Sigi: Masyarakat manfaatkan Idul Adha untuk perkuat persatuan

id sahran raden,pemkab sigi,bupati sigi,politik identitas,mohamad irwan,akademisi uin palu,pemilu 2024,idul adha 2023,Masya

Sigi: Masyarakat manfaatkan Idul Adha untuk perkuat persatuan

Bupati Sigi Mohamad Irwan saat menyerahkan hewan kurban kepada masyarakat di Desa Porame, Kabupaten Sigi. (ANTARA/HO-Prokopim Setda Pemkab Sigi)

Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, mengimbau masyarakat di daerah itu memanfaatkan momentum Idul Adha 1444 Hijriah Tahun 2023 untuk membangun silaturahim antarsesama manusia, demi memperkuat persatuan dan kesatuan.

"Momen pelaksanaan Ibadah Shalat Idul Adha ini senantiasa kita selalu menjaga tali silaturahim dan kebersamaan," kata Bupati Sigi Mohamad Irwan, di Sigi, Sabtu.

Momentum Idul Adha tahun 2023 ini beririsan dengan momentum pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah tahun 2024, yang proses dan tahapannya telah berlangsung.

Oleh karena itu, Bupati Sigi mengingatkan masyarakat agar bersikap dewasa, arif dan bijaksana, serta tidak menyebarluaskan informasi - informasi yang berbau provokatif.

"Karena hal ini hanya akan memberikan dampak potensi terjadinya perpecahan di tengah masyarakat," ujarnya.

Bupati menegaskan bahwa dalam konteks pemilihan umum, setiap orang memiliki hak untuk menyalurkan suara/pilihan, serta memiliki hak partisipasi.

"Memang pilihan boleh berbeda, tapi jangan sampai memecah bela persatuan dan kesatuan di tengah masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan kedewasaan dan tidak memaksakan sifat egois," ujarnya.

Bupati juga meminta kepada multi pihak di daerah itu untuk bersama - sama mencegah politik identitas dalam setiap proses dan tahapan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.

Politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu.Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrem, yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa 'sama', baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya.

Kemudian, kata dia, politik identitas menjadi bermasalah jika dipraktekkan secara ekstrem dengan menjatuhkan, memfitnah dan menghina atas nama agama, suku dan ras.

Terkait hal itu Akademisi UIN Datokarama Palu Sahran Raden mengemukakan dalam pilkada praktek politik identitas terlihat saat pencalonan dan tahapan kampanye. Dalam pencalonan misalnya ada narasi publik yang dikembangkan oleh suatu kelompok terhadap calon tertentu untuk membatasi dan menghambat pencalonan seseorang karena hanya berbeda agama, suku dan ras.

"Politik identitas dengan secara ekstrim digunakan dalam pilkada akan mengganggu demokrasi lokal di daerah. Untuk mencega itu maka dibutuhkan pemilu atau pemilihan yang berintegritas," ungkap Sahran Raden.

Menurut dia, terdapat tiga indikator pemilihan berintegritas yaitu, pertama pemilihan berdasarkan prinsip demokratis dengan hak Pilih yang berlaku secara universal, setara dan adil dalam mewujudkan konstitusionalisme politik dan hak hak sipil warga negara.

Kedua, penyelenggara pemilu yang Melaksanakan pemilihan secara profesional, imparsial dan transparan. Pada semua tahapan pemilihan. Ketiga, Kepatuhan terhadap kerangka hukum pemilihan dan menghadirkan etika pemilihan yang bermartabat pada semua siklus dan tahapan pemilihan.