Berpikir multi dimensi di era digitalisasi

id Hasanuddin Atjo

Berpikir multi dimensi di era digitalisasi

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulteng Dr Ir H hasanuddin Atjo, MP menjelaskan secara rinci keunggulan teknologi budidaya udang supra intensif skala kecil hari rekayasa teknologi yang dibuatnya dihadapan para pemimpin bank, pengusaha anggota Kadin an HIPMI, akademisi, aparat pemerintah dan media di Palu, Kamis (20/9) (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha) (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha/)

DIGITALISASI kini telah mendominasi aktifitas kehidupan negeri ini. Transaksi bisnis mulai pembelian, pembayaran jasa, sampai pembayaran pajak dan izin hampir semuanya sudah dilakukan melalui jasa aplikasi yang hasilnya lebih cepat, murah dan akurat. Kemajuan teknologi digitalisasi telah mengancam bahkan mematikan sejumlah bisnis konvensional seperti usaha taxi, dan usaha jasa lainnya yang berdampak terhadap pemutusan hubungan kerja dan bertambahnya angka pengangguran, namun memberikan kenyamanan dan kepastian kepada konsumen.

Karena itu semua orang, suka tidak suka dan mau tidak mau dipaksa menyesuaikan dan harus berpikir multidimensial bila tidak ingin ditinggal oleh perkembangan teknologi yang begitu cepat bahkan tidak terlihat.

Multi Dimensi Di era revolusi industri varian 4.0, transaksi umumnya berlangsung dalam satu dimensi (one step) seperti pembelian tiket pesawat melalui aplikasi tanpa adanya rentetan proses lainnya. Sedangkan di era industri varian 5.0 yang telah dimulakan di Jepang per 21 Januari 2019 akan berlangsung secara multi dimensi (multi step).

Saat ini bila anda membeli tiket pesawat udara melalui aplikasi, maka tahapannya step by step. Tahap pertama kita memperoleh kode booking setelah berhasil melakukan pembayaran melalui aplikasi. Proses selanjutnya untuk proses chek in kita harus masuk lagi pada aplikasi lainnya dan seterusnya. Inilah yang menjadi salah satu ciri industri 4.0. Pada industri 5.0, proses tadi telah diintegrasikan dalam satu rangkaian melalui integrasi teknologi digitalisasi dengan big data.

Sebagai ilustrasi bila anda telah membeli tiket pesawat melalui aplikasi, maka proses chek in akan ditawarkan kepada anda dengan sejumlah pilihan (automatis di atur oleh system, memilih sesuai keinginan kita seperti nomor seat, jenis makanan yang ingin di pesan di pesawat, jumlah bagasi kita dan sebagainya) sampai kepada rekomendasi menggunakan jenis transportasi apa ke bandara, pukul berapa idealnya anda harus meninggalkan rumah agar tiba tepat waktu. Dan semuanya terinfomasikan dan terproses dalam satu rangkaian.

Disparitas antarkawasan Indonesia telah diberi berkah sebagai negara berbasis kepulauan, 'archipelago state' terbesar di dunia. Memiliki lima kawasan pulau besar yaitu Sumatra, Jawa-Bali-Nusatenggara, Kalimantan, Sulawesi dan Papua-Maluku. Ditambah luas perairan dan jumlah pulau kecil terbesar di dunia.

Archipelago state di satu sisi memiliki keunggulan komparatif dibandingkan continental state, negara berbasis daratan, namun disisi lain menimbulkan sejumlah tantangan. Keunggulan komparatif antara lain dapat mengatur produksi komoditas karena memiliki musim (kemarau dan penghujan) yang berbeda antar kawasan. Sedangkan tantangan yang dihadapi di antaranya adalah disparitas infrasruktur dan sumberdaya manusia.

Program TOL laut, BBM satu harga merupakan upaya mengurangi disparitas tadi. Meningkatkan kapasitas SDM pada lima kawasan pulau besar tersebut secara proporsional merupakan salah satu program strategis untuk dapat menyesuaikan dengan tuntutan perubahan di era industri 4.0 dan kini menuju 5.0.

Menerobos Batas Melihat fenomena yang telah dikemukakan di atas, maka untuk keluar dari persoalan ketertinggalan disparitas maka diperlukan sejumlah pemimpin yang mampu menyesuaikan dengan perubahan yang begitu dinamis dan terukur atau dengan kata lain pemimpin yang mampu menerobos batas, mampu melihat di balik bukit, berpikir di luar kebiasaan, atau berpikir multi dimensi.

Beberapa pakar kepemimpinan mengemukakan paling tidak ada enam ciri pemimpin yang masuk kategori berpikir multi dimensi yaitu: (1) Metodis, menggunakan metodelogi atau cara yang lazim ahli filsafat dalam berpikir; (2) Sistematis, berpikir dalam suatu keterkaitan antarunsur dalam suatu system, sehingga tersusun suatu pola pemikiran yang philosofis; (3) Koheren, diantara unsur-unsur yang dipikirkan tidak terjadi sesuatu yang bertentangan dan tersusun secara biologis; (4) Rasional, berdasarkan kaedah berpikir yang logis dan benar atau sesuai kaedah logika; (5) Radikal, berpikir secara mendalam sampai ke akar masalah atau sampai kepada tingkat esensinya; dan (6) Universal, muatan kebenarannya bersifat universal, mengarah kepada realitas kehidupan manusia secara keseluruhan. Harapan kita tentunya, tulisan ini dapat menjadi referensi bagi masyarakat Indonesia dalam proses berdemokrasi. *)Ketua Ispikani Sulteng