Palu (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tengah menggandeng Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulteng mengenalkan ciri radikalisme kepada dai/penceramah, sebagai upaya peningkatan kapasitas dan kompetensi dai dalam pencegahan penyebaran radikalisme.
"Di era disrupsi saat ini, peran penceramah yang berkompeten sangat diperlukan," ucap Ketua Panitia Pelatihan Peningkatan Kompetensi Penceramah Agama Islam Tingkat Provinsi Sulteng, Sofyan Arsyad, di Palu, Selasa.
Kanwil Kemenag Sulteng meningkatkan kompetensi 50 penceramah/dai muda melalui kegiatan pelatihan peningkatan kompetensi dai berlangsung selama tiga hari mulai 28 - 30 November 2022, yang dalam implementasinya melibatkan FKPT Sulteng, FKUB Sulteng, PWNU Sulteng, akademisi, dan Badan Kesbangpol Sulteng.
Sofyan mengatakan penceramah yang berkompeten diperlukan dalam rangka optimalisasi pembinaan umat melalui pendekatan moderasi beragama sebagai implementasi dari Islam rahmatan lil alamin dalam bingkai NKRI.
Peningkatan kompetensi penceramah dengan pendekatan moderasi beragama, ujar dia, diikutkan dengan pengenalan ciri gerakan kelompok radikalisme, sehingga penceramah di dalam dakwah, dapat menyampaikan kepada umat tentang ciri tersebut.
"Sehingga umat bisa mengetahui dan mengantisipasi serta menghindari faham radikalisme," ungkap Sofyan yang menjabat sebagai Sub Koordinator Penerangan Agama Islam dan Sistem Informasi Kanwil Kemenag Sulteng.
"Dalam hal ini, Kanwil Kemenag Sulteng melibatkan FKPT sebagai perpanjang atau mitra BNPT di Sulteng untuk mengenalkan ciri radikalisme," sebutnya.
Di samping mengenalkan ciri radikalisme, ia mengatakan, dalam pelatihan tersebut para dai juga diberikan materi tentang ideologi Pancasila dan wawasan kebangsaan.
"Oleh karena itu diharapkan terjadi peningkatan kompetensi dai dari aspek materi dan wawasan, serta metodologi dakwah," ungkapnya.
Sementara itu Ketua FKPT Provinsi Sulteng Muhd Nur Sangadji mengatakan radikalisme dan terorisme menjadi satu masalah dan tantangan yang dihadapi oleh bangsa ini.
"Pemerintah tegas menyatakan bahwa radikalisme dan terorisme adalah musuh bersama, karena mengancam keberlangsungan ideologi Pancasila," ungkapnya.
Ia menerangkan ciri radikalisme dan terorisme meliputi intoleran, fanatik, eksklusif, dan anarkis. Ia menjelaskan, intoleran yakni tidak menghormati perbedaan yang ada.
Kemudian fanatik yaitu fanatik terhadap pendapat sendiri, dan tidak menghormati atau menerima pendapat orang atau kelompok lain. Eksklusif di antaranya menutup diri terhadap orang atau kelompok yang berbeda pendapat.
Anarkis, kata dia, di antaranya meliputi menghalalkan cara cara kekerasan, serta mengkafirkan kelompok lain yang berbeda pendapat.