Palu, (antarasulteng.com) - Aparat kepolisian menduga ada oknum kepala desa di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah, yang melakukan pemerasan kepada petani kelapa sawit untuk kepentingan pribadi.
"Kita mendapat laporan itu, dan kita masih mendalaminya," kata Pejabat Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah Kompol Rostin Tumaloto di Palu, Sabtu.
Dia mengatakan, pemerasan itu terkait adanya unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan petani sawit di sekitar kantor PT Hardaya Inti Plantation (HIP) untuk menagih janji pengembalian tanah adat.
Rostin belum bisa menyebutkan nama oknum kepala desa dan asal daerahnya.
Sementara itu aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah Muhammad Nuzul mengatakan aksi kepala desa tersebut adalah berupaya mengumpulkan dana kepada petani sawit untuk mendukung perjuangan petani yang sedang menagih janji PT HIP untuk melepas lahan adat.
Perjuangan itu telah dilakukan hampir selama 13 tahun namun hingga kini belum membuahkan hasil.
"Tidak benar kepala desa itu memeras petani, dana itu digalang secara sukarela untuk perjuangan Forum Petani Buol mendapatkan tanah adat," katanya.
Forum Petani Buol selama ini sering mencari keadilan atau meminta bantuan hukum ke LBH Sulawesi Tengah yang berada di Kota Palu, Komnas HAM di Jakarta, hingga ke induk PT HIP di Jakarta.
"Dana dari mana untuk melakukan kegiatan itu, jika petani tidak mengumpulkan dana secara swadaya," ujarnya.
Saat ini terdapat sekitar 2.600 petani kelapa sawit dari 21 desa di Kabupaten Buol yang menagih janji PT HIP untuk memberikan tanah adat agar kembali diolah masyarakat.
Kasus sengketa lahan perkebunan sawit itu bermula dari permintaan petani agar Pemkab Buol dan perusahaan konsisten pada kesepakatan 24 Mei 2000 dan 16 Oktober 2012 di Kantor PT Citra Cakra Murdaya (CCM), di Cikini Jakarta.
Kesepakatan tersebut adalah pelepasan hak atas areal di luar hak guna usaha PT Hartati Inti Plantations seluas 4.926,85 hektare secepatnya diberikan pada masyarakat Buol berdasarkan sejarahnya.
Lahan seluas 4.926,85 hektare di luar izin hak guna usaha (HGU) tersebut mengakibatkan hilangnya batas desa transmigrasi serta menyerobot lahan transmigrasi Desa Kokobuka.
Pada pertengahan Maret 2013, ribuan petani sawit Buol menduduki lahan dan menutup akses PT HIP sebagai bentuk protes belum diserahkan lahan adat.(skd)