Sudah saatnya berani untuk tangkal pelecehan seksual

id umm-leceh

Sudah saatnya berani untuk tangkal pelecehan seksual

Mughni Rahmadilla*

Palu (ANTARA) - Sekitar 82% perempuan Indonesia telah mengalami pelecehan seksual. Sebagai perempuan kita jadi harus terbatasi ruang geraknya, diciutkan nyalinya, dipasung ekspresinya, diberatkan langkahnya, dan dibuat bertanya-tanya apakah diri kita berharga? Ketika mengalami pelecehan seksual perempuan dipandang sebagai aib karena perempuan memang dipandang atau dianggap sebagai simbol kesucian dan kehormatan. Tak jarang juga korban pelecehan seksual  disalahkan sebagai penyebab terjadinya pelecehan seksual. Ini membuat korban pelecehan seksual seringkali bungkam dan memilih untuk diam.

Di kesempatan kali ini, saya ingin membahas terkait pelecehan seksual yang seakan-akan sudah dipandang biasa oleh mata masyarakat. Pelecehan seksual merupakan tindakan yang tidak diinginkan yang merujuk kepada seks, baik secara verbal maupun secara fisik, dan dapat terjadi  lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korbannya. Beberapa contoh pelecehan seksual di antaranya, perilaku menggoda, pelecehan gender, penyuapan seksual dan masih banyak lagi.

Pelecehan seksual  tidak jarang memberikan dampak yang sangat buruk bagi korbannya yang mempengaruhi kondisi psikis, fisik, dan mental, bahkan hingga meninggal. Yang menjadi permasalahan besar di sini yaitu terkait dengan penanganan kasus pelecehan seksual yang belum maksimal dan juga upaya kita untuk menangkal pelecehan seksual yang mungkin tanpa kita sadari sering terjadi di sekeliling kita.

Nah artinya di sini, siapapun bisa melakukan kejahatan pelecehan seksual, baik laki-laki maupun perempuan, dan juga dilakukan kepada siapapun itu termasuk istri atau suami, orang tua, saudara kandung, teman, pacar, kerabat dekat, hingga orang yang tak dikenal. Pelecehan seksual juga dapat terjadi kapan saja, di mana saja, baik di rumah, tempat kerja, sekolah, kampus, pasar maupun di angkutan umum.

Sementara itu, mitos mengatakan pelecehan seksual hanya menyasar kepada  perempuan yang sedang sendiri dan terjadi di malam hari di tempat yang sepi, berbusana mini, siapa bilang? Data memang menunjukan sebagian besar pelecehan seksual masih menyasar perempuan seperti data dari penelitian atau survei global yang dilakukan L’Oreal Paris dan IPSOS menunjukan bahwa sebagian besar korban adalah perempuan. Akan tetapi, lokasi yang paling banyak terjadi pelecehan seksual adalah ruang publik seperti jalan umum, transportasi publik, lalu sekolah atau kampus.

Data dari Komnas Perempuan Anak per Juli 2021 menyebutkan bahwa Indonesia sudah terdapat 1.902 kasus. Dan kasus pelecehan seksual di ruang publik ternyata paling tinggi, dan bukan terjadi di malam hari, tetapi terjadi di siang hari. Ditambah lagi jenis pakaian yang dikenakan oleh korban secara statistik bukan hal yang signifikan. Ini semua terjadi di ruang publik, yang mana seharusnya terjaga karena tertoreh kata “publik”di sana.
 
Pelecehan  seksual sering kita temui dan sering terjadi di sekeliling kita bahkan tepat di depan sepasang bola mata kita, Pertanyaannya, apa yang sungguh bisa kita lakukan? Salah satu metode yang bisa kita lakukan seperti metode yang dikemukan L’Oreal Paris melalui Stand-Up internasional.com yang bernama 5D atau lima cara melindungi seseorang yang mengalami pelecehan seksual yakni Ditegur, Dialihkan, Dilaporkan, Ditenangkan, dan Dokumentasikan.
 
Pertama, dengan cara Ditegur. Berbicaralah dan tegur pelaku pelecehan, lalu alihkan perhatian kita kepada orang yang dilecehkan. Abaikan jika pelaku merespon, dan jangan memperkeruh situasi. Ini metode yang jitu, namun juga sangat beresiko, sehingga perlu keberanian yang penuh dan pastikan keamanan diri sendiri dan korban terjaga.
 
Kedua, dengan cara Dialihkan. Berpura-pura menjadi teman, menanyakan waktu, alihkan perhatian, kita bisa melakukan hal yang kreatif, yang intinya ciptakan gangguan untuk aksi pelecehan itu.

Ketiga, dengan cara Dilaporkan. Temukan seseorang yang berwenang (misalnya guru, bartender, atau pengemudi bus) dan minta mereka membantu apabila merasa tidak bisa melakukan pencegahan sendirian. Selain itu kita sangat boleh untuk melaporkan kasus seperti ini kepada pihak kepolisian, namun ingat, tidak semua korban bisa nyaman jika berurusan dengan polisi, jadi harus melihat keadaan korban dulu dengan baik.
 
Keempat, dengan cara Ditenangkan. Kita bisa menenangkan korban pelecehan setelah pelecehan itu terjadi, dan akui bahwa perilaku tersebut salah. Kita bisa memposisikan diri kita sebagai seorang teman.

Kelima, dengan cara Didokumentasikan. Perhatikan baik-baik tindakan pelaku dan saksikan, tuliskan atau rekan video pelecehan lalu berikan rekaman kepada korban dan jangan pernah memposting rekaman atau menggunakannya tanpa izin dari korban. Biarkan korban yang menggunakan dokumentasi tersebut.

Saat mengalami pelecehan seksual, tentunya mental dan psikis seseorang akan terganggu. Di satu sisi, tekanan sosial dan rasa malu juga membuat korban merasa tersudutkan dan  enggan melaporkan diri ke pihak berwajib. Untuk itu, marilah kita bersama-sama berani untuk menangkal pelecehan seksual. Semoga pembahasan di atas bisa memberikan pemahaman kepada kita semua agar terhindar dari pelecehan seksual.

*Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang