Luwuk (ANTARA) - Hari masih pagi kala rombongan jurnalis site visit media berangkat dari Luwuk menuju Depot Herbal Kalisbatan di Desa Sinorang, Kecamatan Batui Selatan, Kabupaten Banggai, Jumat (18/10). Suasana cerah mengantar perjalanan 67 kilometer melewati kecamatan Luwuk Selatan, Nambo, Kintom, Batui dan tiba di kecamatan Batui Selatan sekira pukul 08.30 Wita.
Dari jalan utama trans Sulawesi Luwuk-Baturube, rombongan harus berbelok ke kiri menuju ke arah pantai sekira tiga kilometer untuk sampai di lokasi ibu Mar, pengelola Kelompok Depot Herbal Kalisbatan, binaan perusahaan Joint Operating Body Pertamina–Medco E&P Tomori (JOB Tomori) Sulawesi.
Hidayat Monoarfa, salah satu Humas JOB Tomori menyambut kami dengan ramah. Ia mempersilahkan masuk. Kopi hitam dengan beragam hasil olahan rumah tangga dalam sachet pun tersedia di pondok herbal ini, berupa sebuah bangunan gazebo yang berada tepat di belakang tempat budidaya tanaman obat Depot Kalisbatan.
"Minum kopinya mas. Ini ada juga keripik. Mau yang mana, silahkan dibuka saja. Ada keripik pisang, paria, dan ini enak nih," ucap ramah Prilly, salah satu staf Humas JOB Tomori.
"Silahkan dinikmati dulu mas, sambil nunggu bapak Sebastian, pak Ahmad dan bu Mar," sambung Iksan, Humas JOB Tomori.
Beberapa saat kemudian, yang ditunggu pun datang. Mereka adalah Sebastian Julius dari SKK Migas, Agus Sudaryanto selaku Area Manager Supervisor JOB Tomori, serta Marina, Ketua Kelompok Depot Herbal Kalisbatan.
Agus memulai sambutannya dengan mengapresiasi peran media dalam hal publikasi yang selama ini telah dilakukan terhadap program-program Corporate Social Responsibility (CSR) JOB Tomori.
Menurut dia, kunjungan lapangan media seperti ini merupakan kegiatan kedua yang dilaksanakan JOB Tomori setelah tiga bulan lalu. Tujuan pertemuan ialah memberikan informasi yang aktual, menjalin tali silahturahmi antara perusahaan dan media yang ada di Kabupaten Banggai. Selama ini hubungan media sangat baik dengan perusahaan, mulai dari perencanaan sampai dengan evaluasi kita lakukan dengan media yang ada di daerah ini.
"Segala sesuatu yang kita lakukan selalu kami informasikan kepada media agar dapat dipublikasikan," ungkapnya.
Baca juga: Pameran edukasi industri hulu migas, SKK Migas - JOB Tomori
Baca juga: JOB Tomori - Pemda Morowali Utara tanam 1.000 pohon di Mamosalato
Kandidat proper emas
Tahun ini, JOB Tomori akan menjadi salah satu kandidat penerima proper emas bidang lingkungan dari pemerintah.
Agus menjelaskan proper emas ialah salah satu pengukuran kinerja yang dimiliki oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Salah satu kriteria pengukurannya ialah asesment terhadap program yang telah mandiri di bawah binaan perusahaan. Salah satunya adalah Depot Herbal Kalisbatan yang telah didampingi JOB sejak tahun 2016.
"Media punya perananan penting dalam hal ini. Sebab saat assesment oleh kementerian, akan dilihat seberapa jauh publikasi yang dilakukan media terhadap keberhasilan program ini," ujar Agus.
Ia mengakui media memiliki peran sangat aktif, sebagai bagian dari publikasi keberhasilan program perusahaan.
Ia berharap dukungan semua pihak termasuk media untuk agar proper emas dapat tercapai. Sebab, jika itu terjadi maka akan menjadi kebanggaan dimana proper emas satu-satunya di Pulau Sulawesi ada di Kabupaten Banggai.
"Untuk itu, kami mohon dukungannya. Selama ini, kami sangat terbuka komunikasi antara perusahaan dan media. Program kerja berjalan terus. Hal-hal seperti ini saya sangat suka, komunikasi dan silahturahmi tidak tertutup," kata Agus.
Sementara itu, Sebastian Julius, Perwakilan SKK Migas, setelah mendengar penjelasan Agus, mengaku sangat mengapresiasi JOB Tomori atas program-program pemberdayaan masyarakat. Secara histori dalam monitoring program-program kerja khususnya dalam program kerja CSR, JOB Tomori capaiannya sangat memuaskan. Bahkan di atas 90 persen tanggung jawab perusahaan dilaksanakan oleh JOB Tomori.
"Untuk itu, kami sangat mengapresiasi JOB Tomori," tuturnya.
