Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA) - Sejumlah petani di Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, tidak dapat kembali menggarap/mengolah lahan pertanian mereka di wilayah itu pascabencana gempa dan likuifaksi pada 28 September 2018 karena tingkatan kerusakan lahan sangat parah saat bencana.
Pantaun di Desa Lolu Kecamatan Biromaru dan Desa Jono Oge, Sabtu, lahan pertanian yang dahulu subur menjadi tempat penghidupan bagi petani, kini hanya menjadi lahan tidur tempat gembala ternak, seperti sapi dan kambing.
Selain itu, kondisi lahan pertanian itu kering total, dari bagian hulu atau bagian timur tidak ada air yang bisa di andalkan untuk menghidupkan lahan yang dahulu bisa ditumbui padi dan sebagainya.
Selain tidak ada air, untuk kembali mengolahan lahan, bukan perkara mudah, sebab kondisinya bergelombang tidak beraturan dan patah karena terdampak gempa 7,4 SR disertai likuifaksi.
Lembaga Kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Cabang Sulawesi Tengah, Nurmarjani Loulembah para penyintas tersebut kini tidak bisa lagi bertani karena lahan pertanian mereka kekeringan.
Tidak ada sumber air untuk menghindupkan lahan pertanian. Pantauan Antara di lapangan, tanggul/irigasi yang sebelumnya berfungsi untuk menghidupkan lahan-lahan-pertanian, kondisi-nya rusak dan kering, saat ini.
Warga Desa Lolu Kecamatan Biromaru, Rina (35) mengatakan pascagempa bumi dan likuefaksi yang melanda wilayah Sigi, tidak hanya meluluhlantakkan rumah warga namun juga berdampak pada produksi pertanian.
"Keuangan kami tidak seperti dulu sebelum gempa. Suami saya tidak bisa bekerja pertanian lagi karena lahan persawahan kami kekeringan akibat irigasi peraian rusak parah. Sekarang suami saya itu hanya kerja serabutan dan biasanya jadi buruh bangunan," ujarnya.