Jakarta (ANTARA) - Kebersamaan Pepeng bersama band NAIF selama 24 tahun harus berakhir ketika dia memutuskan cabut dari grup musik itu pada tahun 2021. Selepas keluar dari NAIF, Pepeng melanjutkan karier dengan menekuni pekerjaan sebagai bagian dari tim artist and repertoire (A&R) Sony Music Indonesia. Di perusahaan tersebut, salah satu tugas Pepeng adalah mencari bakat dan mengawasi pengembangan artistik para artis.
Usai menimba ilmu di Sony Music Indonesia, Pepeng kemudian meneruskan karier kantoran dengan mengambil peran di dunia penerbitan lagu. Dia mendapatkan mandat untuk merekrut komposer atau pencipta lagu agar bergabung ke publisher. Tak jarang Pepeng menghadiri ragam diskusi publik atau gelaran komunitas yang bertemakan pengelolaan hak cipta lagu bagi para penciptanya.
Pada wawancara khusus bagian kedua ini, Pepeng juga membagikan cerita mengenai rutinitas pekerjaannya untuk menyebarkan informasi penting mengenai pengelolaan hak cipta lagu kepada para pencipta lagu saat ini.
Ketika berkiprah sebagai membership manager di penerbitan musik, kemampuan apa yang harus dimiliki?
Pertama, kemampuan untuk berkomunikasi, karena saya berhubungan dengan banyak orang dengan tipikal berbeda-beda. Tiap komposer kan punya gaya komunikasi yang khas. Kedua, kemampuan untuk terbuka dengan era digitalisasi, dalam artian walau orangnya nggak harus gadget banget, dalam konteks penerbit musik setidaknya mengerti tentang cara kerja multiplatform dan mengikuti tren.
Lalu ketiga, ilmu manajemen dan administrasi juga harus mumpuni. Kalau kita mau dealing dengan sesuatu, kan harus ada kontrak dahulu. Nah, alur-alur seperti itu harus dipahami dan dijalani. Dasarnya tiga hal itu: ilmu komunikasi, ilmu manajemen, dan mengikuti tren. Kalau ngomongin tren kan terus berubah. Apalagi perputaran di dunia digital cepat sekali. Sekarang tren begini, besok sudah berbeda lagi.
Memang seperti apa tren musik sekarang?
Kalau untuk skala nasional secara umum, sekarang justru Pop Jawa yang sedang diminati. Kalau untuk musik arus-utama, ya sampai sekarang sih model-model solois masih banyak mendominasi, walau sudah agak bergeser. Sepertinya dalam waktu dekat atau ke depan, tren solois sudah mulai agak mau digeser.
Tren musik mau bergeser ke arah mana?
Kalau yang saya lihat dari target-target signing beberapa label, sepertinya mau ke arah format band lagi, minimal duo, lah. Nah, genre-nya seperti apa, hal itu yang saya masih belum tahu.
Berbicara soal label, selama ini pemahaman banyak orang label bisa membentuk tren. Tetapi pada masa sekarang dengan kecenderungan perkembangan teknologi dan model konsumsi musik yang berbeda dengan satu atau dekade lalu, apakah pemahaman seperti itu masih berlaku?
Ada kemungkinan masih bisa berlaku. Akan tetapi yang pasti, si pelaku-pelaku dalam artian talenta-talenta, sudah mulai bisa menciptakan tren sendiri. Semisal di sini lagi musim kayak Mahalini, Nadin Amizah, dan lainnya. Akan tetapi anak-anak muda yang lain dengan format duo atau trio, misalnya, mereka punya platform sendiri yang bisa mengarahkan pendengar berbasis komunitas.
Jadi kalau ada anggapan, “Ah, hari gini mah nggak perlu label”, anggapan itu tidak bisa dibilang salah. Sekarang tergantung dari mindset dari talenta, baik sebagai artist performer, artist cover, atau komposer, untuk menjadi sosok seperti apa dan bermain di mana. Hal itu berpengaruh pada keputusan untuk menjalin kerja sama dengan pihak kedua, misalnya, hanya dengan agregator atau dengan label.
