Palu (ANTARA) - Koordinator program keluarga harapan (PKH) Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah menyesalkan tindakan sejumlah oknum tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK) yang disinyalir melakukan intimidasi kepada para agen penyalur program bantuan sosial (bansos) sembako.
"Saya juga sudah banyak menerima laporan, bahkan beberapa kali turun lapangan dan memang hal itu terjadi. Jika seperti itu, tenaga pendamping yang nakal ini lebih baik keluar dari TKSK dan sekalian saja menjadi suplayer," kata Koordinator program keluarga harapan (PKH) Kota Palu, Wahyudi di Palu, Kamis, menanggapi adanya isu sejumlah oknum TKSK yang melakukan tindakan intimidasi tersebut.
Ia menjelaskan berdasarkan aturan yang telah ditetapkan bahwa TKSK mempunyai tugas dan tanggung jawab, salah satu di antaranya melakukan identifikasi, inventarisasi dan pendataan terhadap potensi dan sumber kesejahteraan sosial dan penyandang masalah kesejahteraan sosial di wilayah kecamatan.
Selain itu, lanjut dia, mengembangkan jejaring dan koordinasi penyelenggara usaha kesejahteraan sosial dengan instansi terkait dan pihak terkait lainnya di tingkat Kecamatan, dan selanjutnya melakukan monitoring, evaluasi dan membuat laporan pelaksanaan tugas secara tertulis yang disampaikan kepada dinas sosial kabupaten/kota dengan tembusan kepada dinas sosial provinsi dan Direktorat Pemberdayaan Kelembagaan Sosial Masyarakat Ditjen pemberdayaan Sosial Departemen Sosial RI.
"Jika mengacu pada uraian tugas pendamping itu, maka apa yang terjadi di Kota Palu dengan tindakan beberapa oknum TKSK itu sudah terlalu jauh dan menyimpang," ujarnya.
Oleh karena itu, ia minta pihak-pihak terakit, termasuk dinas sosial hendaknya menindaklanjuti masalah tersebut agar peran tenaga pendamping tersebut tidak lagi menyimpang dari tugas dan tanggung jawabnya.
"Jangan jadi pendamping.Lebih baik sekalian aja jadi agen atau suplayer," ujar Wahyudi dengan nada tegas.
Hasil konfirmasi ANTARA kepada pihak, baik agen e-warung maupun koordinator program PKH di Kota Palu meminta agar masalah ini dapat ditindaklanjuti oleh pihak-pihak berkompoten agar bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak.
Sejumlah pihak e-warung yang ada di beberapa titik permukiman penduduk di Kota Palu menyampakan bahwa banyak agen/e-warung dan RPK merasa sangat tertekan oleh tindakan oknum tenaga pendamping/TKSK tersebut.
Bahkan, kata salah seorang pemilik agen/e-warung berinisal NA di wilayah Kecamatan Taweli, Kota Palu mengaku penyaluran bansos bulan Maret 2021 belum bisa memenuhi kebutuhan keluarga penerima manfaat (KPM) seperti halnya di bulan-bulan sebelumnya karena ulah oknum TKSK yang melarang mengambil barang/bahan dari Perum Bulog sebagai pemasok bansos sembako tersebut.
Padahal, kata dia, biasanya setiap tanggal 1 (satu) mereka sudah menerima pencairan dan KPM langsung datang menerima jatah bansosnya yang sudah disediakan oleh e-warung.
Pada bulan Januari-Februari 2021 misalnya, pencairan/penyaluran berjalan lancar, akan tetapi pada Maret 2021 hingga kini belum bisa dilakukan, sebab tiba-tiba saja oknum petugas pendamping (TKSK) di wilayah itu melarang mereka untuk mengambil atau membeli barang/bahan kebutuhan dari Bulog setempat.
"Pak kami dilarang keras oleh pendamping mengambil barang/bahan dari Bulog seperti beras, telur ayam dan daging ayam,tanpa penjelasan yang mendasar," kata dia.
