Parigi, Sulteng (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Parigi Moutong (Pemkab Parimo), Sulawesi Tengah (Sulteng), mengatakan perlu kolaborasi lintas sektor dalam pencegahan kekerasan perempuan dan anak di Kabupaten itu.
"Perempuan dan anak merupakan kelompok rentan yang sering menjadi korban dari tindakan kekerasan, maka perlu keterlibatan para pihak dalam memberikan perlindungan kepada mereka," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Parigi Moutong Kartikowati di Parigi, Kamis.
Pihaknya secara konsisten melakukan perlindungan perempuan dan anak, yang terbukti dengan prestasi Kabupaten Layak Anak (KLA) tingkat Nindya 2025 yang diraih Pemkab Parimo.
Menurutnya, tantangan terbesar penanganan kasus kekerasan anak dan perempuan adalah faktor geografis, karena tidak semua desa dapat terjangkau cepat, sehingga dibutuhkan peran lintas sektor dalam melakukan penanganan maupun penyuluhan sebagai bentuk pencegahan.
"Kami juga menghadapi keterbatasan rumah aman bagi korban. Tahun ini baru tersedia satu psikolog klinis, putri daerah yang baru lulus. Kehadiran psikolog klinis sangat penting, karena hanya mereka yang bisa mengeluarkan keterangan medis bagi korban stres berat akibat kekerasan,” kata Kartikowati
Menurut data DP3AP2KB, tahun 2023 jumlah kekerasan perempuan dan anak di Parimo ada 54 kasus dan tahun lalu naik menjadi 60 kasus.
"Kasus tertinggi adalah kekerasan seksual, terutama terhadap anak yang trennya meningkat setiap tahun," ujar Kartikowati.
Ia mengemukakan dari sisi pembiayaan, anggaran layanan visum dan tenaga psikolog masih terbatas. Tahun ini kuota yang tersedia hanya 50 kasus, sementara hingga Agustus 2025 sudah ada 47 kasus perempuan dan anak yang harus ditangani.
Maka upaya pencegahan harus lebih masif dilakukan, kata dia, supaya jumlah kasus dapat tertekan ke angka yang lebih rendah. Tahun 2026 Parimo mendapat Dana Alokasi Khusus (DAK) pertama kali untuk perlindungan perempuan dan anak.
Pemkab Parimo bersama Yayasan Ipas Indonesia sepakat membentuk satuan tugas (satgas) perlindungan anak. Tahap awal satgas akan dibentuk di enam desa binaan, yakni tiga di Kecamatan Ampibabo dan tiga di Kecamatan Torue.
“Masih banyak masyarakat yang belum paham Undang-Undang Perlindungan Anak. Mereka sering takut melapor, karena dianggap memalukan keluarga. Kami berharap kehadiran satgas dapat memperkuat pemahaman masyarakat dan korban tidak lagi merasa sendirian," kata dia.