Lalu, kalau ada anggapan bahwa talenta masih membutuhkan label karena perusahaanlah yang memfasilitasi mereka, ya hal itu nggak salah karena dari kacamata label yang memang melakukan investasi. Kalau zaman dulu, sekitar 5 - 10 tahun lalu, label masih merajai dan bisa mengarahkan tren karena segala fasilitas masih belum seperti sekarang. Dan pada masa itu, mungkin pengetahuan si talenta pun belum banyak mendapatkan pencerahan soal distribusi, kerja sama, dan beberapa hal teknis lain, ya?
Betul. Teknologi telah mendisrupsi hal itu. Sekarang, musisi bisa membuat musik dan mengunduh karya mereka hanya dari kamar dengan berbekal banyak aplikasi. Semudah itu.
Omong-omong tentang musik dan label rekaman, selama 2 tahun bekerja di major label, sungguh memberi saya banyak pelajaran tentang hal besar yang nggak banyak diketahui, bahkan oleh praktisi musik itu sendiri. Akan tetapi sayangnya yang dikejar oleh label -- maaf, hanya melulu angka streams. Sementara yang benar-benar dibutuhkan oleh musikus atau performer artist adalah jam terbang panggung.
Panggunglah yang akan mengeksplorasi bakat performer tersebut dan membuatnya bertumbuh menjadi the true artist. Jadi, setelah saya lulus dari kantor label, saya selalu bilang ke artis-artis muda roster label tersebut untuk gercep (gerak cepat) mencari business manager supaya mereka nggak hanya tinggi di angka streams, namun juga tinggi dalam jam terbang panggung.
Seperti halnya streaming market-share negara kita yang luas, panggung-panggung musik kita pun banyak. Seharusnya, para performer artist kita pun punya area bermain yang banyak dan beragam.
**
Pada pengujung Februari lalu, Pepeng dengan menggunakan nama solo Franki Indrasmoro merilis karya perdana bertajuk “Ceriakan Dunia”. Nomor berdurasi nyaris 5 menit itu menandai babak baru karier bermusik Pepeng. Lagu tersebut ditulis pada tahun 2005 dan sempat direkam NAIF untuk menjadi bagian album kompilasi “Kampus 24 Jam Hits vol.2” yang dirilis terbatas di lingkungan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) pada 2007.
Sebelumnya, Pepeng sempat merilis beberapa single di bawah bendera Franki N’ Friends (FNF) Project dengan menggamit sejumlah penampil untuk membawakan karyanya.
Adapun pada proyek teranyar kali ini, Pepeng yang mengisi bagian drum dan vokal mendapatkan dukungan dari duo personel Scaller yaitu Reney Karamoy dan Stella Gareth sebagai produser, lalu ada Adhitomo Kusumo sebagai pencabik dawai bas, Eggy Bayu Pratama untuk mengisi departemen terompet, serta Arnando Putra untuk mengaransemen instrumen terompet dan strings. Selain itu, Pepeng juga melibatkan Irvan Natadiningrat sebagai pengarah vokal.
Oke, sekarang membahas single proyek terbaru. Franki yang dikenal luas sebagai mantan penggebuk drum band NAIF, sekarang memilih maju ke depan jadi vokalis. Apa alasan utama jadi penyanyi pada proyek kali ini?
Sebetulnya saya nggak pede dengan kemampuan bernyanyi. Akan tetapi berdasarkan pertimbangan dari orang-orang yang terlibat dalam produksi, mereka bilang kalau memang lebih cocok kalau saya yang menyanyikan, salah satunya di single perdana “Ceriakan Dunia”.
Berarti, tadinya ada pilihan bukan Franki yang bernyanyi?
Bukan. Malah tadinya saya ingin orang lain yang membawakan lagu saya. Cuma waktu itu belum terpikir siapa. Lalu setelah saya pikir-pikir kembali, kalau yang menyanyikan orang lain, lalu apa bedanya proyek ini dengan FNF, kan? FNF sudah jelas kalau saya bukan talentanya. Setidaknya proyek yang sekarang ada pembeda dengan FNF.
