Palu (ANTARA) - Kepolisian Daerah Provinsi Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) melalui Satuan Tugas II Preemtif Ops Madago Raya melibatkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulteng menyosialisasikan moderasi beragama di Ampana, Kabupaten Tojo Una-una (Touna), pada Sabtu.
Pelibatan itu tertuang dalam surat nomor B/71/VII/Ops.1.3./2024 perihal permohonan mengisi materi tentang moderasi beragama sebagai perekat dan pemersatu bangsa, yang ditujukan kepada Ketua FKUB Sulteng Zainal Abidin.
"Moderasi beragama bukan moderasi agama, adalah moderasi dalam praktek kehidupan beragama. Bukan moderasi pada doktrin ajaran agama itu sendiri yang bisa menggiring kepada relativisme agama," ujar Zainal.
Ia mengemukakan melalui moderasi beragama yang ingin dituju adalah kerukunan yang tidak perlu mengorbankan keyakinan dan kemurnian masing-masing agama.
Oleh karena itu, moderasi beragama berada pada tataran sosiologis dalam wilayah praktek keberagamaan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan menjalin hubungan sosial dengan orang lain.
"Pada tataran teologis, setiap orang berhak dan bahkan seharusnya meyakini kebenaran agamanya, tetapi pada saat yang sama (tataran sosiologis) memahami bahwa orang lain pun memiliki keyakinan terhadap ajaran agama mereka, karena keyakinan adalah wilayah yang sangat subjektif, wilayah hati," tuturnya.
Sehingga moderasi beragama, dalam implementasinya mengedepankan enam prinsip meliputi humanis, realistis, inklusif, adil, kerja sama, dan toleran.
Ia memaparkan, Indonesia adalah negara yang kaya keragaman, baik dari segi budaya, suku, bahasa, maupun agama dan kepercayaan, maka keragaman ini perlu dikelola guna meningkatkan kualitas toleransi.
Ia mengemukakan penduduk Sulawesi Tengah sangat heterogen dari segi etnis dan ras, provinsi ini didiami kurang lebih 19 kelompok etnis atau suku yang tersebar di 13 kabupaten/kota dan lima kelompok agama besar dunia.
Sehingga dibutuhkan peran tokoh masyarakat maupun agama, termasuk imam masjid untuk membina umat dalam menjaga persatuan dan kesatuan untuk membangun negeri.
"Realitas keragaman dalam kehidupan sosial merupakan keniscayaan, keragaman yang ada berdampak pada perbedaan dalam kehidupan masyarakat," ucap Zainal.