Polda Sulteng tetapkan dua WNA tersangka kasus pertambangan ilegal di Palu

id Polda Sulteng ,Tersangka pertambangan ilegal ,tersangka WNA,Kota Palu,Sulawesi Tengah

Polda Sulteng tetapkan dua WNA tersangka kasus pertambangan ilegal di Palu

Kabidhumas Polda Sulteng Kombes Pol. Djoko Wienartono (kanan) dan Dirreskrimsus Kombes Pol. Bagus Setiyawan (kiri) memperlihatkan bukti kasus pertambangan ilegal pada kegiatan konferensi pers di Palu, Selasa (4/6/2024). (ANTARA/HO-Humas Polda Sulteng)

Palu (ANTARA) - Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah (Sulteng) menetapkan dua warga negara asing (WNA) asal China sebagai tersangka kasus pertambangan tanpa izin atau ilegal di wilayah Kota Palu.
 
"Pelaku inisial LJ (62) warga negara China, pekerjaan teknisi dan inisial ZX (62), warga negara China, pekerjaan teknisi laboratorium yang keduanya beralamat di Provinsi Hunan, China," kata Kabidhumas Polda Sulteng Kombes Pol. Djoko Wienartono saat kegiatan konferensi pers di Palu, Selasa.
 
Ia menjelaskan tim Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Sulteng menghentikan aktivitas pertambangan yang dilakukan kedua WNA ini di wilayah Vatutela, Kelurahan Tondo, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, pada 20 Mei 2024.
 
Ia mengemukakan tersangka diduga melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin, yakni setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan atau pemurnian, pengembangan dan atau pemanfaatan, pengangkutan, penjualan mineral dan atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin berupa material batu/pasir yang mengandung emas.
 
Saat melakukan penindakan, kata dia, kepolisian menyita tiga unit alat berat excavator, 20 buah tong plastik, empat unit mesin alkon, tiga batang pipa paralon, satu set alat uji sample, dua buah jerigen kapasitas 30 liter berisi bahan kimia hidrolik acid 32 persen dan hydrogen peroksida.
 
"Atas perbuatan kedua tersangka, negara telah dirugikan dari kegiatan pertambangan tanpa izin dengan nominal sekitar Rp11 miliar," ujarnya.

Djoko mengatakan tersangka dijerat dengan pasal 158 dan 161 Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang RI nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
 
"Dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar," ujarnya.