Di proyek ini, karena pakai nama saya, ya kenapa nggak saya saja yang jadi talentanya sekalian? Apalagi setelah saya take vokal dengan vocal director, maka saya jadi lebih pede — pede dengar hasilnya ya, belum sampai ke pede untuk bernyanyi di panggung, untuk merilis single perdana dengan suara sendiri. Sepertinya, saya juga akan menyertakan terus vocal director selama bernyanyi.
Siapa yang menentukan jenis karakter vokal yang ingin ditonjolkan di proyek ini?
Saya sepertinya akan sama Irvnat (Irvan Natadiningrat) terus. Dia tipikal yang menyesuaikan vibe lagu. Karena sosok profesional dan gaek di bidangnya, Irvnat tidak akan mengubah karakter suara yang saya miliki. Bisa jadi malah kalau ada lagu yang keluar dari karakter suara saya, maka bagaimana pun caranya lagu itu akan dikembalikan sesuai dengan karakter saya, entah itu nada dasar atau chord lagu yang diganti, misalnya.
Rencana Franki akan menelurkan 8 single. Apa yang jadi pertimbangan single “Ceriakan Dunia” jadi karya perdana?
Lagu ini menjadi pernyataan kuat bahwa Franki Indrasmoro slash Pepeng adalah eks- personel NAIF yang punya dominasi cukup tinggi pada era album pertama, kedua, ketiga, dan keempat.
Apakah sudah siap dengan berbagai feedback dari orang-orang, baik positif atau negatif?
Siap, sih. Sejujurnya, lebih ke nggak peduli. Akan tetapi saya yakin di antara orang-orang yang nggak suka, pasti akan lebih banyak yang suka karena saya memang mengincar pendengar muda.
Berarti untuk proyek musik kali ini, apakah ada semacam apa ya... evaluasi atau catatan dari proyek-proyek sebelumnya, mungkin?
Kalau di Franki Indrasmoro ini saya egois sebagai seorang kreator: Saya mau ke sini atau ke situ, ya terserah saya. Karena punya sasaran anak-anak muda, saya harus ‘memudakan’ karya itu. Sedangkan di FNF, saya egois sebagai seorang produser sesuai dengan usia dan idealisme. Akan tetapi saya lantas menyadari bahwa ternyata pendengar jadi merasa tidak dihiraukan, nggak relate dengan anak-anak zaman sekarang. Jadi, saya menganggap FNF sebagai proyek beta yang agak prematur untuk dijalankan.
Lalu, bagaimana format Franki Indrasmoro di atas panggung?
Itu dia, saya belum kepikiran format panggungnya. Kalau kamu kenal saya, maka pasti menyadari bahwa hal semacam ini ya memang khas saya banget. Impulsif.
Format yang paling realistis, seperti apa?
Ya saya akan bernyanyi di depan sambil bermain gitar. Jadi nggak mati gaya juga, saya bisa sambil begini, atau begini (mempraktikkan cara memegang gitar).
Yang pasti tidak akan berdiri hanya dengan stand mic, tanpa instrumen apa pun?
Nggak lah! Gilaaa, awkard banget itu tangannya nggak ngapa-ngapain (tertawa lepas). Jadi, memang belum terpikirkan seperti apa nanti manggungnya. Tetapi saat take vokal, Irvnat bilang kalau vibe lagu saya masih sangat ngeband. Saat bernyanyi, saya harus membayangkan sedang manggung sambil memegang gitar di dalam sebuah bar kecil yang disesaki asap rokok. Hal itu supaya energi yang saya bayangkan bisa masuk ke dalam lagu.
Menurut Irvnat, take vokal saya yang sebelumnya tidak terasa nge-blend dengan musik. Ternyata saat take, kita harus melakukan visualisasi dan hal itu jadi ilmu baru lagi buat saya sebagai seorang penyanyi. Punya target apa, baik dari single-single yang nanti dirilis maupun untuk proyek Franki Indrasmoro selama beberapa waktu ke depan?
