Kementerian BUMN berupaya perluas penjaminan untuk usaha ultra mikro
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berupaya untuk memperluas jangkauan penjaminan di seluruh desa di Indonesia agar pelaku usaha ultra mikro dapat meningkatkan bisnis.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (Tiko) mengatakan untuk membuat bisnis usaha ultra mikro berkelanjutan diperlukan tiga aspek yakni akses perbankan yang mudah, penjaminan di awal kredit, dan pembinaan.
"Penjaminan ini kami usulkan diperluas lagi untuk ultra mikro. Pemerintah harus hadir memberikan penjaminan di awal, supaya mereka dalam 1-2 siklus pertama kalau pembayaran macet, ada Pemerintah yang menalangi," ujar Tiko dalam diskusi daring "How Ultra Micro Holding Connects Finance to Millions in Indonesia" di Jakarta, Jumat.
Tiko menyampaikan, untuk membangun masyarakat Indonesia yang sejahtera, perlu dorongan akses finansial dari unit usaha paling kecil. Selain itu, calon pelaku usaha perlu dibina dalam mengatur keuangan dan diberikan akses penjaminan yang mudah.
Tiko mengatakan, saat ini bisnis pelaku usaha ultra mikro mulai berlanjut dan diharapkan dapat naik kelas menuju tingkat selanjutnya.
"Semua transformasi itu butuh waktu yang lama, anggap 1 dekade dapat mendorong kemakmuran masyarakat di level rural secara masif, itu akan mengubah wajah Indonesia secara signifikan. Saya ingin memastikan bahwa kita mentransform, membangun Indonesia dari pedesaan," kata Tiko.
Di sisi pembinaan, Tiko menekankan bahwa hal ini menjadi bagian yang sangat penting agar pelaku usaha ultra mikro memiliki kompetensi.
"Tidak bisa hanya dikasih uang, dikasih penjaminan tapi juga harus dibina supaya mereka tahu cara mengatur cashflow-nya biar benar. Aspek pembinaan ini akan kita perkuat agar mereka bisa naik kelas," ucapnya.
Pada 2018, terdapat 45 juta bisnis ultra mikro yang membutuhkan pembiayaan. Dari total tersebut, hanya 15 juta bisnis ultra mikro yang sudah terlayani oleh layanan keuangan formal, yang terdiri dari tiga juta bisnis yang dilayani bank, tiga juta ke gadai atau pawn lending, enam juta ke group lending, 1,5 juta ke BPR dan 1,5 juta fintech.
Sementara itu, lima juta ultra mikro memenuhi kebutuhan pendanaan dari rentenir (loan shark) dan tujuh juta ke keluarga dan teman, sementara 18 juta tidak terlayani sama sekali.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (Tiko) mengatakan untuk membuat bisnis usaha ultra mikro berkelanjutan diperlukan tiga aspek yakni akses perbankan yang mudah, penjaminan di awal kredit, dan pembinaan.
"Penjaminan ini kami usulkan diperluas lagi untuk ultra mikro. Pemerintah harus hadir memberikan penjaminan di awal, supaya mereka dalam 1-2 siklus pertama kalau pembayaran macet, ada Pemerintah yang menalangi," ujar Tiko dalam diskusi daring "How Ultra Micro Holding Connects Finance to Millions in Indonesia" di Jakarta, Jumat.
Tiko menyampaikan, untuk membangun masyarakat Indonesia yang sejahtera, perlu dorongan akses finansial dari unit usaha paling kecil. Selain itu, calon pelaku usaha perlu dibina dalam mengatur keuangan dan diberikan akses penjaminan yang mudah.
Tiko mengatakan, saat ini bisnis pelaku usaha ultra mikro mulai berlanjut dan diharapkan dapat naik kelas menuju tingkat selanjutnya.
"Semua transformasi itu butuh waktu yang lama, anggap 1 dekade dapat mendorong kemakmuran masyarakat di level rural secara masif, itu akan mengubah wajah Indonesia secara signifikan. Saya ingin memastikan bahwa kita mentransform, membangun Indonesia dari pedesaan," kata Tiko.
Di sisi pembinaan, Tiko menekankan bahwa hal ini menjadi bagian yang sangat penting agar pelaku usaha ultra mikro memiliki kompetensi.
"Tidak bisa hanya dikasih uang, dikasih penjaminan tapi juga harus dibina supaya mereka tahu cara mengatur cashflow-nya biar benar. Aspek pembinaan ini akan kita perkuat agar mereka bisa naik kelas," ucapnya.
Pada 2018, terdapat 45 juta bisnis ultra mikro yang membutuhkan pembiayaan. Dari total tersebut, hanya 15 juta bisnis ultra mikro yang sudah terlayani oleh layanan keuangan formal, yang terdiri dari tiga juta bisnis yang dilayani bank, tiga juta ke gadai atau pawn lending, enam juta ke group lending, 1,5 juta ke BPR dan 1,5 juta fintech.
Sementara itu, lima juta ultra mikro memenuhi kebutuhan pendanaan dari rentenir (loan shark) dan tujuh juta ke keluarga dan teman, sementara 18 juta tidak terlayani sama sekali.