Buku Perjuangan Tombolotutu Melawan Belanda dibedah

id Parimo,Tombolotutu,buku,pahlawan

Buku Perjuangan Tombolotutu Melawan Belanda dibedah

Suasana pertemuan dalam bedah buku Perjuangan Tombolotutu melawan Belanda di Palu, Kamis (15/2) (Antaranews Sulteng/Jeprin)

Palu (Antaranews Sulteng) - Buku bara perlawanan di Teluk Tomini, Perjuangan Tombolotutu melawan Belanda yang ditulis oleh Dekan FKIP Universitas Tadulako Dr Lukman Nadjamuddin dan tim, dibedah, Rabu (14/2).  

Bedah buku yang berlangsung di aula eks Rektorat Universitas Tadulako ini menghadirkan dua pembedah yaitu Dr Sri Margana MPhil, Akademisi dari Universitas Gadjamada Yogyakarta dan Dr Suriadi Mappangara MHum, Akademisi dari Universitas Hassanudin Makassar.

Sri Margana secara garis besar memberikan beberapa catatan dari buku setebal 256 halaman itu. Diantaranya, buku itu perlu mencantumkan biografi Tombolotutu.
 
 Ia juga berharap kepada tim penulis bisa mendapatkan sketsa foto dari Tombolotutu. Apalagi Tombolotutu akan diusulkan menjadi Pahwalan Nasional, maka foto pahlawan tersebut menjadi prasyarat utama. 

"Saya mengapresiasi kinerja tim dalam melahirkan buku ini. Hanya saja saya memberikan beberapa catatan dan masukan agar buku ini bisa disempurnakan lagi dengan mencantumkan biografi dan sketsa foto Tombolotutu," harapnya
.
Dr Sri Margana menambahkan, karya Lukman Nadjamuddin dan kawan-kawan ini sangat penting dilihat dari tiga aspek utama, yaitu historiografis, teoritis dan politik. Dari aspek historiografis buku ini menghadirkan banyak fakta fakta baru menarik yang selama ini belum terungkap. 
"Sejarah di kawasan teluk tomini katanya memiliki legacy atau warisan penting yang dapat menjadi modal pembangunan berbasis kawasan, yaitu terbentuknya masyarakat yang plural dengan semangat pluralismenya yang kuat,"paparnya.
Di bagian lain, Dr Suriadi Mappangara mengoreksi cover buku ini yang menurutnya kurang menarik.
"Cover yang menarik akan menarik minat orang untuk membacanya, apalagi isinya. Saya harus katakan, bahwa cover buku ini kurang menarik," kata

dosen sejarah di Universitas Hasanuddin itu.
Ia juga memberikan catatan mengenai istilah yang digunakan dalam penulisan buku ini.
"Saya tidak menemukan ada daftar istilah dalam buku ini, padahal itu penting dalam pengungkapan sejarah," ujarnya.
"Koreksi saya juga, buku ini tidak konsiten dalam penerapan catatan kaki. Termasuk penggunaan istilah perompak," katanya menmbahkan.

Yang menarik dari penelusuran sejarah yang dituangkan dalam buku ini adalah Tombolotutu sangat populer di kalangan masyarakat kecil dan selalu menjalin kerja sama dengan para 'olongian' dan 'magau' untuk memobilisasi penduduk guna menentang Pemerintah Hindia Belanda.  
Jenifer W. Nourse dalam artikelnya tentang orang Lauje di Tinombo mengungkapkan hal yang berlawanan dengan opini banyak orang mengenai perlawanan Tombolotutu.
Belanda tidak menginginkan Tombolotutu menjadi raja karena tidak mau bekerja sama dengan Belanda.
Sang penulis Dr Lukman Nadjamuddin menyadari bahwa meskipun buku ini digarap dengan penuh keseriusan, namun sudah pasti terdapat kekeliruan yang sulit dihindari.
"Tentunya kritik dan saran konstruktif untuk penyempurnaan buku ini sangat dibutuhkan," ujarnya.
Rencananya, FKIP bekerja sama dengan Bappelitbangda Kabupaten Parigi Moutong akan membedah kembali buku ini bulan Juli 2017 di Kabupaten Parigi Moutong. (Jeprin S.Paudy/Humas Pemda Parimo)