Jakarta (ANTARA) - Psikolog klinis dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia Vera Itabiliana Hadiwidjojo S.Psi, M.Psi menyampaikan bahwa baby blues terjadi pada sekitar 80 persen ibu yang baru melahirkan.
Saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Minggu (14/7), dia menyampaikan bahwa masalah psikologis tersebut biasanya membuat ibu yang baru melahirkan mengalami perubahan emosi seperti menjadi mudah marah, gampang menangis, mudah cemas, dan cepat merasa lelah.
"Baby blues itu bisa membawa beberapa dampak buruk ya, seperti depresi perinatal, kesulitan merawat bayi, gangguan kesehatan sampai dengan perubahan hubungan dengan bayi," kata Vera.
Oleh karena itu, dia menyarankan ibu yang mengalami baby blues berusaha mengungkapkan emosi yang dirasakan kepada pasangan maupun orang-orang terdekat agar bisa segera mengatasi masalah tersebut.
Menurut dia, pasangan maupun anggota keluarga sebaiknya mendengarkan ungkapan perasaan ibu yang baru melahirkan tanpa menilai dan menghakimi agar ibu merasa nyaman dan merasa mendapat dukungan yang diperlukan.
Dia mengatakan bahwa ibu yang mengalami baby blues juga bisa mencoba mencurahkan perasaan dengan menulis diari atau catatan harian.
Selain itu, Vera mengatakan, ibu yang mengalami gejala baby blues dapat menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang yang dirasa menyenangkan untuk mengurangi stres seperti berolahraga bersama kawan.
"Meskipun ibu mungkin merasa lelah dan cemas, menghabiskan waktu dengan bayi pun juga dapat membantu mereka merasa lebih baik dan mengurangi stres," katanya.
Ibu yang baru melahirkan pun dapat memilih menghabiskan waktu untuk diri sendiri, seperti dengan membaca buku kesukaan, untuk memperbaiki suasana hati dan mengurangi tingkat stres.
Vera menyampaikan bahwa ibu yang mengalami baby blues bisa pula memanfaatkan platform media sosial untuk berbagi pengalaman serta bertemu dengan anggota komunitas ibu yang mengalami masalah serupa agar mendapat dukungan mental.
Jika gejala baby blues pada ibu bertahan sampai dua minggu lebih, Vera mengatakan, maka keluarga sebaiknya segera meminta bantuan dari psikolog atau psikiater.