Ibu Tabah, tetap tegar di usia lanjut

id Hasanuddin Atjo

Ibu Tabah, tetap tegar di usia lanjut

Dr Ir H hasanuddin Atjo, MP, Ketua Ispikani Sulteng. (ANTARA/HO-Dokumen pribadi)

Palu (ANTARA) - Ibu ini berusia 72 tahun, saya sebut dia sebagai 'ibu tabah'. Ia dikarunia dua orang anak laki -laki dan satu anak perempuan dari pernikahannya dengan seorang pegawai negeri. 

Suami 'ibu tabah' ini termasuk kategori ulet, agak supel dan sedikit punya bakat wirausaha. Meskipun berstatus pegawai negeri dengan kedudukan akhir boleh dikata cukup tinggi, namun yang bersangkutan sejak pegawai biasa selalu berpikir tentang masa depan anak-anaknya, dan kesiapan di hari tuanya nanti.

Istrinya tidak diberi kesempatan bekerja meskipun sarjana muda ekonomi yang lulus di akhir tahun 60-an. Di saat itu sarjana masih langka dan banyak tawaran kerja untuk bidang yang bersangkutan. 

Tidak heran di saat akan memasuki purnah bakti sebagai pegawai negeri, semua anak 'ibu tabah' telah selesai kuliah dan bekerja. Anak pertama seorang doktor di bidang pangan, anak kedua seorang enjiner listrik dan anak ketiga perempuan dengan predikat seorang dokter ahli. Bahkan sang suami juga bisa menyelesaikan magisternya. 

Demikian juga ibu tabah tidak mau kalah dan sudah menjadi sarjana penuh meski di usia 60 tahun. 

Baca juga: Skenario pengembangan sektor pangan Sulteng hadapi dampak pandemi COVID-19

Pengorbanan yang tulus sang ibu menentukan kesuksesan anak-anaknya sejak dilahirkan hingga semuanya dapat menyelesaikan pendidikan masing-masing sesuai keinginannya. Meskipun dia baru menyelesaikan sarjana penuhnya yang paling akhir.

Kesuksesan keluarga dibidang pendidikan juga dilengkapi dengan hadirnya bisnis keluarga untuk hari tua mereka. Di antaranya usaha rumah kost, wisata kolam renang, dan sarang burung walet. Usaha awal bermula dari rumah kost 20 tahun lalu dengan fasilitas kredit KPR. Kemudian diikuti oleh bisnis lainnya. 

Kebahagian keluarga ibu tabah mulai terganggu, ketika sang suami tiba-tiba terserang penyakit yang membatasi gerakannya dan harus tinggal di rumah. Otomatis bisnis keluarga diambil alih oleh ibu tabah dengan umur sudah tidak mudah lagi sekitar 65 tahun karena anak-anak ibu tabah semua sibuk dengan kerjaan masing-masing. 

Ketika ibu tabah mulai memberi sebagian kewenangan ke anak laki-lakinya untuk mengelola bisnis keluarga, gangguan kebahagian bertambah lagi oleh berpulangnya anak keduanya yang enjiner. Tidak lama kemudan gelombang datang datang lagi dengan meninggalnya suami tercinta, menyusul anak keduanya.

Gelombang cobaan rupanya juga belum reda, dan tak disangka anak pertama, doktor di bidang pangan juga dipanggil menghadap yang khalik menyusul adik dan ayahnya pada usia yang relatif muda dan masih sangat produktif. 

Saat itu Ibu Tabah hampir patah arang dengan kondisi yang menimpanya. Tanpa sengaja terucap dari mulut ibu tabah 'habis semua anak laki-laki saya, tidak ada gunanya yang kita miliki semua ini' seakan-akan protes ke Tuhan. Semuanya yang hadir ikut terenyuh menitikan air mata terbawa oleh arus perasaan masing-masing. 

Baca juga: COVID-19, sadarkan pentingnya keterbukaan dan kemandirian

Beberapa saat kemudian ada salah seorang yang hadir menyadarkan agar kita semua igstifar melafalkan kalimat Astagafirullah, karena semua ini adalah kehendakNya. Kita harus seichlasnya menerima kenyataan seperti ini. Ini  adalah cobaan, dan setiap manusia akan mengalami cobaan dengan kadar dan bentuk berbeda-beda. 

Sang khalik tidak akan memberikan cobaan bagi umatnya yang dipandangnya tidak mampu.

Akhirnya ibu tabah kembali bangkit dan bersemangat dengan tidak henti-hentinya melafalkan kalimat Astagafirullah Al Adzim sebagai bentuk pertobatan ke yang khalik,  Sang penguasa dan pemilik jagad raya atas semua kekecewaan yang sempat ditumpahkan, dan semua kesalahan yang pernah diperbuat. 

Kini ibu tabah di usia yang sudah cukup uzur 72 tahun, dengan kemampuan fisik yang sudah terbatas dan didampingi asistennya kembali menekuni bisnisnya. Sementara anak perempuannya yang berprofesi sebagai dokter ahli belum bisa membantu ibu tabah karena kesibukannya yang super padat.

Ibu tabah pun meneruskan bisnis keluarganya dan tidak menjualnya mengingat amanah dari almarhum suaminya.  Hasil bisnis ini juga dipergunakan untuk membesarkan cucunya yang masih kecil dan kebetulan semuanya perempuan. Ibu tabah kini fokus untuk pendidikan cucunya agar tidak terganggu, karena tinggal itu 'harta yang tertinggal' bersama satu anak perempuannya.

Hikmah apa yang dapat dipetik sebagai proses pembelajaran. Pertama bahwa manusia hanya mampu sebatas merencanakan, namun semuanya berpulang kepada keputusan sang Khalik, sang pemilik alam jagad raya.  Keputusannya merupakan rahasia yang tidak seorang pun bisa mengetahui atau memprediksinya.

Kedua apapun cobaan hidup yang datangnya dari sang Khalik, jangan pernah disesali, jangan pernah seakan protes dan keberatan, karena sesungguhnya ada hikmah dibalik itu yang lebih besar dan menjadi rahasia bagi kita semua. 

Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga pandemi Corona Virus Desease (COVUD-19) segera berlalu. Amin Ya Robbi Al Amin. (Hasanuddin Atjo, Ketua Ikatan Sarjana Perikanan (Ispikani) Sulteng)

Baca juga: Memutus mata rantai kemiskinan