Jakarta (Antarasulteng.com) - Terdakwa kasus suap untuk mendapatkan izin usaha perkebunan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) di Buol, Sulawesi Tengah, Siti Hartati Murdaya divonis 2 tahun 8 bulan penjara dengan denda Rp150 juta.
"Menyatakan terdakwa Siti Hartati Murdaya secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut dan menjatuhkan hukuman penjara 2 tahun 8 bulan dengan denda Rp150 juta subsider 3 bulan penjara," kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.
Vonis tersebut masih lebih rendah dari tuntutan jaksa yang meminta agar Hartati divonis maksimal 5 tahun dan pidana denda Rp250 juta subsider 4 bulan penjara berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang merupakan dakwaan pertama.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menilai mantan anggota Komisi Ekonomi Nasional (KEN) tersebut terbukti memberikan hadiah atau janji kepada penyelenggara negara yaitu Bupati Buol Amran Batalipu supaya berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
"Menurut majelis, pemberian uang Rp1 miliar melalui Arim dan Yani dan Rp2 miliar melalui Yani dan Gondo kepada Amran Batalipu artinya terdakwa telah memberikan uang Rp1 miliar dan Rp2 miliar melalui perantara kepada Amran sehingga unsur menjanjikan sesuatu telah terpenuhi," ungkap hakim.
Pemberian uang tersebut menurut hakim digunakan untuk mendapatkan surat rekomendasi hak guna usaha PT Citra Cakra Murdaya (CCM) yang masih satu kelompok perusahaan PT Hardaya Inti Plantation (HIP) untuk lahan seluas 4.500 hektar yang telah ditanami dan sisa lahan seluas 50 ribu hektar.
"Terdakwa memberikan uang kepada bupati Buol untuk mendapat surat rekomendasi PT CCM padahal PT HIP yang masih dalam satu kelompok perusahaan sudah mendapat HGU seluas 22 ribu hektar sehingga melanggar peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 2 tahun 1999 dengan maksimal HGU adalah 20 ribu hektar. Jadi, pemberian uang kepada Amran tidak sepatutnya dan dilakukan dengan kesengajaan supaya mendapat surat rekomendasi," jelas hakim.
Surat rekomendasi yang dimaksudkan adalah surat rekomendasi tim lahan kabupaten Buol atas permohonan izin lokasi PT Sebuku Inti Platition yang masih satu kelompok dengan PT HIP seluas 4.500 hektar, surat Bupati Buol kepada Gubernur Provisi Sulawesi Tengah tentang Izin usaha perkebunan (IUP) atas nama PT CCM seluas 4.500, surat bupati buol kepada menteri negara agraria/kepala BPN tentang permohonan HGU PT CCM/PT HIP seluas 4.500 hektar dan surat bupati Buol kepada direktur PT Sebuku Inti Plantantion yang merupakan perusahaan kelapa sawit lain di Buol.
"Majelis menganggap telepon pada 20 Juni 2012 oleh terdakwa bukanlah basa-basi atau etok-etok seperti dalam pledoi terdakwa karena dalam pembicaraan itu terdakwa meminta agar Amran membuat surat karena terdakwa keberatan dengan PT Sonokeling," ungkap Hakim.
Fakta persidangan, menurut hakim menunjukkan bahwa pada 20 Juni 2012 malam, Hartati melalui telepon selular milik direktur PT HIP Totok Lestiyo mengucapkan terima kasih kepada Amran telah membuat surat rekomendasi 4.500 hektar dan meminta agar Amran membuat surat serupa untuk sisa lahan 75 hektar atas nama PT CCM sekitar 50 ribu hektar untuk dibarter dengan 2 kilo yang maksudnya Rp2 miliar.
Permintaan uang hingga Rp3 miliar tersebut dimulai sejak 11 Juni 2012 saat terjadi pertemuan antara Hartati, Amran, Totok dan Arim di hotel Grand Hyatt yang membicarakan tentang izin yang tumpang tindih dengan PT Sonokeling Buana.
Hartati meminta agar dibantu untuk menyelesaikan masalah dengan karyawan dan tanah seluas 4.500 hektar mendapat rekomendasi IUP dan HGU.
"Amran menyanggupi untuk memberikan surat rekomendasi dan terdakwa sanggupi memberikan Rp1 miliar terlebih dulu dari permintaan Rp3 miliar," ungkap hakim.
Keesokan harinya, pada 12 Juni 2012 atas perintah Hartati, financial controller PT HIP Arim, membuat surat permintaan rekomendasi kepada Amran dengan dibuat tanggal mundur sekaligus mempersiapkan uang Rp1 miliar.
"Pada 18 Juni 2012, sekitar pukul 01.20 WIB, Yani dan Arim mendatangi rumah Amran untuk menyerahkan uang Rp1 miliar yang dibawa dalam tas ransel cokelat dan diterima oleh Amran, keesokan harinya Arim meminta tanda tangan Amran atas tiga surat tersebut," jelas hakim.
Uang sisa Rp2 miliar diberikan pada 26 Juni 2012 di vila Amran dalam 2 kardus bekas air mineral yang diantarkan oleh Yani Ansori, Gondo Sudjono, Dede Kurniawan dan Sukirno.
"Tapi setelah itu mobil mereka dihentikan oleh KPK dan menangkap Yani Ansori," jelas hakim.
Atas putusan tersebut baik Hartati maupunn tim jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir.
"Saya pikir-pikir yang mulia," kata Hartati.
Terkait kasus ini, Yani Ansori telah divonis hakim bersalah dengan hukuman 1 tahun 6 bulan dengan denda Rp50 juta subsider 3 bulan penjara sedangkan Gondo Sudjono divonis penjara 1 tahun dengan denda Rp50 juta subsider 3 bulan. (D017)