Ia menjelaskan bahwa di kegiatan hulu migas, program pemberdayaan masyarakat sangat dikedepankan. Untuk pondok herbal Kalisbatan, berdasarkan evaluasi sudah bisa berjalan sendiri melalui program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan. Oleh JOB selama ini, pengembangan masyarakat terus ditingkatkan.
"Harapannya, kita sama-sama memarketingkan program ini. Karena pada akhirnya ultimate goal-nya itu ialah peningkatan ekonomi atau marketing dari program itu sendiri. Itu sebenarnya apa yang kita coba," jelasnya.
Di tempat yang sama, Bu Mar, panggilan akrab ibu Marina, selaku Ketua Kelompok Depot Herbal Kalisbatan menjelaskan bahwa
mereka yang sebelumnya terdiri atas kelompok-kelompok terpisah merasa kesulitan dalam pengembangan produk. Oleh JOB Tomori mereka difasilitasi untuk membuat komunitas sehingga bisa saling mendukung dalam pengembangan produk herbal. Atas dorongan JOB, terbentuklah komunitas Depot Herbal Kalisbatan.
"Setelah terbentuk, kami kemudian difasilitasi untuk mengikuti pelatihan ke Jawa. Alhamdulillah, ada 10 orang yang ikut pelatihan," katanya.
Setelah berjalan, bu Mar kemudian berfikir jika semua hanya bergantung pada produk herbal maka pendapatan mereka masih akan sangat terbatas. Sebab dalam hal marketing belum maksimal karena dari media promosi berupa telepon genggam saja hanya beberapa anggota yang memiliki. Ia pun berinisiatif menambah produk, selain herbal.
"Saya kemudian mengajak teman-teman untuk membuat produk olahan rumah tangga. Alhamdulillah itu berhasil dan kami bisa mandiri saat ini," paparnya.
Bu Mar mengaku dari hasil penjualan produk herbal dan olahan rumah tangga berupa keripik, ia mampu menambah penghasilan hingga dua puluh juta rupiah perbulannya. Sementara rekan-rekannya ada di kisaran lima hingga enam juta sebulan.
Baca juga: JOB Pertamina-Medco E&P Tomori raih Padmamitra Awards
Baca juga: JOB Tomori Kucurkan Rp70 Miliar Untuk Masyarakat
Izin produk herbal
Terkait izin produk herbal yang diproduksi Depot Kalisbatan, kata Bu Mar, pihaknya telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai. Ia diizinkan untuk tetap berproduksi dengan syarat tidak mencantumkan label dan terus berkoordinasi.
"Setiap pasien yang ingin membeli produk dari kami harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu ke dokter atau dinas kesehatan. Hasil pemeriksaan atas jenis penyakit itulah yang kemudian kami racikkan produk herbalnya," ungkap bu Mar.
Perempuan yang mengaku hanya lulusan sekolah dasar ini mengatakan pada awalnya produk mereka disidak oleh petugas dari Dinas Kesehatan. Meski begitu, ia hanya diingatkan untuk menghilangkan label dalam produk namun tidak menghentikan kegiatan produksi. Sejak saat itu, komunikasi terus terbangun. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Bu Mar mengaku diundang pemerintah sebagai pemateri dalam program ibu-ibu PKK terkait tanaman obat rumahan.
"Pernah saya juga diajak sebagai juri dalam penilaian program PKK terkait tanaman obat," terang wanita berhijab ini.
Ia mengaku sangat tertarik dengan pengembangan produk herbal karena dapat menolong orang lain. Terlebih, beberapa pasiennya adalah pasien yang telah melakukan pengobatan di rumah sakit namun belum juga sembuh. Namun, saat mengkonsumsi obat herbal, pasien tersebut berhasil sembuh.
"Paling sering itu pasien dengan penyakit jantung. Kalau hanya asam urat itu hampir tiap hari ada yang datang untuk beli produk kami," ujar bu mar yang mengaku memiliki banyak tanaman herbal seperti sambiloto, cocor bebek, kunyit putih, dan mayana.
Meski dalam hal perizinan ia masih dibijaksanai oleh pemerintah dalam hal ini dinas kesehatan, namun Bu Mar sangat berharap suatu saat dapat melakukan pengurusan izin. Namun, sebelum itu dilakukan, ia dan rekan-rekannya wajib mempersiapan berbagai hal sebagai prasyarat. Dalam hal itu, ia berharap tetap ada pendampingan dari pihak perusahaan.
Sebagai buah tangan di akhir kegiatan, Bu Mar membagikan beberapa produk olahan rumah tangga seperti keripik pisang, keripik paria dan minyak kelapa putih atau virgin coconut oil. Beberapa produk herbal pun dibagikan, termasuk obat penambah stamina kepada para jurnalis.