Jakarta (ANTARA) - Hingga saat ini, belum banyak perhatian yang fokus pada infeksi penyakit akibat biofilm.
Padahal data National Intitutes of Health menyebutkan biofilm merupakan mediator utama terjadinya infeksi kronis dan resistensi antibiotik yang berkontribusi signifikan dalam kejadian infeksi terkait layanan kesehatan di rumah sakit.
Diperkirakan 65-80 persen kejadian infeksi dalam tubuh manusia diakibatkan oleh biofilm.
Infeksi biofilm bisa terjadi di jaringan tubuh pasien maupun pada pasien-pasien yang menggunakan alat medis invasif, dan bisa memberikan dampak berupa tingginya biaya perawatan dan munculnya resistensi antibiotik sehingga penyakit menjadi sulit diterapi atau diobati.
Biofilm adalah satu kondisi pertumbuhan bakteri yang hidup di atas satu permukaan membentuk koloni dan terlindungi oleh satu matriks yang dibentuk oleh bakteri itu sendiri.
Pembentukan biofilm dimulai dari beberapa bakteri yang hidup bebas (sel planktonik) melekat pada suatu permukaan, kemudian memperbanyak diri dan membentuk satu lapisan tipis (monolayer) biofilm.
Menurut Ketua Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Titik Nuryastuti, biofilm sebagai pertahanan bakteri relatif yang lebih sulit diberantas dengan antibiotik sehingga bakteri patogen dalam kondisi biofilm dapat menimbulkan masalah serius bagi kesehatan manusia sekaligus berkontribusi terhadap tingginya angka resistensi antibiotik.
"Dengan struktur yang sangat unik dan khas ini menjadikan treatment (pengobatan) antibiotik konvensional sulit untuk menembus koloni biofilm sehingga nanti akan terjadi toleransi dan resistensi antimikroba," kata Ketua Tim Lab Diagnostik COVID-19 FKKMK UGM itu.
Inovasi taraf internasional.
Sementara penegakan diagnosis penyakit infeksi dan uji kepekaan antibiotik saat ini masih berfokus pada mikroba pada kondisi planktonik bukan biofilm sehingga itu menjadi satu masalah karena belum banyak klinisi yang sadar bahwa ada satu kejadian infeksi yang bukan disebabkan oleh bakteri dalam keadaan planktonik melainkan oleh bakteri dalam kondisi biofilm.
Penggunaan antibiotik untuk pengobatan kondisi biofilm tersebut hingga saat ini belum memenuhi harapan. Banyak obat-obat antibiofilm yang belum menunjukkan hasil yang bagus karena ketidaksesuaian data antara data in vitro, data uji klinis dan juga data pada pasien.
Dengan demikian, pengetahuan tentang mekanisme obat antibiofilm, penemuan antibiofilm yang baru, obat farmakodinamik, obat antibiofilm untuk menunjang manajemen diagnosis dan terapi biofilm perlu diteliti dan digalakkan untuk menunjang keberhasilan terapi.
Oleh karena itu, Titik dan tim dari UGM mengusulkan kepada BRIN untuk pembentukan Pusat Kolaborasi Riset Biofilm dengan berkolaborasi dengan Pusat Riset Bioteknologi BRIN, Universitas Jenderal Soedirman dan Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito di Yogyakarta.
Usulan tersebut diterima BRIN untuk mendapatkan fasilitasi dan pendanaan riset dan inovasi melalui skema Pusat Kolaborasi Riset.
BRIN menyediakan pendanaan untuk biaya sumber daya manusia (SDM), SDM manajemen riset, bahan riset, dan penyediaan infrastrukturnya. Sementara perguruan tinggi berkontribusi menyiapkan alokasi periset dari unsur dosen dan mahasiswa pascasarjana, ruang kerja, dan operasional perkantoran.
PKR Biofilm ditujukan untuk menjadi pusat riset kolaborasi biofilm unggul, langgeng, berkelanjutan, yang berimplikasi pada bidang kesehatan, mengembangkan riset biofilm di Indonesia, serta mencetak sumber daya manusia ilmu pengetahuan dan teknologi yang memiliki kemampuan riset di bidang biofilm dan pengembangannya dalam rangka peningkatan kapasitas riset Indonesia.
Menurut Pelaksana tugas Deputi Fasilitasi Riset dan Inovasi BRIN Agus Haryono, PKR adalah pusat riset yang menjadi wadah kolaborasi pelaksanaan riset dan inovasi bertaraf internasional.
Kolaborasi terfokus pada bidang spesifik secara multi dan interdisiplin, dengan standar hasil yang sangat tinggi dan relevan dengan kebutuhan pengguna ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di dalam PKR, terjadi mekanisme kolaborasi dan kerja sama dalam pelaksanaan pengembangan riset dan inovasi dengan pemanfaatan sumber pendanaan bersama, serta memungkinkan untuk memenuhi kegiatan yang diamanatkan.
