Kepala Kantor Wilayah Perum Bulog Sulawesi Tengah, David Susanto memastikan harga beras di provinsi itu akan tetap stabil meskipun saat ini masih dalam siklus masa rutinitas tahunan yang berdampak terhadap lonjakan harga pangan.
“Kenaikan harga itu kan memang rutinitas tiap tahun, sebenarnya seperti itu pada waktu kondisi bulan November, Desember, Januari, dan Februari pasti ada kenaikan harga beras. Karena kalau di peta pertanian itu musim paceklik," kata David di Palu, Sabtu.
Ia menjelaskan, saat ini memasuki musim rendengan (panen raya), setelah itu di pertengahan tahun masuk masa panenan gaduh (panen antara) yang mana jumlahnya lebih sedikit di banding panen raya, olehnya siklus tahunan ini tidak dapat dihindari.
"Panen gaduh tidak sebesar jumlahnya dengan panen rendengan. Pulau Jawa seperti Jawa Tengah sudah memulai, lalu akan merembet ke Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan juga sudah mulai panen. Sentral produksi lainnya seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), juga sudah mulai panen, termasuk Sulteng dan ini secara perlahan dapat menekan harga beras," tuturnya.
Ia juga menjelaskan bahwa Bulog telah meluncurkan sekitar 3.500 ton stok beras sejak dimulainya program stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) pada awal 2023.
Meskipun program ini upaya intervensi pemerintah melakukan stabilitas, namun Bulog bukan menjadi penguasa pasar selama rentang satu tahun dengan stok Bulog yang hanya menguasai sekitar lima persen pasar yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
“Bulog hanya menguasai sekitar lima persen pasar, selebihnya dikuasai pasar umum, mulai dari hulu hingga hilir," ujarnya.
Ia mengemukakan, Bulog sebagai badan yang mengatur urusan logistik pangan, hanya ditugaskan memerintah menangani cadangan beras pemerintah (CBP) guna menghindari terjadinya kelangkaan beras medium di pasaran.
"Lonjakan harga terjadi pada beras kelas premium. Beras medium juga harus dijaga supaya jangan sampai terdampak. Disini peran Bulog dalam melakukan stabilitas melalui intervensi SPHP," jelas David.