Palu (ANTARA) - REPUTASI adalah proses dari kesuksesan yang berulang dan kesuksesan adalah proses dari kegagalan yang berulang. Mengerjakan apa yang dicatat dan mencatat apa yang dikerjakan adalah ungkapan lama, yang bila dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan dalam melaksanakan aktifitas kehidupan niscaya akan menuai kesuksesan yang berujung pada reputasi.
Ungkapan ini sejak lama menjadi referensi sejumlah orang yang dipandang memiliki reputasi. Thomas Alfa Edison, penemu bola lampu pijar, karena konsistensInya mencatat apa yang dikerjakan dan mengerjakan kembali apa yang dicatat tadi, akhirnya berhasil menemukan bola lampu pijar setelah melakukan ribuan kali percobaan.
Demikian pula yang dilakukan Hasanuddin Atjo, sang penemu inovasi budidaya udang vaname supra intensif Indonesia yang berproduktifitas 150 ton/ha/musim tanam, melaksanakan belasan kali percobaan dan menghabiskan waktu selama 7 tahun, juga adalah contoh dari kebiasaan mengerjakan dan mencatat kemudian mengerjakan kembali.
Makna kerjakan dan catat
Kerjakan dan catat juga telah menjadi landasan lahirnya sejumlah teori manajemen dalam merancang dan melaksanakan program atau kegiatan, salah satunya adalah George R.Terry pencetus teori Planning, Organizing, Actuating and Controlling (POAC) dalam bukunya Principles of Management. Sampai saat ini teori G.R. Terry masih relevan dipergunakan sebagai basis menyusun dan melaksanakan sebuah program maupun kegiatan.
Planning adalah hal esensial yang harus dilakukan seorang manajer untuk menentukan apa yang harus dilakukan oleh staf, kapan, di mana dan bagaimana caranya dalam rangka mewujudkan tujuan (target) sebuah program atau organisasi. Dalam organizing harus dirumuskan langkah-langkah strategis yang terukur atau biasa juga disebut dengan SOP (Standar Operational Procedur), ukuran-ukuran yang dipakai seperti waktu, mutu dan seterusnya sebagai pedoman dalam merealisasikan target yang telah ditetapkan itu.
Selanjutnya Actuating merupakan langkah implementasi dari program atau kegiatan itu yang mengacu kepada standar atau ukuran yang telah ditetapkan dalam tahapan organizing sebelumnya. Terakhir adalah controlling yaitu pengamatan terhadap faktor-faktor penyebab adanya hambatan maupun tantangan yang dihadapi dalam mencapai target, bagaimana solusinya hingga tujuan atau target itu dapat direalisasikan. Bahkan lebih jauh lagi controlling dapat dijadikan bahan pertimbangan apakah program ini dapat dilanjutkan untuk jangka yang lebih panjang atau tidak perlu dilanjutkan.
Dalam controlling, mencatat tentang faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, tantangan dan peluang dari program itu. Kalau dipandang bahwa kelemahan dan hambatan dapat dieleminir dan kekuatan serta peluang dapat dimaksimalkan, maka program ini dapat dilanjutkan dan dibesarkan. Sebaliknya bila tidak maka program tersebut dipertimbangkan untuk tidak dilanjutkan.
Contoh Kerjakan dan Catat
Kali ini contoh yang akan dikemukakan adalah proses penemuan inovasi-teknologi budidaya udang vaname supra intensif oleh Hasanuddin Atjo. Setelah melalui proses kerjakan dan catat selama 7 tahun akhirnya penemuan ini di lauching di tahun 2013 oleh Prof. Rhokmin Dahuri, Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI).
Inovasi ini berangkat dari hipotesis desertasi yang bersangkuatan di tahun 2004 yang intinya bahwa dalam budidaya udang di kolam terkontrol bila mutu benih udang dapat ditingkatkan dan lingkungan budidaya dapat dikendalikan, maka produktifitas dapat ditingkatkan berkali lipat. Hipotesis ini merupakan catatan yang harus dikerjakan dan memerlukan sejumlah percobaan bagaimana meningkatkan mutu benih dan mengendalikan lingkungan.
Meningkatkan mutu benih tidaklah sulit menemukan metodanya dan melakukannya, tetapi mengendalikan lingkungan internal budidaya atau lingkungan dalam kolam budidaya merupakan pekerjaan yang memerlukan pemikiran 'ntegrasi keilmuan.
Di dalam kolam budidaya, udang makan dan membuang kotorannya pada tempat yang sama , sehingga kotoran harus dikeluarkan dari kolam itu secara periodik. Jikalau tidak, maka kotoran akan menjadi racun dan akhirnya membahayakan si udang. Bisa dibayangkan problemnya, pertama bila dalam sehari jumlah makanan yang diberikan ke dalam kolam sekitar 1.000 kg, maka limbahnya mendekati 300 kg, dan kedua bagaimana rasanya bila hidup bersama kotoran.
Dari serangkaian percobaan yang dilakukan, maka ditemukanlah yang namanya central drain atau toilet untuk udang yang berfungsi membuang kotoran secara mekanis kapan saja sesuai kebutuhan sehingga dasar kolam selalu bersih. Karenanya untuk menunjang tujuan itu, maka konstruksi harus berbentuk bujursangkar atau silinder, dinding dan dasar kolam terbuat dari beton, fiber atau plastik serta ukuran kolam tidak besar agar kotoran dapat dikumpulkan dengan mudah. Kecepatan arus memutar menggunakan kincir air untuk mengumpulkan kotoran juga harus di hitung agar udang tidak terpengaruh.
Memerlukan pemimpin bereputasi
Pricewaterhouse Coopers (PwC) sebuah lembaga riset dunia, berdasarkan hasil kajiannya mengemukakan bahwa di tahun 2045 Indonesia dapat menjadi negara dengan kekuatan ekonomi di peringkat-5 dunia setelah China, Amerika Serikat, India dan Brasil dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar US$ 5,24 triliun dan di tahun 2050 meningkat posisinya menjadi peringkat-4 dengan nilai US$ 10,50 triliun.
Sementara itu di tahun 2018 PDB kita untuk pertama kalinya tembus di angka US$ 1 triliun dan menempatkan Indonesia diurutan 16 dunia. Kekayaan sumberdaya alam Indonesia yang dimiliki, bonus demografi, negara kepulauan yang beriklim tropis adalah pembenaran dari kajian lembaga riset dunia tersebut.
Karena itu negeri ini membutuhkan sejumlah pemimpin atau aktor pembangunan yang memiliki reputasi; mampu menerobos batas; berkemampuan melihat apa yang ada di balik bukit kemudian mengelolanya secara berkelanjutan” untuk kesejahteraan yang sebesarbesarnya. Masyarakat harus diedukasi memilih pemimpin yang memiliki reputasi, sehingga diharapkan sang pemimpin yang terpilih juga akan melahirkan pemimpin-pemimpin bereputasi lebih banyak lagi. Semoga!. (*Ketua Ispikani Sulteng)
Baca juga: Berpikir multi dimensi di era digitalisasi
Baca juga: Dibutuhkan pemimpin yang mampu melihat ke balik bukit
Baca juga: Era industri 4.0, literasi adalah sebuah keniscayaan