Palu (ANTARA) -
Relawan Banuata pendukung Ahmad Ali meminta pihak kepolisian, untuk tidak lagi bertindak represif dengan mahasiswa.
"Aksi mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada, merupakan kecintaan mereka terhadap Indonesia," kata Presidium Banuata Jasrin Talib di Palu, Minggu.
Penegasan itu disampaikan Jasrin, terkait aksi berbagai elemen mahasiswa di Indonesia, termasuk di Kota Palu, Sulawesi Tengah. Seribuan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa se-Kota Palu, menggelar aksi di depan Gedung DPRD Sulteng, Jumat (23/8).
Aksi itu berakhir ricuh, dimana pihak kepolisian membubarkan masa aksi dengan menembakkan water cannon, gas air mata dan mengeluarkan beberapa kali tembakan peringatan. Akibatnya, beberapa mahasiswa terluka dan dirawat di rumah sakit setempat.
"Aksi yang dilakukan para demonstran sebagai ekspresi kecintaan terhadap Indonesia. Upaya menjaga Pancasila dan demokrasi. Seharusnya tidak direspon dengan tindakan represif," kata mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian Universitas Tadulako itu.
Dia mengingatkan institusi kepolisian, jika mahasiswa merupakan kaum intelektual muda, yang sebaiknya diajak berdiskusi dan bertukar pikiran. Lanjut dia, tindakan kekerasan untuk membubarkan aksi, hanya memancing kemarahan untuk terjadinya aksi-aksi lanjutan.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan dua putusan, yakni Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta Pemilu 2024, dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 mempertegas syarat batas usia pencalonan kepala daerah pada saat pendaftaran.
Sebelum dikeluarkannya putusan MK Nomor 60, Pemilihan Gubernur Sulteng berpotensi diikuti dua pasang calon yakni pasangan bakal calon Ahmad Ali dan Abdul Karim Aljufri. Kemudian, pasangan Anwar Hafid dan Reny Lamajido. Namun, pascaputusan MK itu, Pilkada Sulteng berpeluang diikuti tiga pasang calon, dengan kandidat Rusdy Mastura dan Agusto Hambuako.