Palu (ANTARA) - Pemerintah daerah dan pusat tengah melakukan berbagai upaya dan persiapan untuk pelaksanaan kembali pembelajaran secara tatap muka di tengah pandemi COVID-19.
Demikian pula dengan Pemerintah Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Pemkot setempat menyiapkan rencana itu untuk Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), agar dapat menjalankan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka mulai awal 2021.
Untuk menciptakan pembelajaran tatap muka yang aman dan sehat, di mana virus corona jenis baru tersebut tidak menjangkit tenaga pendidik dan peserta didik, maka upaya-upaya pencegahan dengan merancang dan menerbitkan regulasi di tingkat daerah dilakukan.
Langkah itu, berdasarkan protokol kesehatan pencegahan penularan dan penyebaran COVID-19 dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang penyesuaian kebijakan penyelenggaraan pembelajaran pada Tahun Pelajaran 2020/2021 dan Tahun Akademik 2020/2021 di tengah pandemi COVID-19 yang terbitkan pada 7 Agustus 2020.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Palu merancang protokol kesehatan terkait dengan bidang pendidikan untuk mengatur tenaga pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik berpartisipasi melakukan kegiatan pembelajaran tatap muka di sekolah di tengah pendemi COVID-19.Kepala Disdikbud Kota Palu Ansyar Sutiadi menyatakan tujuan dibuat protokol pendidikan tersebut untuk melindungi tenaga pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta didik dari ancaman penularan dan penyebaran COVID-19 saat melangsungkan pembelajaran tatap muka.
Protokol pendidikan tidak hanya mengatur disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan, yakni mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak (3M) saja, akan tetapi juga teknis melangsungkan pembelajaran tatap muka di sekolah.
Dalam protokol pendidikan itu tenaga pendidik atau guru diberi durasi mengajar hanya 20 menit dalam satu jam, sedangkan biasanya 45 menit per jam.
Selanjutnya, tenaga pendidik wajib menjaga jarak minimal satu meter dengan peserta didik saat pembelajaran berlangsung.
"Kemudian dalam menyiapkan soal tenaga pendidik tidak boleh bersentuhan langsung dengan peserta didik. Semua kami atur. Begitu juga bagi peserta didiknya,"katanya.
Saat melangsungkan pembelajaran tatap muka, peserta didik wajib menjaga jarak antara sesama dan dengan tenaga pendidik, serta wajib memakai masker.
Mereka juga wajib membawa bekal dari rumah untuk menghindari jajan di luar saat jam pelajaran yang dapat mengakibatkan kerumunan.
Bagi orang tua peserta didik, mereka wajib mengantar dan menjemput anaknya tepat waktu.
"Jika tidak bisa maka sebaiknya anaknya melangsungkan pembelajaran secara dalam jaringan (daring) saja," ucapnya.
Di wilayah sekolah juga demikian, pihak sekolah wajib menyediakan sarana sanitasi, mampu mengakses fasilitas layanan kesehatan antara lain pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), klinik, rumah sakit.
Selain itu, menyiapkan area wajib memakai masker kain atau masker tembus pandang bagi yang memiliki peserta didik disabilitas rungu, dan menyiapkan alat pengukur suhu badan.
Pihak sekolah juga wajib menetapkan warga satuan pendidikan yang tidak boleh melakukan kegiatan di satuan pendidikan, seperti mereka yang memiliki kondisi medis penyerta (komorbid) yang tidak terkontrol, tidak memiliki akses transportasi yang tidak memungkinkan penerapan jaga jarak, memiliki riwayat perjalanan dari zona oranye dan merah atau riwayat kontak dengan orang terkonfirmasi positif COVID-19, dan belum selesai isolasi mandiri selama 14 hari.
"Wajib membuat kesepakatan bersama komite satuan pendidikan terkait kesiapan melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan. Proses pembuatan kesepakatan tetap perlu menetapkan protokol kesehatan," katanya.
Jika semua itu telah dilakukan, ia menyatakan pihak sekolah dapat mengajukan permohonan untuk melakukan pembelajaran tatap muka kepada Disdikbud Kota Palu.
Setelah itu, pihak sekolah melakukan simulasi pembelajaran secara tatap muka. Jika memenuhi syarat maka Disdikbud Palu mengusulkan ke Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Kota Palu.
"Kemudian satgas mengeluarkan rekomendasi untuk diteruskan kepada Wali Kota Palu," tambahnya.
Keputusan pembelajaran tatap muka di sekolah berada di tangan para kepala daerah masing-masing.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan pemerintah pusat memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah (pemda) dalam hal ini kepala daerah, untuk melakukan pembelajaran tatap muka mulai semester genap 2020/2021 atau Januari 2021.
“Pemerintah melakukan penyesuaian kebijakan untuk memberikan penguatan peran pemda atau kantor wilayah atau Kementerian Agama setempat. Pemberian kewenangan penuh pada pemda tersebut dalam penentuan pemberian izin pembelajaran tatap muka,” ujarnya dalam pengumuman penyelenggaraan pembelajaran semester genap TA 2020/2021 di masa pandemi COVID-19 di Jakarta, Jumat (20/11).
Pemberian izin tersebut dapat dilakukan secara serentak atau bertahap, per wilayah kecamatan dan atau desa/kelurahan. Hal itu berlaku mulai semester genap Tahun Ajaran 2020/2021 atau Januari 2021.
“Pemerintah daerah dan sekolah diharapkan meningkatkan kesiapan untuk penyesuaian ini dari sekarang hingga akhir tahun,” ujar dia.
Pembelajaran tatap muka harus dilakukan dengan izin berjenjang, mulai dari pemerintah daerah/kanwil/kantor Kemenag, dan tetap dilanjutkan dengan izin berjenjang dari satuan pendidikan dan orang tua.
“Jadi harus ada persetujuan orang tua melalui komite sekolah dan juga kepala sekolah dan kepala daerah,” kata dia.
Pembelajaran tatap muka diperbolehkan, katanya, namun tidak diwajibkan.
Peta zona risiko dan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 nasional tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka.
Nadiem mengatakan terdapat dua prinsip kebijakan pendidikan di tengah pandemi COVID-19, yakni kesehatan dan keselamatan peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat.
Mereka menjadi prioritas utama pertimbangan dalam menetapkan kebijakan pembelajaran dan tumbuh kembang peserta didik.
Selain itu, kondisi psikososial juga harus mendapatkan tempat penting dalam pertimbangan daerah untuk pemenuhan layanan pendidikan anak didik di tengah pandemi COVID-19.