Teknologi rekonstruksi payudara untuk pasien kanker payudara terbaru dianggap minim kelemahan

id DIEPfreeflap,rekonstruksi payudara,kanker payudara,operasi payudara

Teknologi rekonstruksi payudara untuk pasien kanker payudara terbaru dianggap minim kelemahan

Ilustrasi kanker payudara. (Foto oleh Klaus Nielsen dari Pexels)

Jakarta (ANTARA) - Dokter ahli bedah menilai teknik operasi DIEP (deep inferior epigastric perforator) free flap merupakan salah satu jenis rekonstruksi payudara yang menjadi standar terkini dunia medis global untuk pasien kanker payudara sebab dinilai minim kelemahan.

"Seluruh dunia sudah menganut ini, DIEP free flap. Sehingga kita sebut sebagai gol standar dari rekonstruksi payudara," kata dokter spesialis bedah plastik rekonstruksi dan estetik subspesialis bedah mikro rekonstruksi dan onklopasti dr. Mohamad Rachadian Ramadan, Sp.B.P.R.E., Subsp.M.O.(K) dalam temu media di Jakarta, Jumat.

Rekonstruksi payudara merupakan teknik operasi bedah plastik untuk mengembalikan bentuk, tampilan, dan ukuran payudara yang mendekati normal. Rekonstruksi payudara umumnya dilakukan pada penyintas kanker payudara pascamastektomi atau pengangkatan jaringan payudara.

Terdapat beberapa jenis teknik flap atau rekonstruksi menggunakan jaringan dari anggota tubuh di bagian lain. Selain DIEP free flap, ada pula LD flap yang menggunakan donor otot, lemak, dan kulit dari punggung, serta tram flap yang memindahkan jaringan lemak, kulit, dan sedikit otot musculus rectus.

Dibanding LD flap dan tram flap, dokter yang menyelesaikan pendidikan spesialis bedah plastik di Universitas Indonesia itu menjelaskan bahwa DIEP free flap lebih unggul karena tidak perlu memindahkan otot dinding perut. Berbeda dengan tram flap, pada teknik itu otot yang diambil dapat menyebabkan kelemahan pada dinding perut sehingga akan sulit jika hamil atau melakukan olahraga yang membutuhkan dukungan otot perut.

Teknik DIEP free flap hanya memerlukan pengambilan pembuluh darah di bagian perut, di samping kulit dan lemak. Pembuluh darah yang menghidupi kulit dan lemak perut secara halus dipisahkan dan otot dinding perut dipertahankan.

Kemudian, pembuluh darah tersebut disambungkan ke pembuluh darah resipien sehingga kulit dan lemak dapat hidup di tempat yang baru atau di lokasi payudara bekas mastektomi.

"Pembuluh darah disambung menggunakan alat khusus, mikroskop khusus, dan perlu latihan khusus juga untuk melakukan ini. Dia (pembuluh darah) bisa menyebabkan kulit dan lemak yang dipindahkan ini hidup," terang Rachadian.



Dibanding dengan jenis rekonstruksi lain seperti implan, DIEP flap dnilai lebih unggul. Hasil rekonstruksi tenik flap akan melekat seperti payudara mendekati normal sepanjang hidup, sementara implan harus diganti setiap 10 hingga 15 tahun sekali.

Walau payudara hasil rekonstruksi memiliki bentuk dan volume mendekati normal, penderita kanker pascamastektomi radikal yang menjalani opsi ini tentu tetap akan kehilangan fungsi menyusui.

Setelah melakukan rekonstruksi flap, sensitivitas masih dimungkinkan apabila kulit payudara asli masih dipertahankan atau bukan mastektomi radikal. Jika tidak, opsi lain bisa dipilih dengan mengambil kabel saraf dari orang yang meninggal atau dari tubuh sendiri untuk disambungkan ke flap dan resipien saraf di dada.

"Jadi, dia berasa, bisa sensitif lagi secara sensori," ujar Rachadian.

Meski secara biaya lebih mahal dua hingga tiga kali lipat dibanding rekonstruksi implan, Rachadian mengatakan DIEP free flap cukup menguntungkan karena tidak memerlukan operasi tambahan dalam jangka panjang.

"Memang flap di depan lebih mahal, tapi, kalau dilihat, ada keuntungan kelebihan. Meskipun lebih cepat (durasi operasi) implan, secara long run ke belakangnya dia (implan) biayanya akan lebih banyak," kata dia.

Menurut Rachadian, masih sedikit dokter ahli yang dapat menangani teknik DIEP free flap di Indonesia. Ketika pasien hendak memutuskan melakukan DIEP flap atau rekonstruksi lainnya, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli bedah mikro rekonstruksi yang berpengalaman.

Konsultasi sebaiknya dilakukan sebelum operasi pengangkatan kanker.