Opini: Nilai ICOR Indonesia tinggi tapi minat investor rendah

id Hasanuddin Atjo,opini

Opini: Nilai ICOR Indonesia tinggi tapi minat investor rendah

Kepala Bappeda Sulteng Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)

investasi di sektor lainnya (di Sulteng) seperti industri pangan, pariwisata, kreatif serta industri jasa yang melibatkan banyak masyarakat kurang berkembang karena tingginya nilai ICOR. 
Palu (ANTARA) - Indonesia bukan menjadi tujuan utama investasi asing antara lain karena tingginya nilai ICOR (Incremental Capital Output Ratio). Tahun 2018 nilai ICOR Indonesia sebesar 6.6 dan tertinggi di ASEAN dibandingkan  Philipina 3.7, Thailand 4.4, Malaysia 4,5 dan Vietnam 4.6. 

Makna dari ICOR 6,6 bahwa penambahan 1 (satu) unit output dibutuhkan input atau investasi sebesar 6.6 unit dengan kata lain nilai tambah investasi rendah. Karena itu Indonesia bukan menjadi tujuan investasi asing yang populer dan menarik.

Catatan menunjukkan bahwa di tahun 2017 terjadi 37 relokasi pabrik dari China ke luar China dan tidak satupun mampir di Indonesia. Sebanyak 30 pabrik singgah di Vietnam dan sisanya ke Thailand, Malaysia, Philipina bahkan Kambodia. Bahkan di Indonesia terjadi sebaliknya yaitu relokasi pabrik ke Vietnam dan Malaysia seperti pabrik sepatu Nike dan Elektronic Sony. Tentunya situasi dan kondisi ini menjadi tantangan bagi pemimpin dan stakeholders negeri ini yang sedang berjuang meningkatkan pendapatan masyarakat, menekan angka kemiskinan dan pengangguran, menjaga stabilitas harga serta menurunkan angka stunting.

Baca juga: Kelor di tengah kemiskinan dan stunting, peluang dan tantangan pascabencana
Baca juga: Tekad Jokowi wujudkan Indonesia Hebat 2045 dan peran Sulawesi Tengah


Nilai ICOR

ICOR dipengaruhi oleh sejumlah faktor internal antara lain suku bunga tinggi, lahan yang mahal, sejumlah regulasi daerah yang memberatkan, kecepatan pelayanan yang rendah, perilaku dan skill tenaga kerja yang kurang mendukung, serta biaya logistik yang mahal karena lemahnya dukungan infrastruktur. Karena itu upaya memperbaiki nilai ICOR negeri ini harus menjadi salah satu yang prioritas bagi pemerintah pusat dan daerah.

Visi Indonesia maju 2045 merupakan visi panjang yang ingin dicapai dengan target PDB saat itu sebesar 7 triliun dolar US (7 kali dari tahun 2018) dan menempatkan Indonesia di urutan ke 5 negara berpendapatan tinggi. Pendapatan Perkapita saat itu diperkirakan sekitar 23 ribu dolar AS per tahun atau bertambah sekitar 19 ribu dolar AS dari tahun 2018. 

Visi-Misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Jokowi -Ma’ruf Amin 2019 -2024 merupakan upaya memperbaiki nilai ICOR yang tinggi agar minat investasi ke Indonesia meningkat. Lima visi-misi itu adalah (1) melanjutkan pembangunan infrastruktur terutama yang menghubungkan dengan sentra produksi pangan, pariwisata dan kawasan ekonomi, (2) Pengembangan sumberdaya manusia mulai pra sekolah, dasar, menengah, tinggi dan luar sekolah, (3) penyederhanaan regulasi dengan memangkas aturan yang menghambat serta pemberian sejumlah kemudahan, (4) penyederhanaan birokrasi antara lain pengganti tugas jabatan eselon dengan artificial intelegencia atau kecerdasan buatan, dan (5) transformasi ekonomi yang tujuannya agar anggaran pemerintah lebih diprioritaskan kepada kesejahteraan masyarakat. 

