Sekprov Sulteng ingatkan politik balas budi jika ASN tidak netral

id Sekprov Sulteng,Novalina,Pilkada Sulteng,Pilkada Serentak,Netralitas ASN,Politik Balas Budi

Palu (ANTARA) - Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulawesi Tengah Novalina mengingatkan adanya politik balas budi, jika aparatur sipil negara (ASN) tidak netral di Pilkada Serentak 2024.

"ASN wajib netral. Tidak berpihak pada salah satu pasangan calon. Jika tidak netral, salah satu yang dikhawatirkan adalah politik balas budi," katanya di Palu, Sabtu.

Lanjut dia, politik balas budi akhirnya mempengaruhi jalannya pemerintah dan birokrasi di daerah. Lanjut dia, penempatan dan promosi ASN pasti tidak akan sesuai dengan sistem meritokrasi atau memberikan kesempatan kepada seseorang untuk memimpin berdasarkan kemampuan atau prestasi.

"Nantinya, birokrasi tidak profesional lagi dalam melaksanakan tugas-tugasnya," ujarnya.

Selain itu, kinerja perangkat daerah dan pemerintah daerah, pada akhirnya tidak bisa melayani masyarakat secara adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip prima pelayanan publik.

Dia menjelaskan pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan terkait netralitas ASN, bahkan menyiapkan berbagai macam sanksi yang diberikan secara berjenjang. 

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mengingatkan netralitas aparatur sipil negara (ASN), dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2024.

"Bawaslu bisa melakukan penindakan terhadap pelanggaran netralitas ASN yang terlibat politik praktis," katanya Ketua Bawaslu Sulteng Nasrun.

Dia menjelaskan netralitas ASN telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Terkait pelanggaran di Pilkada serentak, Nasrun mengatakan penindakan dapat dilakukan setelah usai penetapan calon peserta, atau pada tanggal 22 September 2024.

Dalam Pasal 5 huruf (n) PP Nomor 94 tahun 2021, disebutkan ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon presiden/wakil presiden, calon kepala daerah/wakil kepala daerah, calon anggota DPR, calon anggota DPD, atau calon anggota DPRD dengan cara, pertama ikut kampanye. Kedua, menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS. Ketiga, sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain.

Keempat, sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara. Kelima, membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Keenam, mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. Ketujuh, memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.