Aktivis lingkungan kecewa isu sampah luput jadi topik perdebatan calon wapres

id debat cawapres 2024,pilpres 2024,cawapres gibran rakabuming,cawapres muhaimin iskandar,pemilu 2024

Aktivis lingkungan kecewa isu sampah luput jadi topik perdebatan calon wapres

Pekerja memilah sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Kesiman Kertalangu, Denpasar, Bali, Jumat (3/11/2023). Dua TPST di Denpasar yakni TPST Kesiman Kertalangu dan TPST Padangsambian Kaja segera beroperasi normal per 1 Desember 2023 untuk mengoptimalkan penanganan sampah di Kota Denpasar guna mengurangi pembuangan sampah ke TPA Regional Sarbagita Suwung. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/tom.

Jakarta (ANTARA) - Sejumlah aktivis lingkungan kecewa karena topik sampah dan polusi yang krusial dalam isu lingkungan justru luput dari perdebatan para calon wakil presiden yang berlangsung tadi malam.


Aktivitas Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira mengatakan topik sampah dan polusi sudah lama menjadi masalah darurat di Indonesia sehingga layak masyarakat mengetahui kebijakan masing-masing cawapres soal penanganan sampah.

"Isu sampah hanya dijadikan serangan personal dan disebut sambil lalu, tanpa membahas kebijakannya," kata Tiza saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Tiza berharap bahwa calon pemimpin negara serius dalam membuat kebijakan pelarangan lima jenis plastik sekali pakai yang memang sudah diatur oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Kelima plastik sekali pakai yang dilarang tersebut adalah kantong plastik, saset, sedotan, styrofoam dan alat makan plastik, serta menggantikannya dengan sistem reuse.

Dalam perdebatan tadi malam, calon wakil presiden nomor urut 2 Gibran Rakabuming menyentil calon wakil presiden nomor urut 1 Muhaimin Iskandar tentang komitmen lingkungan.

Gibran mempertanyakan komitmen Muhaimin karena menggunakan botol minum plastik saat mengikuti debat bertopik lingkungan tersebut.

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Muhammad Aminullah mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini masih terjebak dalam paradigma pengelolaan sampah kumpul-angkut-buang yang menyebabkan beberapa tempat pemrosesan akhir atau TPA mengalami kelebihan muatan.

Menurut Aminullah, kondisi diperparah dengan sistem pengelolaan sampah berbasis open dumping yang masih menggunakan hampir di seluruh TPA yang berlokasi di Pulau Jawa.

Skema open dumping merupakan sistem pengelolaan sampah dengan cara menumpuk sampai menggunung tanpa proses pengelolaan.

Sistem itu membuat TPA memiliki kerentanan bencana berupa longsor, kebakaran, serta pencemaran gas metana dan air lindi. Selain itu, sistem open dumping juga menjadi kontributor gas rumah kaca yang mempercepat proses krisis iklim.

"Alih-alih menumbuhkan karakter dan budaya peduli sampah oleh masyarakat, pemerintah justru terjebak dalam pengelolaan sampah berbasis thermal yang justru berpotensi melahirkan masalah baru," kata Aminullah.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa pengelolaan sampah berbasis thermal yang tidak melalui proses ketat justru akan menimbulkan pendekatan udara dan pelepasan emisi.

Bahkan, proses pembakaran beberapa jenis sampah juga akan menghasilkan dioksin dan furan yang merupakan salah satu zat paling berbahaya bagi lingkungan, manusia, dan makhluk hidup lainnya.

Aminullah berpesan agar pemerintah mempertegas tanggung jawab produsen dalam mengurangi dan menarik kembali kemasan plastik milik produsen.

"Sebab sampai saat ini pesisir di beberapa wilayah, khususnya Jakarta dalam kondisi tercemar dengan dominasi sampah plastik produsen," pungkasnya.