Kiara: Menteri Kelautan selanjutnya harus bisa lampaui penenggelaman kapal

id penenggelaman kapal ikan ilegal,poros maritim dunia,hak laut,kkp

Kiara: Menteri Kelautan selanjutnya harus bisa lampaui penenggelaman kapal

Penenggelaman Kapal di Tarakan Dua unit kapal asing asal Malaysia diledakan di wilayah Perairan Tarakan, Kalimantan Utara, Selasa (5/4). Satgas 115 bekerja sama dengan Polri dan TNI AL memusnahkan barang bukti 28 kapal terkait penangkapan ilegal ikan secara serentak di sembilan lokasi yaitu Batam, Natuna, Anambas, Aceh, Belawan, Tarakan, Pontianak, Bitung, dan Ternate. ANTARA FOTO/Fadlansyah/kye/16.

Kami melihat, kedaulatan yang dibangun selama ini oleh KKP hanya sebatas penenggelaman kapal, tapi tidak masuk ke dalam ranah perampasan ruang hidup nelayan dan perempuan nelayan
Jakarta (ANTARA) - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan, sosok yang menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan selanjutnya harus bisa melampaui aktivitas penenggelaman kapal ikan ilegal.

"Kami melihat, kedaulatan yang dibangun selama ini oleh KKP hanya sebatas penenggelaman kapal, tapi tidak masuk ke dalam ranah perampasan ruang hidup nelayan dan perempuan nelayan," kata Sekjen Kiara Susan Herawati di Jakarta, Minggu.

Menurut Susan Herawati, selama masa tahun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, Poros Maritim Dunia masih sebatas mimpi.

Hal itu, ujar dia, antara lain karena orientasi kebijakan investasi yang tidak berpihak kepada kehidupan masyarakat pesisir seperti nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam.

"Fakta-fakta di lapangan menunjukkan paradoks pembangunan di tengah mimpi membangun Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia, di mana hak-hak masyarakat justru diabaikan," katanya.

Sebagaimana diwartakan, Menteri Susi menyatakan bahwa penangkapan ikan secara ilegal harus dijadikan sebagai kejahatan lintas negara yang terorganisir karena melibatkan banyak kewarganegaraan.

Indonesia, ujar dia, terus berupaya menggalang dukungan negara-negara lain untuk membentuk komunitas yang menyetujui menjadikan kejahatan perikanan tersebut sebagai transnational organized crime.

Ia mengatakan kapal yang ditangkap umumnya memiliki anak buah kapal (ABK) atau kru dari berbagai negara. Ada yang dari Indonesia, Peru, Myanmar, dan lainnya.

Menurut dia, kebanyakan kapal pelaku penangkapan ikan ilegal itu beroperasi secara global, di mana mereka tidak hanya menangkap ikan di satu negara, tetapi juga di berbagai negara.

Oleh karena itu, ujar dia, menggalang dukungan untuk menjadikan kejahatan perikanan sebagai transnational organized crime menjadi penting. Namun, Menteri Susi menyebutkan bahwa hingga saat ini baru sekitar 16 negara yang menyatakan dukungan.

Tak hanya itu, ia juga menginginkan ada hak laut (ocean rights) bagi laut lepas karena jika 71 persen dari planet bumi adalah laut, 61 persen merupakan laut lepas.

Selama ini, Indonesia memprioritaskan untuk mengelola laut secara berkelanjutan, antara lain dengan berkomitmen untuk memberantas penangkapan ikan ilegal dan kejahatan perikanan terorganisir transnasional.