Idrus Marham didakwa terima suap bersama Eni Saragih

id idrus mahum

Idrus Marham didakwa terima suap bersama Eni Saragih

Mantan Menteri Sosial Idrus Marham (kanan) bersama Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Samin Tan (kiri) memberikan kesaksian untuk Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (kedua kiri) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/1/2019). Sidang dengan terdakwa Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Golkar Eni Saragih tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi yaitu mantan Menteri Sosial Idrus Marham dan Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Samin Tan yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp.)

 Jakarta,  (Antaranews Sulteng) - Idrus Marham didakwa bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar nonaktif Eni Maulani Saragih menerima hadiah sejumlah Rp2,25 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo.

"Terdakwa Idrus Marham bersama-sama dengan Eni Maulani Saragih menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp2,25 miliar dari Johanes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham BNR Ltd," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Ronald F Worotikan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa.

Tujuan pemberian uang itu adalah agar Eni membantu Johanes Budisutrisno Kotjo mendapatkan proyek membantu Kotjo untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd dan China Huadian Engineering Company (CHEC), Ltd.

Kotjo pada sekitar 2015 melakukan kesepakatan dengan pihak CHEC Ltd mengenai rencana pemberian "fee" sebagai agen proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1 yang diperkirakan nilai proyeknya 900 juta dolar AS dengan "fee" sebesar 2,5 persen atau sejumlah 25 juta dolar AS.

Fee itu akan dibagikan kepada:

1. JK yaitu Johanes Budisutrisno Kotjo mendapat sebesar 24 persen atau 6 juta dolar AS

2. SN yaitu Setya Novanto sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS

3. AR yaitu Andreas Rinaldi sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS

4. PR yaitu CEO PT BNR Ltd Rickard Philip Cecile sebesar 12 persen atau sekitar 3,125 juta dolar AS

5. Rudy yaitu Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang sebesar 4 persen atau sekitar 1 juta dolar AS

6. IK yaitu Chairman BNR Ltd Intekhab Khan sebsar 4 persen atau sekitara 1 juta dolar AS

7. James yaitu Direktur PT Samantaka Batubara James Rijanto sebesar 4 persen atau sekitar 1 juta dolar AS

8. Other yaitu pihak-pihak lain yang membantu sebesar 3,5 persen atau sekitar 875 ribu dolar AS.

Direktur PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang pada 1 Oktober 2016 mengajukan permohonan proyek PLTU MT RIAU-1 agar PT PLN memasukan proyek ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN.

Namun, karena setelah beberapa bulan tidak ada tanggapan maka Kotjo menemui Setya Novanto untuk meminta bantuan agar dipertemukan dengan PT PLN.?

Setya Novanto lalu memperkenalkan Kotjo dengan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR. Pada kesempatan itu Setnov menyampaikan ekpada Eni agar membantu Kotjo dalam proyek PLTU itu dan akan memberikan "fee" dari bagian yang akan diperoleh Kotjo dari CHEC, yang kemudian disanggupi oleh Eni Saragih.

"Masih pada 2017, Eni mengajak Sofyan Basir selaku Dirut PLN didampingi Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN SUpangkat Iwan Santoso untuk bertemu dengan Setya Novanto di rumahnya. Dalam pertemuan itu Setya Novanto meminta proyek PLTGU Jawa III kepad Sofyan Basir namun Sofyan menjawab PLTGU Jawa III sudah ada kandidat dan agar mencari pembangkit listrik lainnya, sehingga Eni berkoordinasi dengan Supangkat terkait proyek PLTU MT RIAU-1," tambah jaksa Ronald.

Eni lalu mempertemukan Kotjo dengan Sofyan Basir di kantor PLN. Pada saat itu Eni memperkenalkan Kotjo sebagai pengusaha yang tertarik menjadi investor PLTU MT RIAU-1, Sofyan lalu minta agar penawaran dikoordinasikan dengan Supangkat Iwan Santoso.

Pada 29 Maret 2017, IPP PLTU MT Riau pun masuk ke dalam RUPTL PT PLN 2017-2026 dan disetujui masuk dalam rencana kerja dan anggaran (RKAP) PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). PT PJB sesuai Perpres No. 4 tahun 2016 ditunjuk melaksanakan 9 proyek IPP dengan wajib memilik 51 persen saham.

"Pada September 2017 di restoran Arkadia Plaza Senayan, Eni Maulani dan Johanes Kotjo kembali bertemu dengan Sofyan Basir dan Supangkat Iwan. Dalam pertemuan tersebut, Sofyan Basir memerintahkan SUpangkan Iwan untuk mengawasi proses kontrak PLTU MT RIAU-1 serta Eni Saragih juga meminta kepada Sofyan Basir dan Supangkat Iwan Santoso agar Johanes Budisturisno Kotjo bisa segera mendapatkan proyek PLTU MT RIAU-1 tersebut," tambah jaksa Ronald.

Maka pada 14 September 2017 di kantor PLN ditandatangani kontrak induk (heads of agreeement) oleh Dirut PT PJB Iwan Agung Firstantara, Plt Dirut PT PLN Batubara Suwarno, perwakilan CHEC Ltd Wang Kun, CEO BNR Richard Philip Cecile dan Dirut PT Samantaka Rudy Herlambang untuk membentuk konsorsium mengembangkan proyek PLTU MT RIAU-1.

Komposisi saham konsorsium adalah PT PJBI 51 persen, CHEC Ltd 37 persen dan BNR Ltd 12 persen dan pihak penyedia batu bara adalah PT Samantaka Batubara.

