Tak terperangkap dengan pikiran sendiri

id Hasanuddin Atjo

Tak terperangkap dengan pikiran sendiri

Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP, Ketua Ispikani Sulteng dan Ketua SCI Sulawesi. (ANTARA/HO-Dokumen pribadi)

Dalam era digitalisasi ini, semua berlomba membangun efisiensi termasuk di sektor produksi pangan.
Palu (ANTARA) - Penerbangan dua jam Makasar-Jakarta dengan Garuda Indonesia Airways pada Minggu malam, 15 Desember 2019, saya habiskan dengan membaca. Tiba-tiba teringat pada dialog beberapa waktu lalu di sebuah group whatsaap dan saya pun mulai menulis di android. 

Dalam dialog group whatshaap yang saya ikuti itu, rupanya ada peserta yang tidak mengikuti perkembangan yang sangat cepat yang telah terjadi  di tempat lain, sehingga yang bersangkutan tidak bisa percaya apa yang telah terjadi di luar sana.  Bahkan timbul sebuah pernyataan 'mana mungkin.......mana bisa???.  

Saya cuman tersenyum sendiri dan berkata dalam diri waduh, ini gawat, sudah terperangkap, sudah terjebak dengan pikirannya sendiri.

Ketika teknologi budidaya udang vaname supra intensif yang saya temukan pada 2012 dan di launching tahun 2013, hampir semua orang tidak percaya, termasuk sejumlah pakar. 

Pasalnya, produktifitas per hektare sungguh spektakuler karena mencapai 150 ton/ha/musim tanam. Dari kolam contoh seluas 1.000 meter persegi dan kedalaman air 2,75 meter dengan penebaran benih 1 juta ekor, dihasilkan produksi udang sebanyak 15 ton/musim tanam. Kini teknologi budidaya udang supra intensif itu telah berkembang dengan skala yang lebih kecil dengan konstruksi yang sederhana dari plastik yang ditopang kerangka besi sehingga masyarakat bisa mengakses. 

Dalam era digitalisasi ini, semua berlomba membangun efisiensi termasuk di sektor produksi pangan. Kini sejumlah negara berlomba mengembangkan apa yang disebut 'mart farming, smart fisheries dan smart-smart lainnya.  Prinsip dari produksi pangan dengan sistem ini adalah memanfaatkan teknologi digital untuk perencanaan, produksi, dan monitoring, sehingga produksi dapat terukur dan diprediksi. 

Kini memberikan makanan ke udang dengan teknologi supra intensif sudah dapat diprogram dan dikendalikan dari smartphone android yang disebut dengan e-fisheries. Demikian juga dengan pemantauan kualitas lingkungan budidayanya.  Di sektor produksi pangan, penyemprotan dan pemupukan dilakukan melalui pesawat drone yang dikendalikan dengan sistem digital. Monotoring luas tanam, luas panen dan kondisi pertanaman padi sudah dapat dipantau dari android di tangan anda.

Dari ulasan ini terkuak bahwa melalui digitalisasi dengan sarana smartphone, semua menjadi mudah dan cepat. Semua sudah dapat direncanakan, diprediksi dan dikendalikan secara terukur. 

Bagaimana ini bisa bekerja dan bermanfaat, semuanya berpulang kepada kita apakah akan masuk ke gerbong perubahan atau tinggal di stasiun. Harapan saya, kita semua bisa masuk ke dalam gerbong perubahan itu.