Optimisme Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tahun 2021

id Kanwil DJb Sulteng,Bea Cukai Sulteng

Optimisme Pemulihan Ekonomi Indonesia di Tahun 2021

Menkeu Sri Mulyani dan Ketua DPR RI Puan Maharani dalam sidang Paripurna DPR RI untuk pengesahan UU APBN 2021 (ANTARA/HO-Istimewa)

Prioritas pembangunan 2021 difokuskan pada bidang Kesehatan, Pendidikan, TIK, Ketahanan Pangan, Perlindungan Sosial, Infrastruktur, dan Pariwisata.
Palu (ANTARA) - Pandemi COVID-19 telah memberikan berbagai macam kisah pilu, tak terkecuali pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berbagai penerapan kebijakan yang digunakan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 tampaknya berdampak besar pada kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada kuartal II 2020 terkontraksi sebesar 5,32%. 

Dewasa ini Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati juga telah memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal III 2020 akan terkontraksi di kisaran 2,9% s.d 1%. Tentunya dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal III yang diprediksi akan minus ini, nantinya menjadikan Indonesia sebagai bagian dari negara-negara di belahan dunia yang terlebih dahulu mengalami resesi akibat pandemi COVID-19.

Lembaga-lembaga internasional seperti OECD, IMF, The World Bank dan Asian Development Bank memprediksi bahwa akan terjadi pemulihan ekonomi secara global. Prospek perekonomian di Indonesia pada tahun 2021 diprediksi juga akan membaik, seiring dengan proyeksi pemulihan perekonomian global dan berbagai dukungan fiskal serta kebijakan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional dan pengendalian pandemi. 

Proyeksi dasar asumsi ekonomi makro tahun 2021 memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 5%. Penyusunan kerangka ekonomi yang disusun dengan risiko ketidakpastian yang tinggi akibat pandemi COVID-19, menyebabkan  terjadinya kemungkinan divergensi proyeksi ekonomi global di tahun 2020 dan 2021.  

Pemerintah pada tanggal 29 September 2020 telah mengesahkan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2021. Undang-undang APBN 2021 merupakan dasar pelaksanaan APBN pada tahun 2021. APBN 2021 tentunya dibuat dengan memperhatikan kondisi ekonomi di tahun 2021. 

Dengan adanya penyebaran COVID-19 pada tahun 2020 yang tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir sehingga diliputi ketidakpastian, APBN 2021 harus dikelola dengan hati-hati agar dapat menciptakan stabilitas ekonomi yang baik.

Kebijakan Fiskal APBN tahun 2021 mengusung tema Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi. Sebagai instrumen countercyclical yang mendukung adanya stimulus pada pertumbuhan dalam menghadapi kondisi global yang melambat dan diliputi ketidakpastian, APBN akan tetap menjadi tumpuan utama dalam proses pemulihan ekonomi di tahun 2021. 

APBN bukanlah sebagai tujuan, melainkan sebuah alat yang digunakan untuk mengelola dan mengakomodir kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan sosial. APBN diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi ke arah yang positif.
 
Anggi Prastyono (Antaranews.com/HO-dok pribasi)

Kebijakan Fiskal APBN tahun 2021 bukan hanya merespon jangka pendek, melainkan jangka menengah dan juga jangka panjang. Untuk melaksanakan reformasi penguatan fondasi menuju Indonesia Maju, ada empat arah untuk mewujudkan hal tersebut, yakni menjaga dan mempercepat pemulihan ekonomi nasional (PEN), reformasi APBN termasuk reformasi di bidang perpajakan, subsidi dan perlindungan sosial, penguatan reformasi struktural, dan akselerasi prioritas pembangunan.

Prioritas pembangunan 2021

Prioritas pembangunan pada tahun 2021 akan difokuskan pada bidang Kesehatan, Pendidikan, Teknologi Informasi dan Komunikasi, Ketahanan Pangan, Perlindungan Sosial, Infrastruktur, dan Pariwisata.

Menengok sedikit pada postur APBN di tahun 2020, penerimaan negara sampai dengan bulan September 2020 sebesar Rp1.159 triliun, jumlah tersebut setara dengan 68,2% dari target APBN dalam Perpres nomor 72 tahun 2020 yang berkisar Rp1.169,9 triliun. Realisasi penerimaan negara ini mencatatkan pertumbuhan negatif 13,7% apabila dibandingkan dengan penerimaan negara pada periode Januari s.d September 2019 yang sebesar Rp1.134,25 triliun. 

Adapun belanja negara sampai dengan September 2020 ini mencapai Rp1.841,1 triliun. Dengan rincian, belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.211 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa Rp 629,7 triliun. Dengan penerimaan negara Rp1.159 triliun dan belanja Rp1.841 triliun, maka APBN mengalami defisit Rp 682,1 triliun atau sekitar 4,16%.

