Konstruksi perkara penetapan PPK Kemenag menjadi tersangka

id KEMENAG, UNDANG SUMANTRI, KPK

Konstruksi perkara penetapan PPK Kemenag menjadi tersangka

Dari kiri-kanan. Juru Bicara KPK Febri Diansyah bersama dua Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Laode M Syarif saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Senin (16/12/2019). (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara penetapan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Undang Sumantri (USM) sebagai tersangka baru dalam pengembangan perkara korupsi pengadaan barang/jasa di Kemenag Tahun 2011.

Ada pun pengadaan yang dimaksud, yakni peralatan laboratorium komputer untuk Madrasah Tsanawiyah dan pengadaan pengembangan sistem komunikasi dan media pembelajaran terintegrasi untuk jenjang Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Tahun 2011.

"Konstruksi perkara, diduga telah terjadi dua dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara ini," ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Senin.

Perkara pertama, terkait pengadaan peralatan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah.

"Pada Agustus 2011, pimpinan Komisi VIII DPR RI bersama Badan Anggaran Komisi VIII DPR RI menandatangani lembar persetujuan program dan kegiatan RAPBN-P Kemenag Tahun Anggaran 2011. Terdapat alokasi anggaran total Rp114 miliar," ucap Syarif.

Alokasi anggaran tersebut untuk pengadaan peralatan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah sebesar Rp40 miliar, pengembangan sistem komunikasi dan media pembelajaran terintegrasi pada jenjang Madrasah Tsanawiyah sebesar Rp23,25 miliar.

Terakhir, pengembangan sistem komunikasi dan media pembelajaran terintegrasi pada jenjang Madrasah Aliyah sebesar Rp50,75 miliar.

"Tersangka USM selaku PPK di lingkungan Ditjen Pendis Kemenag mendapat arahan agar untuk menentukan pemenang paket-paket pengadaan pada Ditjen Pendis tersebut sekaligus diberikan 'daftar pemilik pekerjaan'," ungkap Syarif.

Kemudian pada Oktober 2011, tersangka Undang selaku PPK menandatangani dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) spesifikasi teknis laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah yang diduga diberikan oleh PT CGM yang ditawarkan paket pekerjaan tersebut.

"Setelah lelang diumumkan, PT CGM menghubungi rekanannya dan meminjam perusahaan untuk mengikuti lelang dengan kesepakatan 'biaya peminjaman' perusahaan," tuturnya.

Selanjutnya pada November 2011, diduga terjadi pertemuan untuk menentukan pemenang dan segera mengumumkan PT BKM sebagai pemenang.

"Atas pengumuman tersebut, perusahaan-perusahaan lain yang menjadi peserta lelang tersebut menyampaikan sanggahan. Tersangka USM selaku PPK mengetahui adanya sanggahan tersebut, namun setelah bertemu dengan pihak pemenang lelang, USM langsung menandatangani kontrak bersama PT BKM," ujar Syarif.

Pada Desember 2011, dilakukan pembayaran atas peralatan laboratorium komputer Madrasah Tsanawiyah Tahun Anggaran 2011 sejumlah Rp27,9 miliar.

"Dugaan kerugian keuangan negara setidaknya Rp12 miliar," ungkap Syarif.

Perkara kedua, terkait pengadaan pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah.

"Bahwa pada Agustus 2011, pihak Kementerian Agama melalui salah satu pejabatnya menyetujui konsep Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi untuk Madrasah yang dipresentasikan oleh PT Telkom," ungkap Syarif.

Selanjutnya, PT Telkom diminta menyusun spesifikasi teknis dan harga perkiraan sesuai dengan konsep yang telah dibahas tersebut untuk persiapan lelang.

"Bahwa pada selama Oktober 2011 diduga telah terjadi pertemuan pertemuan antara beberapa pihak untuk menentukan pemenang dalam pengadaan pengembangan Sistem Komunikasi dan Media Pembelajaran Terintegrasi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah," ucap Syarif.

Saat pengadaan diduga terdapat permintaan agar proyek "dijaga" untuk menentukan pemenang lelang.

"Pada November 2011, Tersangka USM selaku PPK menetapkan dan menandatangani dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) untuk kedua proyek tersebut. Nilai HPS diduga disesuaikan dengan nilai penawaran yang sudah dapat memfasilitasi jatah untuk pihak 'Senayan' dan pihak Kemenag saat itu," tuturnya.

Pada 17 November 2011, tim Unit Layanan Pengadaan (ULP) mengumumkan pemenangnya, yaitu PT Telkom. Pada Desember 2011 dilakukan pembayaran total Rp56,6 miliar untuk kedua proyek tersebut.

"Dugaan kerugian keuangan negara setidaknya adalah Rp4 miliar," ujar Syarif.