sesuai dengan Pancasila, kerugian yang ditimbulkan jauh lebih besar dibandingkan kemaslahatan yang diperoleh.
Pilkada langsung, kata Malik, merupakan amanah reformasi yang kemudian dikukuhkan dalam undang-undang. Melalui pilkada langsung diharapkan terpilih pemimpin yang aspiratif dan lebih bisa menyejahterakan rakyat.
Namun, lanjut Malik, fakta di lapangan menunjukkan pilkada langsung justru menimbulkan banyak kerugian, seperti maraknya politik uang yang merusak moral, menyedot biaya besar, dan menimbulkan konflik horizontal.
"Jadi kemaslahatan yang diharapkan dari pilkada langsung masih dalam angan-angan, sementara kerugian yang ditimbulkan sudah terbukti," kata dosen IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu.
Menurutnya, usul Kementerian Dalam Negeri agar pemilihan gubernur secara langsung dihapuskan, merupakan pengakuan dari pemerintah bahwa pilkada langsung lebih banyak menimbulkan kerugian.
"Kami tak setuju kalau hanya untuk gubernur. Ini koreksi setengah hati namanya. Pilkada langsung bupati dan walikota juga harus ditinjau ulang," katanya.
Dikatakannya, memang pilkada tidak langsung tidak menjamin akan menghasilkan pemimpin yang lebih baik, tidak menjamin tidak ada politik uang. Paling tidak, lanjutnya, kerugian yang ditimbulkan tidak sebesar pilkada langsung.
"Politik uang dalam pilkada langsung merusak moralitas jutaan rakyat, tapi kalau pilkada tidak langsung yang rusak hanya 50 orang anggota DPRD kabupaten/kota atau 100 orang anggota DPRD provinsi. Itupun bisa dicegah kalau ada political will," katanya.
NU, kata Malik, sangat menyadari jika rekomendasi pilkada tidak langsung itu akan dianggap sebagai langkah mundur dari reformasi, bahkan dalam demokrasi. Namun, menurutnya, itu bukan hal yang substansial.
"Kita memang senang dengan pujian Barat yang menempatkan Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga setelah AS dan India. Tapi mari kita bertanya apa manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat?" katanya.(S024)
Munas NU Rekomendasikan Pilkada Tidak Langsung
"NU berpendapat pilkada langsung harus ditinjau ulang, kembali ke pilkada tidak langsung oleh DPRD," kata Katib Aam PBNU KH Malik Madaniy.