Palu (ANTARA) - Awal tahun 2020 perekonomian di Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) mulai dibayang-bayangi kontraksi atau tekanan yang menyebabkan pelemahan akibat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang telah lebih dulu meluluhlantakan perekonomian sejumlah negara di dunia.
Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah daerah di tingkat provinsi, kota dan kabupaten, serta stakeholder terkait, agar COVID-19 tidak sampai masuk ke Sulteng sebab jika terjadi gelombang pelemahan ekonomi tidak akan dapat dibendung.
Di antara yang dilakukan adalah memperketat hingga melarang warga Sulteng melakukan perjalanan ke luar daerah apalagi keluar negeri yang telah terpapar COVID-19 untuk sementara waktu.
Namun sayang upaya berbagai pihak membendung COVID-19 masuk ke Sulteng tidak berlangsung lama setelah pada Kamis (26/3) satu warga di Kota Palu terkonfirmasi positif COVID-19 tidak lama setelah kembali dari Jakarta yang waktu itu telah diselimuti wabah COVID-19.
Sontak saja kabar tersebut tersebar ke seluruh warga Sulteng dalam waktu cepat. Dampaknya lebih buruk dari itu.
Dari aspek ekonomi daya beli masyarakat perlahan tapi pasti terus menurun yang mengakibatkan banyak pelaku usaha terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tutup, akibat kurangnya atau bahkan sama sekali tidak ada yang membeli produk mereka.
Berdasarkan data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) Sulteng, perekonomian Sulteng triwulan III 2020 hanya tumbuh 2,82 persen. Melambat jika dibandingkan triwulan III 2019 yang mencapai 6,15 persen.
Meski melambat, pertumbuhan itu mesti diacungi jempol sebab pemerintah daerah dan stakeholder terkait bersama masyarakat berjuang sekuat tenaga agar perekonomian Sulteng tidak terus-terusan merangkak.
Lantas bagaimana perekonomian Sulteng pada tahun 2021 dan tantangan apa saja yang akan dihadapi pemerintah daerah ke depan dalam meningkatkan kembali perekonomian di daerah itu di tengah pandemi COVID-19.
Ekonomi Sulteng 2021
Bank Indonesia (BI) memprediksi perekonomian di Provinsi Sulteng pada tahun 2021 dapat tumbuh mulai 5,1 persen hingga 6,2 persen meski di tengah pandemi COVID-19.
Kepala Kantor Perwakilan BI Sulteng Abdul Majid Ikram dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2020 di Kota Palu, Kamis (3/12), menerangkan proyeksi tersebut ditentukan setelah melakukan penilaian di berbagai sektor yang berpengaruh dalam mendongkrak perekonomian Sulteng.
Secara umum faktor penopang pertumbuhan ekonomi 2021 adalah mulai meningkatnya kinerja beberapa sektor seperti pertambangan, pertanian, industri, dan konstruksi.
Kinerja ekspor, lanjutnya, diperkirakan masih akan tetap tumbuh positif. Peningkatan investasi dan perbaikan konsumsi rumah tangga juga demikian.
Ekspor utama dari produk hilirisasi nikel akan semakin menggeliat karena adanya optimalisasi kapasitas produksi baja karbon dan tambahan smelter dari Kabupaten Morowali Utara.
Majid menjelaskan dari sisi investasi, berlanjutnya, komitmen pembangunan untuk kawasan industri di Kabupaten Morowali, Morowali Utara, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Palu akan mendorong perbaikan realisasi investasi.
Peningkatan konsumsi masyarakat di Sulteng akan ditopang oleh masih berlangsungnya berbagai program bantuan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan peningkatan mobilitas masyarakat.
Inflasi Sulteng
BI optimistis inflasi di Sulteng pada tahun 2021 dapat terkendali para kisaran 3 persen plus 1 persen.
Dari sisi inflasi inti, tingginya optimisme ekspektasi terhadap tingkat pendapatan mereka pada 2021 membuat tekanan terhadap kelompok ini perlu diwaspadai.
Di antara faktornya yaitu perbaikan tingkat konsumsi masyarakat seiring pembatasan sosial yang semakin terkendali akan mendorong tingkat harga kembali meningkat.
Sementara itu dari sisi volatile foods atau makanan yang mudah menguap, adanya isu badai La Nina pada awal 2021 diprakirakan akan sedikit mengganggu produksi bahan makanan, terutama di daerah-daerah yang menjadi penyangga bahan-bahan makanan.
Dari sisi administered price atau harga yang diatur, sebagian besar komoditas kemungkinan tidak akan naik untuk tetap menjaga daya beli, meski terdapat beberapa isu seperti kenaikan cukai rokok.
Menghadapi tantangan yang tidak mudah tersebut,lanjutnya, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) akan melakukan langkah-langkah antisipatif khususnya dalam menjaga ketersediaan stok pangan.
Untuk itu sinergi antara BI, pemerintah daerah di tingkat provinsi, kota dan kabupaten, serta stakeholder terkait menjadi kunci dalam mengendalikan inflasi.
Tantangan Ekonom Sulteng
BI juga mengungkapkan ada empat tantangan yang akan dihadapi masyarakat dan pemerintah daerah serta stakeholder terkait di Provinsi Sulteng dalam meningkat perekonomian daerah mulai tahun 2021.
Pertama divergensi ekonomi wilayah barat dan timur. Harus diakui bahwa sumber pertumbuhan ekonomi Sulteng adalah di wilayah Kabupaten Morowali dan Banggai yang berbasis pada sektor tambang dan industri turunannnya.
Sementara itu ia mengatakan wilayah Kota Palu, Kabupaten Sigi, Donggala dan Tolitoli serta Buol harus terus didorong agar iklim investasi dan usaha menarik investor dari dalam dan luar negeri berinvestasi di sana.
Kedua, potensi kenaikan harga akibat kenaikan permintaan dan fluktuasi bahan pangan. Membaiknya ekonomi tahun 2021 akan meningkatkan sisi permintaan.
Oleh karenanya ketersediaan pasokan dan kecukupan produksi harus dikelola dengan baik. Di sisi makanan yang mudah menguap, koordinasi antar stakeholder diperlukan mencakup manajemen cuaca, pola tanam dan melakukan penguatan kerja sama antar daerah.
Ketiga, Majid menyebut potensi kemiskinan yang masih di atas rata-rata Nasional. Pada 2020 tercatat hanya dua daerah di Sulteng yang kemiskinannya berada di bawah angka nasional yakni Kota Palu dan Banggai.
Oleh karena itu, koordinasi dan kerja sama guna mengurangi angka kemiskinan perlu diperkuat.
Keempat, menjaga kesinambungan antara percepatan pemulihan ekonomi namun dengan tetap menjaga protokol kesehatan Sulteng tetap harus menjadi prioritas. Situasi pandemi COVID-19 pada 2021 masih diliputi dengan ketidakpastian.
Terdapat beberapa isu seperti kepastian pembagian vaksin di Sulteng, peningkatan ketersediaan fasiltias kesehatan untuk tes COVID-19 harus menjadi perhatian semua pihak.
Oleh karenanya hal tersebut perlu dijaga agar pemulihan ekonomi pada tahun 2021 dapat berjalan dengan optimal.