Setelah Setya Novanto ditahan KPK dalam kasus KTP-El, Eni Maulani selanjutnya melaporkan perkembangan proyek PLTU MT RIAU-1 Idrus Marham agar Eni tetap diperhatikan terdakwa karena Idrus saat itu merupakan Plt Ketua Umum Golkar saat itu. Eni juga menyampaikan bahwa akan endapat "fee" dari Kotjo untuk mengawal proyek tersebut.

"Masih pada 2017, terdakwa melakukan komunikasi dengan Eni Maulani Saragih. Dalam komunikasi tersebut, terdakwa selaku penanggung jawab Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar mengarahkan Eni Maulani Saragih selaku bendahara untuk meminta uang sejumlah 2,5 juta dolar AS kepada Johanes Budisutrisno Kotjo guna keperluan Munaslub Partai Golkar tahun 2017 karena terdakwa ingin menjadi pengganti antar waktu Ketua Umum Partai Golkar mengganatikan Setya Novanto yang masih memiliki sisa masa jabatan selama 2 tahun yang selanjutnya disanggupi oleh Eni Maulani Saragih," kata jaksa Ronald

Selanjutnya pada 25 November 2017, Eni mengirim "whatsapp" (WA) kepada Kotjo yang yang meminta uang sejumlah 3 juta dolar AS dan 400 ribu dolar Singapura yang dijawab "Senin di darat deh".

Pada 15 Desember 2017, Idrus bersama dengan Eni menemui Kotjo di kantornya di Graha BIP Jakarta. Dalam pertemuan itu Kotjo menyampaikan fee sebesar 2,5 persen yang akan diberikan ke Eni jika proyek PLTU MT RIAU 1 berhasil terlaksana.
 

Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (2/1/2019). Sidang dengan terdakwa Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Golkar Eni Saragih tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi yaitu mantan Menteri Sosial Idrus Marham dan Pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal Samin Tan yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum. (ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp.)


"Terkait fee yang dijanjkan oleh Kotjo sebelumnya, Eni meminta sejumlah uang kepada Johanes Budisutrisno Kotjo untuk kepentingan Munaslub partai Golkar dan terdakawa juga meminta agar Johanes Kotjo mau membantunya, permintaan terdakwa dan Eni Maulani itu disanggupi oleh Johanes Kotjo," tutur jaksa Ronald.

Kotjo lalu pada 18 Desember 2017 memerintahkan sekretaris pribadinya untuk memberikan uang sebesar Rp2 miliar kepada Idrus dan Eni melalui Tahta Maharaya di graha BIP.

Pada 27 Mei 2018, Eni mengirimkan WA lagi untuk meminta sejumlah Rp10 miliar guna keperluan pilkada suami Eni Maulani yang mencalonkan diri menjadi Bupati Temanggung yaitu Muhammad Al Khadziq yang akan diperhtungkan dengan besaran "fee" yang akan dibagi oleh Kotjo setelah proyek PLTU MT RIAU-1 berhasil, namun Johanes Kotjo menolak permintaan tersebut dengan mengatakan "saat ini cashflow lg seret".

Pada 31 Mei 2018, kembali ada pertemuan antara Eni, Kotjo, Sofyan Basir dan Supangkat di rumah Sofyan Basir yang membicarakan masalah ketidaksepakatan CHEC mengenai jangka waktu pengendalian.

Eni kembali mengirimkan pesan WA kepada Johanes Kotjo yang intinya meminta uang untuk keperluan suaminya pada 27 Juni 2018 Temanggung namun Johanes Kotjo dengan menyatakan "Hrs cari pinjaman mendadak dr bank, kita cashflow lg keteteran gara2 mau lebaran".

Karena WA Eni tidak didanggapi, maka Idrus dan Eni menemui Kotjo di kantornya pada 5 Juni 2018 dan meminta Kotjo memenuhi permintaan Eni dengan megnatakan "tolong adik saya ini dibantu...buat pilkada".

Sofyan Basir pada 6 Juni 2018 akhirnya sepakat akan mendorong agar PT PLN (Persero) dan PT PJBI menadantangani amandemen perjanjian konsorsium dengan catatan CHEC sepakat waktu pengendalian JVC selama 15 tahun.

Pada 8 Juni 2018, Eni kembali meminta Idrus menghubungi Kotjo. Idrus pun menghubungi Ktojo melalui WA dengan kalimat "Maaf bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan Bang, sangat berharga bantuan Bang Koco..Tks" agar memberikan uang yang diminta Eni.

Setelah mendapat pesan WA tersebut, Kotjo lalu memberikan uang sejumlah Rp250 juta kepada Eni malalui Tahta Maharaya di kantornya pada 8 Juni 2018.

Pada 27 Juni 2018, Eni mengabarkan kepada Kotjo melalui WA bahwa suaminya menang telak di pilkada Temanggung dan menanyakan soal CHEC Ltd dijawab Kotjo "Insyaallah aman" kemudian Eni menyampaikan sebentar lagi bisa membayar utang "fee" yang akand iberikan oleh Kotjo dengan mengirim pesan "suip, bisa bayar utang".

"Dari total penerimaan uang dari Johanes Kotjo sejumlah Rp2,25 miliar tersebut sejumlah Rp713 juta diserahkan oleh Eni Maulani Saragih selaku bendahara kepada Muhammad Sarmuji selaku Wakil Sekretaris Steering Committe Munaslub Partai Golkar tahun 2017 sesuai keinginan terdakwa selaku penanggung jawab Munaslub Partai Golkar 2017," jelas jaksa Kotjo.

Atas perbuatannya, Eni didakwa berdasarkan pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman penjara minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal Rp1 miliar.