Keluar dari pikiran yang terperangkap, kaitannya dengan Permen KP 56/2016

id hasanuddin atjo

Keluar dari pikiran yang terperangkap, kaitannya dengan Permen KP 56/2016

Kepala Bappeda Sulteng Hasanuddin Atjo saat berkunjung ke Jepang baru-baru ini (ANTARA/HO-Doc.pribadi HA)

Palu (ANTARA) - Pikiran yang terperangkap atau pikiran yang terjebak biasa disebut juga dengan istilah overthingking. Dapat terjadi karena kurang percaya dengan sebuah pendapat, sebuah penemuan, sebuah keputusan atau sebuah perubahan. Kurang tertarik bersosialisasi, berkomunikasi dan mengasah literasi menjadi salah satu satu sebab seseorang terperangkap dengan pikirannya sendiri yang boleh jadi hasilnya bisa benar atau kurang benar.

Ide tulisan ini muncul saat mengikuti dialog di media facebook terkait dengan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 yang menyoroti wacana review Permen KP Nomor 56 tahun 2016 tentang larangan pengambilan dan memperdagangkan lobster, rajungan dan kepiting termasuk larangan lobster kurang dari 200 gram termasuk benihnya serta lobster bertelur.

Permen 56 itu di satu sisi bertujuan untuk menjamin ketersediaan benih dan suply lobster dewasa dari alam. Yang tidak terakomodasi dari permen ini adalah bagaimana pengembangan budidayanya termasuk infrastrukturnya, bagaimana nelayan yang berprofesi sebagai penangkap. Yang semuanya kehilangan pekerjaan. Belum lagi kalau benih lobster tidak diambil maka yang lolos menjadi lobster dewasa kurang dari satu persen. Dan kalau dibudidayakan yang hidup bisa mencapai 70 persen ( pengalaman Vietnam).

Menteri KP Edy Prabowo dan jajarannya dalam proses review permen itu membuka dialog secara terbuka di KKP maupun melalui media sosial (medsos) dengan pendekatan Penta Helix (Pemerintah, Akademisi, Komonitas, Pelaku Usaha dan Media). Banyak pendapat yang awalnya pro dan kontra namun ujungnya mengerucut kepada upaya meminimalisasi dampak yang dirasakan oleh nelayan pengumpul benih dan masyarakat yang membesarkan benih melalui proses penangkaran.

Beberapa opsi yang berkembang dalam dialog di medsos terkait dengan review itu antara lain (1) Menutup ekspor benih lobster, namun mengembangkan budidaya dengan prinsip keberlanjutan suply benih. Bahkan kalau perlu mengundang investor Vietnam dengan tujuan peningkatan produksi dan transformasi. (2) Membuka ekspor benih secara terbatas selama 1-2 tahun sambil mempersiapkan infrastruktur budidaya dan masyarakatnya.

Belajar dari pengalaman dalam melahirkan sejumlah regulasi, kiranya komunikasi, sosialisasi dengan penta helix harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan.

Baca juga: Tak terperangkap dengan pikiran sendiri
Baca juga: Gojang-ganjing ekspor lobster, mengawinkan pihak pro dan kontra

Suasana membangun komunikasi terkait dengan penanganan bencana di Palu. Pendekatan yang dilakukan adalah Penta Helix (ANTARA/HO-dokumen pribadi)