Agribisnis - Kelautan dan Investor Lokal

id Hasanuddin Atjo

Agribisnis - Kelautan dan Investor Lokal

Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Tengah (ANTARANews/Rolex Malaha)

Regulasi dan investasi adalah dua energi yang harus didorong dan dimanfaatkan oleh daerah ini."

VISI Pemerintah Sulawesi Tengah 2011–2016 adalah mewujudkan Sulawesi Tengah sejajar dengan provinsi maju di kawasan timur Indonesia dalam hal agribisnis dan kelautan melalui pengembangan sumber daya manusia yang berdaya saing tahun 2020. 

Sangat beralasan kalau agribisnis dan kelautan dijadikan lokomotif untuk menggerakan perekonomian daerahini antara lain  karena memiliki sumberdaya alam yang besar dengan sejumlah komoditi unggulannya seperti rumput laut, tuna-cakalang, udang, ikan karang, dan sidat di sektor perikanan. 

Sementara itu di sektor pertanian-kehutanan adalah coklat, kelapa dalam, padi, jagung, hortikultura, rotan, tanaman industri dan ternak besar cukup menjanjikan. Selain itu potensi kelautan dengan wisata bahari diakui sejumlah orang bahwa daya tariknya tidak kalah dengan daerah lainnya di Republik ini.

Sejumlah strategi telah dilakukan untuk mewujudkan kesejajaran itu antara lain dukungan anggaran oleh Pemerintah Daerah meningkat tajam untuk mendorong kedua sektor itu dimulai dari penyusunan master plan sampai ke dana stimulan untuk pemberdayaan; melakukan audensi dengan sejumlah kementrianterkait dan salah satu wujudnya adalah kunjungan menteri terkait ke daerah ini; mempromosikan ke mancanegara seperti Korsel, Dubai dan beberapa negara lainnya; menjadi tuan rumah penyelengara even regional maupun nasional seperti forum KTI, Jambore Nasional Pemuda 2012, Hari Nusantara Nasional 2013 dan Insyah Allah tuan rumah Sail Tomini 2014, serta sejumlah iven lainnya.

Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah pada hakekatnya belum cukup untuk menggerakkan kedua sektor ini. Diperlukan tambahan energi untuk percepatan pencapaian visi itu. Regulasi dan investasi adalah dua energi yang harus didorong dan dimanfaatkan oleh daerah ini.

MP3EI & KEK

Apakah faktor kebetulan atau memang memiliki pandangan yang sama, ternyata visi-misi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah 2011–2016 sejalan dengan visi – misi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011 – 2016, meskipun lahirnya bersamaan. 

Visi dari MP3EI adalah mewujudkan Indonesia Mandiri, Maju, Adil dan Makmur pada 2025,  dengan semangat 'Not business as usual',“menggerakkan ekonomi dengan cara di luar kebiasaan.”

Sementara itu misi yang akan menjadi strateginya adalah (1) Peningkatan nilai tambah dan rantai nilai proses produksi serta distribusi terhadap pengelolaan sumberdaya melalui kegiatan ekonomi terintegrasi dan sinergiantarkawasan; (2) Mendorong terwujudnya peningkatan efisiensi produksi dan pemasaran serta integrasi pasar domestik dalam rangka penguatan daya saing dan daya tahan ekonomi nasional; (3) Mendorong penguatan sistem inovasi nasional di sisi produksi, proses, maupun pemasaran untuk penguatan daya saing global yang berkelanjutan menuju: Innovation–Driven Economy yang artinya menggerakan ekonomi dengan berbasis pada pengembangan inovasi.

Dalam implementasinya, MP3EI terbagi menjadi enam kawasan atau koridor yaitu Koridor I Sumatra, II Jawa, III Kalimantan, IV Sulawesi, V Bali dan Nusatenggara, VI Papua dan Maluku. Ada 8 program dan 22 kegiatan utama yang terkait dengan MP3EI yaitu Pertanian, Kelautan, Pariwisata, Industri, Pertambangan, Energi, Telematika dan Pengembangan Kawasan Strategis. Target pendapatan per kapita diharapkan meningkat dari 3000 USD (2010) menjadi 15.000 USD (2025).

Masterplan yang telah dibuat ini tentunya menjadi semacam blue print atau cetak biru untuk mengembangkan ekonomi negeriini. Pemerintah hanya berperan membuat kerangka pengembangan dan memfasilitasi hal-hal yang terkait dengan kebutuhan dasar seperti infrastruktur, listrik, air bersih, dana stimulan sampai kepada jaminan keamanan.

Sementara untuk menggerakan ekonomi itu, peran investor dan lembaga keuangan menjadi motor utama. Selain MP3EI, maka kota Palu sedang berjuang keras berlomba dengan Bitung untuk mendapatkan lisensi sebagai pemegang sertifikat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Salah satu indikator yang dipertimbangkan untuk mendapatkan lisensi tersebut adalah adanya dukungan potensi dan alur komoditi yang akan masuk ke Kota Palu dari kabupaten atau kawasan hinterland lainnya.

Investor lokal

Kembali kepada visi Pemerintah Sulawesi Tengah 2011-2016 dalam pengembangan agribisnis dan kelautan, pemerintah daerah terus melakukan upaya sesuai dengan perannya, namun semuanya akan berpulang kepada peran investor dan lembaga keuangan, karena pemerintah hanya membuat kerangka pengembangan, membuat regulasi dan memfasilitasi kebutuhan dasar agar agribisnis dan kelautan itu dapat bergerak.

Fenomena menunjukkan bahwa investor lokal dan lembaga keuangan di daerah ini belum tertarik berinvestasi pada sektor agribisnis dan kelautan, bahkan ada kecenderungan investasi di sektor jasa, perdagangan dan industri tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor pertanian  (agribisnis dan kelautan).

Tentunya ini merupakan tantangan bagi kita semua bagaimana pertumbuhan investasi di sektor agribisnis dan kelautan dapat didorong lebih cepat lagi. High risk dan high cost (tingginya resiko dan besarnya investasi yang dibutuhkan) menjadi penyebab utama adanya kekuatiran sehingga investor lokal dan lembaga keuangan ekstra hati-hati untuk masuk ke bisnis ini, utamanya di subsistem hulu (sistem produksi). Namun kekuatiran ini sebenarnya tidak perlu terjadi kalau terbangun sebuah komunikasi, koordinasi di antara 'stakeholders' terkait, apalagi ditunjang adanya regulasi yang terkaitdengan MP3EI dan KEK.

Rencana aksi

Pada awal 2011, saya pernah menggagas tentang perlunya Dewan Ekonomi Daerah (DED) atau semacamnya yang beranggotakan praktisi (teknokrat), akademisi serta pelaku usaha termasuk Kadin dan Lembaga Keuangan. Salah satu tugas dari DED ini adalah merancang investasi yang potensial dikembangkan (possible) dan laik dibiayai bank (bankable) di sektor agribisnis dan kelautan yang selanjutnya berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengimplementasikannya. 

Bila kita sepakat dengan pemikiran ini, maka kehadiran Dewan Ekonomi Daerah atau semacamnya dapat dipertimbangkan. Semoga.  (*) Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Tengah)