Hal tersebut terjadi karena tersendatnya roda perekonomian karena adanya pandemi COVID-19. Sehingga kebutuhan supply dan demand masih belum dalam kondisi stabil. Atas hal yang sedang terjadi berbagai dorongan fiskal maupun kebijakan fiskal dari pemerintah terus digelontorkan dalam rangka percepatan pemulihan ekonomi dan pengendalian pandemi.  Perlahan tapi pasti hal itu dilakukan sebaik mungkin dengan memperhatikan iklim perekonomian global dan kebutuhan nasional. Percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi merefleksikan upaya dari pemerintah untuk merespon pemulihan ekonomi nasional yang merupakan imbas dari adanya pandemi COVID-19, sekaligus menjadi modal yang bagus untuk melanjutkan rencana untuk mewujudkan Indonesia Maju di tahun 2045. 

Adapun poin penting dalam APBN 2021 antara lain mengenai asumsi dasar ekonomi makro 2021 yang memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 5%, laju inflasi 3,6%, nilai tukar rupiah sebesar Rp14,600 per USD, tingkat suku bunga SBN-10 tahun 7,29%, harga minyak mentah Indonesia sebesar USD 45 per barel, lifting minyak bumi 705 ribu per hari dan lifting gas bumi 1.007 ribu barel per hari. 

Asumsi tersebut berdasarkan pada prediksi ekonomi global pada tahun 2021 dengan memperhatikan kondisi saat ini yang sudah mulai kelihatan membaik.

Pokok-pokok APBN tahun 2021 meliputi pendapatan negara yang ditargetkan sebesar Rp1.743,6 triliun yang terdiri atas penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp1.444,5 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp298,2 triliun dan penerimaan hibah mencapai Rp 0,9 triliun. 

Adapun belanja negara pada APBN 2021 diproyeksikan mencapai Rp2.750 triliun, dengan fokus pada pemulihan ekonomi dan prioritas pembangunan, bidang pendidikan tetap mendapatkan porsi terbesar sebanyak 20% dari APBN, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. 

Selain itu pemerintah juga akan tetap melanjutkan Program Ekonomi Nasional (PEN) 2021 dengan fokus kepada dukungan penanganan kesehatan, perlindungan sosial, sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda, UMKM, pembiayaan korporasi, dan insentif usaha.

Pada APBN 2021 Transfer ke Daerah dan Dana Desa diproyeksikan mencapai Rp795,5 triliun atau meningkat sebesar 4,1% dibandingkan alokasi dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020.  Peningkatan TKDD ini merupakan dukungan kepada setiap daerah untuk mempercepat pemulihan ekonomi, serta meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, sehingga dapat menopang pemulihan ekonomi dan penguatan ekonomi nasional. Selain TKDD, kebijakan lain pada Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus Fisik dan Non Fisik, serta Dana Desa juga tetap ada dalam postur APBN 2021. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa APBN bersifat menyeluruh, bukan hanya terpusat pada belanja pemerintah pusat saja.

Defisit anggaran direncanakan sebesar Rp1.006,4 triliun atau setara dengan 5,7% dari PDB, menurun dibandingkan dengan defisit anggaran dalam Perpres Nomor 72 tahun 2020 sebesar Rp1.039,2 triliun atau sekitar 6,34% dari PDB. Hal ini sejalan dengan penanganan pasca COVID-19. Dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada tahun 2021. Dalam memenuhi defisit anggaran tersebut, pembiayaan anggaran dilakukan secara hati-hati dan terukur dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal.

Menuju Indonesia maju

Tema besar APBN 2020 adalah “Menuju Indonesia Maju”, dengan kebijakan fiskal akan diarahkan untuk mendukung akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas sumber daya manusia. 

Namun rencana itu tidak berjalan sesuai dengan harapan. Seiring dengan adanya pandemi COVID-19, APBN 2020 akhirnya difokuskan pada pengendalian pandemi. Yang bertujuan untuk percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan ekonomi nasional.

Optimisme pemulihan ekonomi Indonesia di tahun 2021 tumbuh seiring dengan adanya sinyal pemulihan ekonomi secara global. Pembiayaan anggaran dan pengelolaan APBN 2021 tetap harus dikelola secara hati-hati, agar pertumbuhan ekonomi dapat mencapai target yang telah ditetapkan. 

APBN 2021 tetap berfokus pada proses pemulihan ekonomi nasional baik bidang Kesehatan maupun perlindungan sosial. Peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui UMKM menjadi salah satu solusi seiring dengan meningkatnya angka pengangguran akibat pandemi, untuk menyerap tenaga kerja sehingga kebutuhan supply dan demand dapat kembali stabil. Percepatan pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi dalam penanganan COVID-19 serta penguatan ekonomi sosial tidak hanya dilakukan oleh kebijakan fiskal, melainkan bekerja sama dan berkoordinasi dengan kebijakan moneter, kebijakan struktural, kebijakan sektor keuangan dan kebijakan sektor lainnya. 

Pemerintah harus tetap menjaga kebijakan fiskal yang kredibel dan akuntabel menuju arah pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. (Anggi Prastyono adalah pegawai KPPBC Tipe Madya Pabean C Pantoloan Propinsi Sulawesi Tengah. Dia juga Juara I Lomba Literasi Ilmiah Populer “LoLIPop” Dalam Rangka Hari Oeang RI ke-74 lingkup Perwakilan Kementerian Keuangan RI Provinsi Sulawesi Tengah)