Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis anak konsultan respirologi KSM Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM dr Wahyuni Indawati, Sp.A(K) mengingatkan orang tua agar waspada jika anak mengalami batuk kronik berulang, sebab kondisi tersebut bisa jadi gejala asma.
"Kewaspadaan harus dimiliki orang tua yaitu kalau anak batuk tidak kunjung sembuh atau batuk kronik yang berulang," kata Wahyuni dalam diskusi daring, Jumat.
Ia menjelaskan, batuk kronik berulang adalah batuk yang terjadi berkepanjangan yakni lebih dari dua minggu atau lebih dari tiga episode dalam tiga bulan berturut-turut.
"Jadi batuknya bukan batuk biasa. Tidak kunjung sembuh, berulang, hampir setiap bulan batuk," imbuh Wahyuni.
Batuk kronik berulang menurut Wahyuni juga dapat menjadi gejala penyakit lainnya seperti tuberculosis (TBC) hingga pneumonia.
Untuk itu, kata dia, orang tua juga perlu memahami karakteristik-karakteristik lain dari asma seperti napas yang berbunyi seperti peluit atau mengi akibat penyumbatan di saluran pernapasan, hingga batuk yang muncul lebih berat atau lebih sering pada waktu malam.
Selain itu, menurut Wahyu, perlu juga diperhatikan apakah ada makanan atau situasi tertentu yang dapat memicu batuk atau mengi.
"Misalnya, dia ter-trigger karena ada asap, debu, kemudian muncul batuk. Selain itu, bisa juga karena aktivitas fisik," ujar Wahyuni.
"Kemudian ketika diberikan terapi yang bisa dilakukan untuk mengatasi asma seperti diuap atau minum obat (asma) lalu dia membaik, kita harus curiga jangan-jangan itu asma," lanjut dia.
Wahyuni mengatakan, asma yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan pertumbuhan berat badan menjadi terganggu.
Sehingga, penting bagi orang tua untuk memahami keluhan batuk yang dialami anak dan berkonsultasi dengan dokter untuk melakukan tatalaksana yang tepat.
Misalnya, anak yang derajat asmanya cukup berat, maka dia memiliki ambang sensitivitas yang rendah sehingga lebih mudah kambuh. Pada kondisi ini, diperlukan terapi yang bertujuan untuk menstabilkan dan menaikkan ambang sensitivitas tersebut.
"Untuk menstabilkan atau menaikkannya, perlu terapi jangka panjang. Kita berikan secara terus menerus, setiap hari, umumnya berupa hirupan, walaupun yang usianya di bawah lima tahun ada juga obat yang diminum," ujar Wahyuni.
Wahyuni juga mengatakan, orang tua juga dapat melakukan penanganan mandiri di rumah jika anak mengalami serangan asma.
"Kita bisa berikan inhalasi awal tentu dengan obat untuk asma. Kita bisa berikan dua kali di rumah, lihat responsnya, kalau membaik tapi masih ada gejalanya, boleh diberikan sekali lagi," katanya.
"Tapi kalau sejak awal kondisinya berat maka cukup berikan sekali dan bawa ke rumah sakit. Begitu juga jika dia memiliki risiko tinggi tertentu yang butuh perhatian lebih," pungkas Wahyuni.
Berita Terkait
Beberapa perbedaan batuk berdasarkan sifat akutnya
Rabu, 26 Juni 2024 11:42 Wib
Dokter: Waspada tuberkulosis laten yang bisa timbul tanpa gejala
Rabu, 6 Maret 2024 15:31 Wib
WHO terbitkan informasi cepat obat pencegah TBC
Minggu, 18 Februari 2024 5:33 Wib
Batuk setelah infeksi? Ini kata peneliti
Jumat, 16 Februari 2024 9:40 Wib
Firli Bahuri akui batuk berat saat pemeriksaan keempat
Rabu, 6 Desember 2023 15:30 Wib
Anak saat batuk tidak boleh dalam posisi sambil tidur
Senin, 23 Oktober 2023 12:38 Wib
Kapan anak batuk pilek tidak perlu diberi obat?
Senin, 23 Oktober 2023 12:33 Wib
Jubir: Ada keluhan batuk dan demam saat yang tepat untuk tes COVID-19
Senin, 14 Februari 2022 19:30 Wib