Padahal, lanjut dia, selama ini ketiga jenis sembako tersebut dipasok oleh Bulog dengan harga yang jauh lebih murah jika kita bandingkan dengan suplayer lain.
"PKM puas dengan semua jenis sembako yang mereka terima dari Bulog, sebab kualitas, kuantitas dan harganya terjangkau," ujarnya.
Mereka juga bingung dengan tindakan yang dilakukan oknum TKSK tersebut yang menegaskan kepada agen tersebut agar tidak boleh mengambil barang bansos dari Bulog tanpa ada alasan mendasar.
"Seharusnya, kami bebas untuk menentukan mengambil barang/bahan yang dibutuhkan tersebut dari suplayer yang tentu kualitas barangnya dijamin dan harganya bisa dijangkau. Tapi kenyataannya, justru kami mau diarahkan untuk membeli kepada suplayer tertentu yang ditunjuk oleh pendaping/TKSK," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Imran, seorang pemilik agen e-warung dan RPK di Kecamatan Mantikulore. Ia mengaku adalah salah satu korban dari ulah oknum tenaga TKSK di wilayah itu.
"Karena saya tidak setuju dengan keinginan oknum tenaga pendamping TKSK yang menetapkan sendiri harga penjualan dan mengambil barang/bahan dari suplayer yang ditunjukannya, akhirnya jumlah kuota KPM kami dikurangi," kata dia.
Bahkan, lanjut dia, oknum TKSK juga mengancam untuk mencabut usaha e-warung yang dijalankannya, yakni e-warung Wanua Baru yang kini hanya melayani sekitar 50 KPM dari sebelumnya berjumlah sekitar 200 PKM.
"Sebagian besar PKM yang sebelumnya mengambil sembako di e-warungnya, kini telah dipindahkan oleh TKSK ke tempat lainnya. Ini gara-gara kami tidak mau mengikuti arahan oknum TKST tersebut," ujarnya.
Dia menyebutkan selama ini bansos sembako berupa beras, telur dan daging ayam disuplai oleh Bulog karena sebelum e-warung dibentuk oleh BRI, usahanya sebagai RPK mitra Bulog.
Menurut dia, apa yang dilakukan oleh oknum TKSK itu kepada agen adalah bentuk intimidasi dan penyelewengan dari tugas pokok mereka, sehingga perlu mendapat perhatian dari pemerintah melalui Dinas Sosial dan Kementerian Sosial.
Kekesalan lain juga diungkapkan salah seorang agen e-warung yang ada di wilayah Kecamatan UlujadiKota Palu. Pemilik e-warung ini mengatakan pihaknya merasa tertekan atau intimidasi oleh oknum TKSK, bahkan mereka diancam akan ditutup atau dikuransi jumlah KPM jika tidak sejalan dengan arahan oknum pendamping TKSK di wilayah itu.
Dia mengatakan selama ini penanganan kebutuhan bansos untuk dua wilayah Kota Palu dan Desa Panembani di Kabupaten Donggala. Empat jenis sembako yakni beras, telur, daging ayam dan tempe untuk KPM di wilayah Kecamatan Ulujadi dan juga KPM di Desa Panembani, Kabupaten Dongala selama ini, katanya.
"Saya yang melayani bansos sembako untuk dua wilayah tersebut dan selama ini berjalan dengan baik, tetapi beberapa waktu lalu, oknum tenaga pendamping/TKSK kami mengancam untuk memindahkan sebagian dari jumlah KPM jika tidak mau bekerja sama," ujarnya.
"Kerja sama dimaksud, kata dia, barang/bahannya pendamping yang menyediakan (atau ada suplayer yang ditunjuk) oleh pendamping program dimaksud. Persoalan ini harus segera ditindak lanjuti oleh semua pihak terkait," ujarnya.
Menurut dia, karena hal ini sangat meresahkan agen, maka semestinya bebas dalam memesan barang/bahan yang dibutuhkan tersebut, agar jangan lagi mereka diarahkan untuk membeli/memesan kepada suplayer tertentu.