Ia menilai permintaan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mengajukan PMN Rp10 triliun untuk mengatasi kredit macet, yang dialami BUMN di bawah Kementerian Keuangan, yaitu Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), bukanlah tujuan dari pemberian insentif tersebut.
Dirinya mengatakan prinsip simbiosis mutualisme harus diterapkan, sehingga hanya BUMN yang berada di bawah Kementerian BUMN, serta telah memberikan kontribusi melalui dividen yang bisa menerima PMN.
Menurut dia, perusahaan pelat merah yang menerima insentif anggaran itu harus memiliki performa yang baik, dengan melihat dari peningkatan kontribusinya pada devisa negara, dibanding anggaran yang dikeluarkan melalui insentif PMN.
"Di tahun 2023, BUMN sudah memberikan dividen besar, yakni Rp82,1 triliun sehingga wajar jika dana restrukturisasi untuk BUMN sebagian besar dipakai dari dividen yang telah mereka berikan kepada negara. Apalagi di luar dividen, BUMN juga sudah memberikan pajak sesuai kewajibannya kepada negara, sehingga wajar dan pantas jika PMN juga diberikan kepada BUMN yang ada di bawah Kementerian BUMN semata," katanya.
Sebelumnya, LPEI mengajukan penambahan PMN Rp10 triliun pada 2024 untuk pengembangan kapasitas program penugasan khusus ekspor (PKE) dan membuat program baru yang dibutuhkan para eksportir.
"Jadi, PMN yang diajukan sebesar Rp10 triliun adalah untuk menambah kapasitas lima program existing, yaitu trade finance kawasan nontradisional, UKM, alat transportasi, industri farmasi, dan alat kesehatan, dan kami juga menyediakan empat program baru yaitu industri pangan, offshore financing, penjaminan, dan asuransi," ujar Direktur Eksekutif LPEI Riyani Tirtoso dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI yang dipantau secara virtual di Jakarta, Senin (1/7/2024).