Cawapres perlu pahami tujuan akhir pembangunan berkelanjutan
Jakarta (ANTARA) - Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengatakan para kandidat calon wakil presiden (cawapres) harus memiliki komitmen dan memahami tujuan akhir pembangunan berkelanjutan.
"Yang perlu kita perhatikan dari komitmen para kandidat itu adalah bagaimana mereka memandang tujuan akhir dari pembangunan ekonomi berkelanjutan. Jadi kalau kita bicara pembangunan yang sifatnya fisik, itu sebetulnya bukan tujuan akhir, itu adalah tujuan antara," kata Abra dalam diskusi publik di Jakarta, Kamis.
Dalam diskusi bertajuk Mengurai Gagasan Cawapres mengenai Isu Keberlanjutan, Abra menuturkan tujuan akhir pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah tentang kesejahteraan masyarakat bukan sekadar pembangunan fisik.
"Kita juga perlu melihat bagaimana kesadaran para kandidat ini bahwa tujuan akhir dari pembangunan berkelanjutan itu bukan hanya sekadar pembangunan yang sifatnya tangible yang bisa terlihat, tetapi juga yang paling esensi adalah seluruh pembangunan fisik itu berujung pada pembangunan kesejahteraan masyarakatnya," ujarnya.
Selain itu, publik juga perlu melihat sejauh mana pemahaman kandidat cawapres terhadap agenda tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) yang sifatnya sudah menjadi komitmen bersama di level global.
Tujuan pembangunan berkelanjutan menjadi konsensus negara-negara di seluruh dunia untuk bisa melakukan pembangunan yang berkelanjutan dengan parameter yang sama antar negara sehingga pencapaian SDGs satu negara dengan negara lain bisa diukur
Menurut dia, komitmen dan paradigma pembangunan berkelanjutan yang diusung masing-masing kandidat seharusnya tidak bersifat parsial, melainkan menyeluruh atau menyasar ke seluruh dimensi, dalam arti ingin menggenjot ekonomi tetapi tidak mengorbankan aspek lingkungan, sosial dan hukum.
"Paradigma pembangunan berkelanjutan ini tentunya menjadi nafas yang disampaikan masing-masing kandidat," ujarnya.
Ia mengatakan ada lima komponen yang melingkupi pembangunan berkelanjutan, yang harus menjadi landasan dari agenda pembangunan berkelanjutan yang diusung oleh masing-masing kandidat, yakni aspek people, prosperity, planet, peace dan partnership.
Aspek people berorientasi pada manusia dengan menjaga martabat dan kesetaraan. Aspek prosperity memastikan kesejahteraan tanpa menyebabkan kesenjangan dengan tetap menjaga kehidupan yang harmonis dengan alam.
Aspek planet tentang melindungi bumi, sumber daya alam, keanekaragaman hayati dan keberlangsungan bumi bagi generasi berikutnya.
Aspek peace tentang menjaga perdamaian, masyarakat yang inklusif dan mengurangi kekerasan dan diskriminasi. Aspek partnership tentang mencapai tujuan bersama melalui kerja sama global yang solid, setara dan saling menguntungkan.
Sementara untuk peringkat SDGs di level global pada 2023, Indonesia berada di peringkat ke-75 dari 166 negara dengan skor 70,2 persen.
Dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN, Indonesia berada di bawah Thailand dengan peringkat 43 dan skor 74,74, Vietnam di peringkat 55 dengan skor 73,32, Singapura di peringkat 64 dengan skor 71,78. Namun, Indonesia berada di atas Malaysia yang menempati peringkat 78 dengan skor 69,85.
"Kalau kita lihat progresnya secara umum Indonesia mengarah pada hasil yang on the track," ujarnya.
"Yang perlu kita perhatikan dari komitmen para kandidat itu adalah bagaimana mereka memandang tujuan akhir dari pembangunan ekonomi berkelanjutan. Jadi kalau kita bicara pembangunan yang sifatnya fisik, itu sebetulnya bukan tujuan akhir, itu adalah tujuan antara," kata Abra dalam diskusi publik di Jakarta, Kamis.
Dalam diskusi bertajuk Mengurai Gagasan Cawapres mengenai Isu Keberlanjutan, Abra menuturkan tujuan akhir pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah tentang kesejahteraan masyarakat bukan sekadar pembangunan fisik.
"Kita juga perlu melihat bagaimana kesadaran para kandidat ini bahwa tujuan akhir dari pembangunan berkelanjutan itu bukan hanya sekadar pembangunan yang sifatnya tangible yang bisa terlihat, tetapi juga yang paling esensi adalah seluruh pembangunan fisik itu berujung pada pembangunan kesejahteraan masyarakatnya," ujarnya.
Selain itu, publik juga perlu melihat sejauh mana pemahaman kandidat cawapres terhadap agenda tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals/SDGs) yang sifatnya sudah menjadi komitmen bersama di level global.
Tujuan pembangunan berkelanjutan menjadi konsensus negara-negara di seluruh dunia untuk bisa melakukan pembangunan yang berkelanjutan dengan parameter yang sama antar negara sehingga pencapaian SDGs satu negara dengan negara lain bisa diukur
Menurut dia, komitmen dan paradigma pembangunan berkelanjutan yang diusung masing-masing kandidat seharusnya tidak bersifat parsial, melainkan menyeluruh atau menyasar ke seluruh dimensi, dalam arti ingin menggenjot ekonomi tetapi tidak mengorbankan aspek lingkungan, sosial dan hukum.
"Paradigma pembangunan berkelanjutan ini tentunya menjadi nafas yang disampaikan masing-masing kandidat," ujarnya.
Ia mengatakan ada lima komponen yang melingkupi pembangunan berkelanjutan, yang harus menjadi landasan dari agenda pembangunan berkelanjutan yang diusung oleh masing-masing kandidat, yakni aspek people, prosperity, planet, peace dan partnership.
Aspek people berorientasi pada manusia dengan menjaga martabat dan kesetaraan. Aspek prosperity memastikan kesejahteraan tanpa menyebabkan kesenjangan dengan tetap menjaga kehidupan yang harmonis dengan alam.
Aspek planet tentang melindungi bumi, sumber daya alam, keanekaragaman hayati dan keberlangsungan bumi bagi generasi berikutnya.
Aspek peace tentang menjaga perdamaian, masyarakat yang inklusif dan mengurangi kekerasan dan diskriminasi. Aspek partnership tentang mencapai tujuan bersama melalui kerja sama global yang solid, setara dan saling menguntungkan.
Sementara untuk peringkat SDGs di level global pada 2023, Indonesia berada di peringkat ke-75 dari 166 negara dengan skor 70,2 persen.
Dibandingkan negara-negara lain di kawasan ASEAN, Indonesia berada di bawah Thailand dengan peringkat 43 dan skor 74,74, Vietnam di peringkat 55 dengan skor 73,32, Singapura di peringkat 64 dengan skor 71,78. Namun, Indonesia berada di atas Malaysia yang menempati peringkat 78 dengan skor 69,85.
"Kalau kita lihat progresnya secara umum Indonesia mengarah pada hasil yang on the track," ujarnya.