Aktivis pemudi hadapi tantangan suarakan isu anak dan perempuan
Jakarta (ANTARA) - Hasil survei yang dilakukan Plan International menemukan bahwa banyak ancaman yang diterima para aktivis perempuan dan perempuan muda karena menyuarakan isu-isu terkait perempuan dan anak.
"Banyak tantangan mulai dari ancaman kekerasan fisik sebanyak 9 persen, pelecehan secara online hingga fitnah yang diterima para aktivis perempuan dan perempuan muda karena menyuarakan isu-isu yang mereka pedulikan," kata Direktur Influencing Yayasan Plan Indonesia Nazla Mariza dalam keterangan, di Jakarta, Senin.
Kemudian sebanyak 61 persen dari mereka yang disurvei menghadapi konsekuensi negatif karena aktivitas mereka sebagai aktivis.
Hambatan terbesar lainnya bagi anak perempuan yang menjadi aktivis adalah kurangnya dana sebesar 54 persen.
Nazla Mariza mengatakan anak perempuan aktivis telah menciptakan perubahan.
"Hal ini diyakini oleh lebih dari separuh atau 61 persen responden yang disurvei oleh Plan International yang mengatakan bahwa dampak kegiatan anak perempuan aktivis telah memenuhi atau melampaui harapan mereka," katanya.
Kesetaraan gender tercatat sebagai isu yang paling penting bagi anak perempuan aktivis.
"Sebanyak 60 persen responden menyebutkan kesetaraan gender atau kekerasan berbasis gender sebagai isu prioritas," kata Nazla Mariza.
Kegiatan anak perempuan aktivis berdampak besar pada kesehatan mental anak perempuan dan dapat menimbulkan kerugian pribadi yang sangat besar.
"Dua puluh lima persen responden mengatakan mereka merasa khawatir dan cemas secara emosional saat terlibat dalam kegiatan sebagai aktivis," katanya.
Plan Indonesia pun merekomendasikan adanya peningkatan pendanaan untuk inisiatif dan kelompok aktivis yang dipimpin perempuan dan remaja.
Pemerintah diminta mendukung anak perempuan dan perempuan muda untuk terlibat secara bermakna dalam berbagai sektor.
Pihaknya mendorong pendidikan berkualitas mengenai kesetaraan gender dan hak asasi manusia.
Kemudian perlunya pelatihan keterampilan seperti berorganisasi dan berbicara di depan umum untuk membangun kepercayaan pada kemampuan anak perempuan untuk berkampanye dan memiliki pengaruh pada isu yang mereka pedulikan.
Survei bertajuk "Mengubah Dunia: Aktivis Anak Perempuan dan Remaja Putri Memimpin Perjuangan untuk Kesetaraan" ini diluncurkan dalam rangka memperingati Hari Anak Perempuan Internasional tahun ini.
Survei ini menghadirkan perspektif dari 1.000 aktivis anak dan kaum muda perempuan usia 15-24 tahun dari 26 negara tentang berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi aktivis anak perempuan dan kaum muda perempuan dalam menjalankan aktivitas mereka di tengah semakin menyempitnya ruang kebebasan berekspresi masyarakat sipil.
"Banyak tantangan mulai dari ancaman kekerasan fisik sebanyak 9 persen, pelecehan secara online hingga fitnah yang diterima para aktivis perempuan dan perempuan muda karena menyuarakan isu-isu yang mereka pedulikan," kata Direktur Influencing Yayasan Plan Indonesia Nazla Mariza dalam keterangan, di Jakarta, Senin.
Kemudian sebanyak 61 persen dari mereka yang disurvei menghadapi konsekuensi negatif karena aktivitas mereka sebagai aktivis.
Hambatan terbesar lainnya bagi anak perempuan yang menjadi aktivis adalah kurangnya dana sebesar 54 persen.
Nazla Mariza mengatakan anak perempuan aktivis telah menciptakan perubahan.
"Hal ini diyakini oleh lebih dari separuh atau 61 persen responden yang disurvei oleh Plan International yang mengatakan bahwa dampak kegiatan anak perempuan aktivis telah memenuhi atau melampaui harapan mereka," katanya.
Kesetaraan gender tercatat sebagai isu yang paling penting bagi anak perempuan aktivis.
"Sebanyak 60 persen responden menyebutkan kesetaraan gender atau kekerasan berbasis gender sebagai isu prioritas," kata Nazla Mariza.
Kegiatan anak perempuan aktivis berdampak besar pada kesehatan mental anak perempuan dan dapat menimbulkan kerugian pribadi yang sangat besar.
"Dua puluh lima persen responden mengatakan mereka merasa khawatir dan cemas secara emosional saat terlibat dalam kegiatan sebagai aktivis," katanya.
Plan Indonesia pun merekomendasikan adanya peningkatan pendanaan untuk inisiatif dan kelompok aktivis yang dipimpin perempuan dan remaja.
Pemerintah diminta mendukung anak perempuan dan perempuan muda untuk terlibat secara bermakna dalam berbagai sektor.
Pihaknya mendorong pendidikan berkualitas mengenai kesetaraan gender dan hak asasi manusia.
Kemudian perlunya pelatihan keterampilan seperti berorganisasi dan berbicara di depan umum untuk membangun kepercayaan pada kemampuan anak perempuan untuk berkampanye dan memiliki pengaruh pada isu yang mereka pedulikan.
Survei bertajuk "Mengubah Dunia: Aktivis Anak Perempuan dan Remaja Putri Memimpin Perjuangan untuk Kesetaraan" ini diluncurkan dalam rangka memperingati Hari Anak Perempuan Internasional tahun ini.
Survei ini menghadirkan perspektif dari 1.000 aktivis anak dan kaum muda perempuan usia 15-24 tahun dari 26 negara tentang berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi aktivis anak perempuan dan kaum muda perempuan dalam menjalankan aktivitas mereka di tengah semakin menyempitnya ruang kebebasan berekspresi masyarakat sipil.