Pengamat: Kebijakan harga gas harus jaga keberlanjutan industri migas

id Harga gas industri,PGN,Reforminer Institute,Komaidi Notonegoro

Pengamat: Kebijakan harga gas harus jaga keberlanjutan industri migas

Ilustrasi - Pegawai PGN tengah mengawasi proses penyaluran gas dari pipa. ANTARA/HO-PGN.

Jakarta (ANTARA) - Pengamat energi yang juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro meminta pemerintah bisa menetapkan harga gas bumi yang mampu menjaga keberlanjutan seluruh mata rantai bisnis gas mulai dari hulu hingga konsumen akhir di hilir.

Menurut dia, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat, berbagai isu terkait harga gas bumi belakangan ini seharusnya dapat dikelola dengan baik oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Selama ini, kebijakan pemerintah untuk menjaga harga gas bumi lebih ditujukan untuk menjaga daya saing industri pengguna gas. Padahal, daya saing industri sebetulnya ditentukan oleh banyak faktor, tidak melulu harga gas,” ujarnya.

Komaidi menilai jika pemerintah melarang kenaikan harga gas, keekonomian proyek gas akan bermasalah lantaran penurunan produksi atau decline rate semakin besar.

Sebab, penurunan produksi biasanya membutuhkan insentif agar keekonomian lapangan gas bisa bertahan. Salah satu insentifnya adalah penyesuaian harga. Kalau penyesuaian ini dilarang, tentu pemerintah harus memberikan insentif lain, baik fiskal maupun nonfiskal.

"Pemerintah harus lebih bijaksana untuk mengakomodasi semua kepentingan. Bukan hanya kepentingan industri pengguna gas, tapi kepentingan seluruh sektor termasuk industri migas. Karena semua sektor penting untuk ekonomi nasional, masing-masing punya peran dan kontribusi sendiri," tegasnya.

Komaidi melanjutkan tanpa adanya penyesuaian harga maupun insentif lainnya, penurunan produksi ini akan berdampak kepada seluruh sektor, termasuk industri pengguna gas. Sebab, penurunan produksi akan mengakibatkan pembatasan kuota bagi industri pengguna gas. Itu sudah menjadi konsekuensi yang tidak bisa dihindarkan.

“Industri pengguna gas sebagai konsumen tentu akan dirugikan. Namun, kebijakan pembatasan kuota ini mau tidak mau harus dilakukan lantaran badan usaha penyalur harus mengatur agar volume dan kuota yang mereka miliki cukup untuk seluruh pelanggan,” terangnya.

Untuk menghindari adanya pembatasan pasokan atau kuota, beberapa opsi bisa dilakukan. Salah satunya dengan mengambil pasokan dari LNG. Namun, harga LNG yang lebih mahal dibandingkan harga gas pipa akan berdampak terhadap harga jual yang akan dibebankan kepada konsumen. Apalagi jika sumbernya adalah LNG impor. Selain harganya berbeda, juga tidak ada kontrol pemerintah terhadap harga. Artinya, harganya akan menggunakan harga pasar.

"Kalau harga gas bisa fleksibel, volume tentu tidak jadi masalah. Badan usaha gas di hilir bisa mengadakan pasokan dari impor. Kemudian, ditetapkan mekanisme yang transparan. Semua pihak tahu harga impor sekian, setelah sampai di plant gate dan di-blended, harganya menjadi sekian sehingga perlu penyesuaian," jelas Komaidi.

Menurutnya, industri pengguna gas sebagai konsumen harus dibiasakan dengan kenaikan dan penurunan harga gas bumi. Jika tidak, maka pilihan pemerintah hanya satu, yakni memberikan subsidi. Pemerintah harus sanggup membayar selisih harga jika memang harga gas tidak boleh naik.

"Kalau dibebankan ke pengimpor, tentu tidak fair. Jika badan usaha gas hilir disuruh impor namun harganya dibatasi, artinya risiko dibebankan kepadanya. Saya kira itu tidak sehat," ucap Komaidi.

Karena itu, pemerintah perlu lebih memperhatikan aspek kewajaran dari proses bisnis di industri migas. Tanpa ada insentif maupun subsidi, kebijakan pemerintah menjadi kurang proporsional. Ibaratnya, pelaku industri migas diminta bekerja keras namun tidak memperoleh insentif karena harga jualnya dibatasi.

Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menolak rencana PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) untuk menaikkan harga gas industri nonharga gas bumi tertentu (HGBT).

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan Medco selaku operator di Blok Corridor di Sumatera Selatan, memang berencana mengajukan penyesuaian harga gas yang dijual ke PGN untuk mempertahankan tingkat produksi di Lapangan Grissik Blok Corridor.

“Kondisi tersebut tentu berpengaruh pada harga gas yang akan dijual PGN. Namun demikian, pemerintah tetap dalam posisi tidak mengizinkan kenaikan harga. Intinya, harga gas tidak naik. Kita akan duduk bareng sama mereka antar berkepentingan," ujar Tutuka awal pekan ini.