Selama setahun ini ingin rilis LP (long play atau album penuh).
Belum akan manggung?
Ya kalau di antara rentang waktu itu ada tawaran manggung, ya wes lah manggung. Minimal sepertinya konten live session hari gini harus bikin, sih.
Seingat saya, dulu Franki pernah bilang, nggak suka bermain instrumen cajon. Sudah beradaptasi dengan hal itu? Bagaimana kalau nanti di proyek ini bertemu dengan cajon?
Dulu sama NAIF pernah main pakai cajon. Karena sebetulnya bingung juga untuk mendapatkan pose terbaik saat difoto ketika bermain cajon. Hehe. Tapi... Sepertinya harus tetap dijalani karena saya kan suka tantangan (tersimpul).
Berkaitan dengan pekerjaan sekarang, ada nggak talenta atau komposer yang sangat ingin diajak kerja bareng?
Ada, namanya Aufa (Kantadiredja). Saya jatuh cinta dengan lagu dia yang pertama. Sisanya, saya melihat memang anak ini sangat bertalenta. Kalau berbicara soal komersialisasi lagu, Aufa sangat berpotensi untuk dibawa ke ranah brand. Kualitas musik yang dia dengarkan juga bagus, banyak dari musisi era ’80-an.
Pada era sekarang ini, musik-musik era ’80-an kan sangat menginspirasi. Bahkan di TikTok, banyak anak zaman sekarang yang memasang lagu-lagu ’80-an. Harusnya tren bisa dibuat dari situ. Akan tetapi jangan lupa juga ada faktor luck. Sejauh mana orang berusaha, namun kalau faktor keberuntungan tidak ada, ya itu paling menyebalkan, sih. Kembali lagi, Aufa ini masih sangat muda. Saya mengenal Aufa ketika dia masih berusia 18 tahun dan sempat beberapa kali bermain bersama NAIF.
Pertanyaan terakhir: apa falsafah hidup seorang Franki Indrasmoro?
(Tertawa) Saya yang pasti bukan tipikal orang let it flow, namun punya tujuan. Cuma kadang ketika mengarah ke tujuan, saya sering terdistraksi. Saya sangat berpegang pada timeline.
Falsafah hidup saya apa, ya? Saya belum pernah berdialog dengan diri sendiri tentang hal ini. Mungkin saya cuma ingin seperti apa orang mengenal diri ini dan ternyata kemauan saya sangat banyak. Dulu saya pernah diwawancarai dan dengan lantang berkata saya nggak mau dikenal sebagai Pepeng drummer-nya NAIF saja.
Mungkin sekarang sudah lebih luas lagi: Saya nggak mau dikenal sebagai Pepeng musikus. Pepeng adalah kreator komik, atau ayah-suami yang begini, loh. Jadi, sekilas kayak anak yang haus akan perhatian. Tetapi ternyata ya saya memang begitu orangnya.
Tetapi waktu kecil kan ada di depan: Anak teladan yang mendapatkan banyak apresiasi. Berarti ada tahap perpindahan jati diri Franki yang tampil di muka, lalu meredam ego saat menjadi drummer?
Betul. Kalau diperhatikan pada saat berada di NAIF era 2007 sampai 2020, saya memilih untuk berada di belakang. Ternyata hal itu nggak bagus juga. Hal itu yang membentuk falsafah baru dalam hidup.
Akan tetapi punya pendirian seperti itu capek, tidak?
Iya. Buat orang yang nggak memahami saya, mungkin akan merasa kalau saya capek. Akan tetapi buat saya, hal itu kenikmatan tersendiri. Melompat-lompat dari satu hal ke hal lain. Semua tergambar jelas dari pendapat orang-orang yang menilai saya sebagai adrenaline junkie: Manggung pukul 7 malam, namun baru berangkat dari rumah pukul 7 kurang 45 menit. Hal-hal semacam itu sangat terlihat dalam diri saya (tertawa).
Mereka bertanya, “Memang nggak capek deg-degan seperti itu, Peng?” Saya jawab capek memang, namun saya menikmati.