Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi menegaskan komitmennya untuk terus bersinergi dengan lembaga sosial keagamaan, akademisi, dan masyarakat sipil dalam mengarusutamakan nilai mubadalah.
"Melalui pendekatan ini, kita dapat menafsirkan ajaran agama secara lebih adil, mengikis diskriminasi, serta membuka ruang luas bagi perempuan untuk berkontribusi di berbagai sektor pembangunan," kata Menteri PPPA Arifah Fauzi dalam keterangan di Jakarta, Rabu.KemenPPPA komitmen sinergi multipihak arusutamakan nilai mubadalah
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi. ANTARA/HO-KemenPPPA
Menurutnya, konsep mubadalah menghadirkan cara pandang bahwa laki-laki dan perempuan adalah mitra setara yang saling melengkapi.
"Pendekatan ini diharapkan dapat memperkuat pemahaman keagamaan yang inklusif dan berkeadilan, sekaligus menjadi fondasi dalam membangun tatanan sosial yang lebih setara, adil, dan bermartabat bagi seluruh rakyat Indonesia," kata Arifatul Choiri Fauzi.
Sementara Ketua Yayasan Fahmina, Husein Muhammad, menyampaikan bahwa sejak didirikan pada 2000, Fahmina konsisten merespons persoalan kekerasan terhadap perempuan, marginalisasi kelompok miskin, serta diskriminasi berbasis agama melalui transformasi sosial dan budaya yang berkeadilan.
Dengan mengusung metodologi pembacaan teks keagamaan yang kontekstual dan teori mubadalah, Fahmina telah melahirkan lebih dari 500 ulama perempuan, mendirikan berbagai institusi pendidikan, serta memperoleh pengakuan internasional atas kiprah inovatifnya.
"Transformasi sosial di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tiga kekuatan besar, yakni tradisi, undang-undang negara, dan cara pandang keagamaan. Karena itu, kolaborasi lintas lembaga sosial dan keagamaan menjadi sangat penting untuk mewujudkan keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan. Harapan kami, kerja sama ini dapat terus menguat, sehingga nilai mubadalah semakin berakar dan membawa perubahan nyata bagi masyarakat," ujar Husein Muhammad.