Kesemuanya ini tentunya bertujuan meningkatkan Investasi dari luar dan dalam negeri yang berujung kepada peningkatan pendapatan masyarakat, mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, menjaga stabilitas harga serta menekan angka stunting.
Ketua Bappeda Sulteng Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP (kiri) bersalaman dengan Ketua Tim Penjaringan Bacagub DPD PDIP Sulteng Lasnardi usai pemaparan visi dan misi bakal calon gubernur di Palu, Selasa petang (26/11) (ANTARA/Rolex Malaha)


Sulawesi Tengah

Nilai ICOR Sulawesi Tengah di tahun 2018 sebesar 7.14 di atas nasional. Meskipun ICOR tinggi sejumlah investasi tetap masuk ke Sulteng. Ini lebih disebabkan oleh faktor keunggulan sumberdaya yang tidak dimiliki oleh wilayah lain seperti galian C di Palu dan Donggala, minyak dan gas di Banggai serta nikel di Morowali dan Morowali Utara. Namun investasi di sektor lainnya seperti industri pangan, pariwisata dan kreatif, serta industri jasa yang melibatkan banyak masyarakat, kurang berkembang karena tingginya nilai ICOR. 

Fenomena ini dapat dilihat dari Nilai PDRB (perdapatan perkapita) Sulawesi Tengah tahun 2017 yang menunjukkan bahwa pendapatan perkapita yang dihitung bersama tambang sekitar Rp38 juta per tahun dan tidak bersama tambang sekitar Rp32 juta.

Ada sejumlah keunggulan daerah ini yang sesungguhnya dapat dikelola bagi kesejahteraan masyarakat. Keunggulan itu antara lain posisi strategis Sulawesi Tengah terhadap ibu kota negara (IKN) baru di Kalimantan, karena berhadapan langsung dan dipisah oleh selat Makassar yang lebarnya sekitar 200 mil laut.

Daerah ini dapat (1) menjadi penyanggah IKN terkait kebutuhan pangan, produk precast beton (pracetak-pratekan), baterai lithium, tenaga kerja terampil dan bersertifikat sampai kepada memanfaatkan sebagai destinasi wisata bagi IKN, (2) sebagai jembatan penghubung antara IKN dengan Kawasan Timur Indonesia dengan mengintegrasikan tol laut dengan tol darat Tambu-Kasimbar yang akan meningkatkan efisiensi logistik sampai 50 persen ke Maluku Utara, Maluku dan Papua dibanding harus berputar melalui Sulawesi Utara ataupun Sulawesi Selatan.

Baca juga: Hasanuddin Atjo daftar sebagai bakal calon gubernur di PDIP
Baca juga: Ini kata Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP soal keputusannya menjadi bakal calon gubernur


Visi Indonesia Maju 2045 yang menempatkan Indonesia berpendapatan tinggi nomor 5 di dunia, pindahnya ibu kota negara ke kalimantan, serta bonus demografi tahun 2030 tentunya menjadi peluang dan tantangan bagi daerah ini, yang sebentar lagi akan melaksanakan pilkada tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Harapannya pasangan kepala daerah yang terpilih adalah yang mampu memanfaatkan peluang dan kesempatan itu. 

Kriteria pasangan yang dibutuhkan adalah yang mampu berpikir multi dimensi, mampu melihat dibalik bukit serta sebagai penerobos batas yang diharapkan melahirkan tiga kapasitas treepot yaitu entrepreuner, birokrat, dan politisi sebagai modal melahirkan konteks dan kontent pembangunan daerah. Pasangan kepala daerah yang memiliki kapasitas 'treepot' akan mampu menghadapi badai dan tantangan serta cerdas memanfaatkan peluang membawa negerinya keluar dari ketertinggalan menuju kemajuan sebagaimana visi Indonesia Maju 2045. 

Namun semuanya berpulang dari komitmen dan kematangan berdemokrasi sang pemilik hak suara, partai pengusung serta lembaga penyelenggara pilkada. Semua komponen harus berperan mengedukasi masyarakat membangun kematangan berdemokrasi untuk Indonesia Maju 2045. 

Pilkada tahun 2020 merupakan kereta perubahan yang terakhir dan sebahagian besar harus masuk ke dalam gerbong perubahan menuju visi Indonesia Maju 2045 dan bila tidak, akan tertinggal di stasiun. (Hasanuddin Atjo, Kepala Bappeda Sulteng)
Kepala Bappeda Sulteng, Hasanuddin Atjo (kiri) menyerahkan formulir pendaftaran calon Gubernur Sulteng kepada Wakil Ketua DPD Partai Golkar Sulteng, Refli Maramis (kanan) di Kantor DPD Partai Golkar Sulteng di Palu, Jumat (18/10). (ANTARA/Muhammad Arsyandi)