"Walk Out" Bukan Solusi Rasisme

id walk out, rasis, bola, boateng

"Walk Out" Bukan Solusi Rasisme

Kevin Prince Boateng (Reuters/Stefano Rellandini)

Isu ini sangat sensitif, namun sekali lagi saya katakan tidak ada toleransi terhadap rasisme di dalam stadion.
Jakarta (antarasulteng.com) - Presiden FIFA Sepp Blatter mengatakan 'walk-out' dari lapangan pertandingan sebagai reaksi atas tindakan rasisme sebagaimana yang dilakukan para pemain AC Milan pekan lalu bukanlah solusi tepat untuk menghadapi masalah tersebut.
        
Pemain tengah asal Ghana, Kevin-Prince Boateng memimpin rekan satu timnya melakukan 'walk-out' dari pertandingan persahabatan di Italia pada Kamis (3/1) dan menuai pujian dari para pemain serta politikus di seluruh dunia.
        
Presiden Milan, Silvio Berlusconi, bahkan kemudian mengatakan timnya akan memilih meninggalkan lapangan pertandingan di kemudian hari apabila mendapatkan perlakuan rasis, yang justru dikoreksi oleh Sepp Blatter melalui harian The National di Abu Dhabi dengan mengindikasikan sikap tersebut bukanlah sebuah solusi.
        
"Meninggalkan lapangan pertandingan? Tidak. Saya rasa bukan itu solusinya. Saya pikir anda tidak bisa melarikan diri, karena seringkali anda melarikan diri ketika anda kalah dalam sebuah pertandingan," kata Blatter.
        
"Isu ini sangat sensitif, namun sekali lagi saya katakan tidak ada toleransi terhadap rasisme di dalam stadion. Satu-satunya solusi adalah dengan sanksi yang tegas, semisal pengurangan poin atau semacamnya," ia menambahkan.
        
Blatter yang saat ini sedang melakukan kunjungan ke Timur Tengah, menganggap sikap Boateng merupakan peringatan bagi para penonton bahwa mereka harus berperilaku santun selama pertandingan.
        
Milan sedang melakoni laga melawan klub dari divisi lebih rendah Pro patria saat Boateng memilih berhenti bermain akibat cacian yang didapatkannya, lalu ia mengambil bola dan menendangnya ke arah bangku penonton. Ia kemudian melepas kostumnya sembari berjalan meninggalkan lapangan yang kemudian diikuti rekan-rekan satu timnya.
        
Pada November 2012, Blatter menyebut rasisme sebagai 'setan' setelah menerima kritik di tahun 2011 saat ia mengelak untuk mengklasifikasikan hal tersebut sebagai masalah pelik dalam olah raga serta mengatakan setiap insiden bisa diselesaikan dengan jabat tangan. (Ant/Rtr)