Diharapkan, kolaborasi dalam skema PKR tersebut akan memudahkan para peneliti melakukan riset dan menghasilkan produk riset dan inovasi yang berkualitas dan menjawab kebutuhan bangsa dan negara.
Pengembangan terapi
Untuk tiga tahun pertama, PKR Biofilm akan fokus meriset biofilm yang berkaitan dengan aspek kesehatan, baik yang melibatkan patogen berupa bakteri, fungi, maupun polimikrobial, sehingga riset-risetnya akan lebih fokus kepada pengembangan terapi antibiofilm baru, mekanisme resistensi dan persistensi biofilm, serta pencegahan infeksi terkait biofilm dengan smart biomaterial.
Sebagai gambaran besarnya, peta jalan kegiatan riset dan pengembangan di PKR Biofilm difokuskan pada empat hal utama. Pertama, adalah pengumpulan data surveilans patogen penyebab infeksi terkait biofilm dari pasien bedah ortopedi dan pasien penyakit utama.
Hingga saat ini, belum ada data di Indonesia terkait patogen infeksi biofilm dan kaitannya dengan resistensi antibiotik, padahal data tersebut sebenarnya sangat dibutuhkan untuk mendukung intervensi pengobatan.
Untuk mengumpulkan data tersebut, peneliti di PKR Biofilm akan melakukan kegiatan surveilans dan inventarisasi serta berkolaborasi dengan pihak terakit untuk mencari data eksternal.
Yang kedua, PKR akan melakukan eksplorasi riset antibiofilm dengan melakukan eksplorasi sumber bahan aktif biofilm dari biodiversitas, bahan sintetik dan dengan metode drug repurposing. Peneliti akan melakukan beberapa eksperimen untuk menghasilkan produk antibiofilm baik dari biodiversitas, bahan sintetik maupun drug repurposing.
"Ini saatnya kita memanfaatkan biodiversitas ini untuk mengeksplorasi obat-obat yang nanti bisa berperan untuk antibiofilm," kata Titik.
Tim periset di PKR juga akan melakukan studi potensi antibioflm, penelusuran mekanisme aksi, uji preklinis, uji klinis serta pengembangan drug delivery system.
Yang ketiga, PKR akan fokus pada pembuatan dan pengembangan database biofilm yang meliputi informasi tentang jenis patogen, pola kepekaan antibiotik, pola kemampuan pembentukan biofilm, jenis material implant dan alat media invasif, senyawa aktif dari biodiversitas Indonesia yang berpotensi sebagai antibiofilm, mekanisme aksi antibiofilm serta toksisitas senyawa.
Sementara yang keempat, PKR melakukan diseminasi dan komunikasi hasil riset pusat kolaborasi biofilm terkait infeksi. Tim peneliti PKR akan membuat draft kebijakan untuk dikaji para pemangku kepentingan seperti pemerintah, instansi kesehatan dan masyarakat umum.
Rekrut mahasiswa S3
PKR juga akan menyelenggarakan seminar virtual diseminasi hasil riset sehingga bisa memperluas kolaborasi penelitian dan memberikan informasi kepada masyarakat.
"PKR ini bisa menyusun satu draft kebijakan untuk pengendalian infeksi di rumah sakit supaya klinisi juga tertarik bisa fokus juga ke infeksi biofilm ini," ujar Penanggung jawab Lab TB/BSL-2 plus FKKMK UGM itu.
Kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan di PKR Biofilm menargetkan banyak output antara lain data distribusi spesies bakteri patogen pembentuk biofilm yang ditemukan di pasien bedah ortopedi dan pasien penyakit dalam, karya tulis ilmiah di jurnal bereputasi tinggi.
Lalu, pada mahasiswa S3 dengan riset keahlian di bidang biofilm, kolaborasi riset dengan institusi riset nasional dan internasional, pendanaan eksternal untuk pengembangan pusat kolaborasi, hak kekayaan intelektual atas senyawa antibiofilm baik produk atau metode, dan data base biofilm.
Target output lainnya termasuk konsorsium atau asosiasi periset biofilm, konferensi biofilm tahunan di level nasional dan internasional atau ASEAN, kerja sama institusi atau industri, seminar virtual diseminasi hasil riset, advokasi pemegang kebijakan terkait dengan hasil riset biofilm, sosialisasi hasil riset biofilm kepada masyarakat umum, penguatan periset biofilm dari dalam dan luar negeri, serta membuat portal jurnal ilmiah nasional berkala tentang biofilm.
PKR Biofilm juga menargetkan perekrutan tujuh mahasiswa S3 dalam waktu tiga tahun pertama operasional PKR.
Dengan adanya PKR tersebut, diharapkan pengenalan dan pengetahuan terkait biofilm bisa semakin luas. Selain itu, surveilans biofilm tercipta di Indonesia, dan terwujudnya pengembangan antibiofilm yang berpotensi untuk peningkatan intervensi kesehatan untuk Indonesia yang sehat dan tangguh.*