Opini - Tol Tambu-Kasimbar bisa mengurai 'kebuntutan' Papua

id Hasanuddin Atjo,tol tambu-kasimbar

Opini - Tol Tambu-Kasimbar bisa mengurai 'kebuntutan' Papua

Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP, Kepala Bappeda Sulteng (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)

Palu (ANTARA) - AKSI protes masyarakat Papua sudah sering terjadi. Bukan hanya di era ini, tetapi juga di era orde baru. Sejumlah kalangan berpendapat, di antaranya Bagong Suyanto, Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, warga Papua mudah terprovokasi karena dampak berkepanjangan dari industrialisasi dan perubahan sosial di wilayah itu. 

Kebijakan Investasi ke Papua di era orde baru masa lalu, guna pengembangan Industrialisasi di sektor tambang, perikanan, kehutanan dan perkebunan, di satu sisi meningkatkan kontribusi Papua terhadap Produk Domestik Bruto, PDB Nasional tetapi di lain sisi dinilai tidak berdampak signifikan terhadap kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Karena itu kebijakan investasi di tanah Papua lebih ditekankan pada manfaat langsung dan kemandirian masyarakat.

Program pemberdayaan harus lebih diseriusi, distruktur dan dipersiapkan agar mereka merasa sebagai bagian dari program investasi itu, dalam upaya membangun rasa memiliki.

Pengembangan SDM

Disparitas kualitas sumberdaya manusia antarkawasan barat dan timur menjadi salah satu persoalan membangun kesamaan kualitas pertumbuhan ekonomi antarkawasan.

Karena itu Presiden Joko Widodo menjadikan pengembangan SDM sebagai salah satu agenda prioritas untuk priode kepemimpinannya 2019-2024. Ada lima layer yang menjadi agenda pengembangan SDM itu yaitu layer Pendidikan Prasekolah, sejak ibu mengandung anak sampai pada usia lima tahun; Pendidikan dasar; Pendidikan Menengah dan; Pendidikan luar sekolah serta; Pendidikan tinggi. 

Pendidikan menengah akan diprioritaskan kepada pengembangan vokasi SMK, sedangkan Pendidikan luar sekolah ditekankan kepada peningkatan ketrampilan sejumlah lulusan terkait dengan re-scale dan up-scale, yaitu upgrade pengetahuan dan ketrampilan dari para lulusan agar bisa memenuhi standar pasar kerja. 

Berkaitan dengan agenda prioritas pengembangan SDM itu, daerah harus selaras dan seirama dalam mempersiapkan rancangan dan implementasi agenda itu. Kerenanya peran kepala wilayah sebagi key person menjadi sangat strategis.
 
Kepala Bappeda Sulteng Dr Ir H Hasanuddin Atjo, MP saat memaparkan gagasannya mengenai posisi Sulteng sebagai jembatan penghubung bila Ibu Kota RI dipindahkan ke Kalimantan. Diskusi yang diikuti sejumalh ekonom Universitas Tadulako, politisi, pengusaha, birokrat, mahasiswa dan jurnalis ini berlangsung di Pinbuk Cafe Palu, Jumat (2/8) malam. (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha)
Baca juga: OPINI - Tol Tambu-Kasimbar dan baterai lithium, magnit baru investasi Sulawesi Tengah

Ibukota Baru dan Tol Tambu-Kasimbar

Presiden Joko Widodo, 26 Agustus 2019 telah memutuskan pemindahan ibukota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Target pemindahan ibu kota antara lain, pertama menekan disparitas dan membangun kualitas pertumbuhan ekonomi antarkawasan barat dan timur yang dinilai masih jomplang. Kedua membangun semangat Indonesia sentris, untuk menghilangkan kesan Jawa sentris dalam rangka membangun 'satu rasa, rasa Indonesia' dengan harapan terbangun rasa memiliki terhadap negeri ini. 

Provinsi Sulawesi Tengah dalam konteks Ibukota Baru di Kalimatan Timur dinilai memiliki posisi yang sangat strategis. Daerah ini menjadi border dan berhadapan langsung dengan Ibukota baru dan hanya dipisah oleh selat Makassar. Karenanya dapat memposisikan sebagai jembatan penghubung antara ibukota Negara baru dengan Kawasan Timur Indonesia seperti Papua, Maluku dan Maluku Utara dengan mengintegrasikan tol laut dan tol darat. Dari Ibukota Negara, kendaraan diangkut menggunakan ferry menuju ke pelabuhan Tambu, Selat Makassar selanjutnya melintas di Tol darat Tambu-Kasimbar dan sekitar 20 menit kemudian tiba di pelabuhan ferry Kasimbar dan meneruskan perjalanan ke wilayah timur dan sebaliknya. 

Berdasarkan analisis ekonomi, integrasi tol laut dan tol darat tersebut dapat meningkatkan efisiensi sampai 40–50 persen dibandingkan menggunakan tol laut reguler yaitu berputar ke arah utara melewati Manado atau ke arah selatan melewati Makassar. Selain kepentingan ekonomi, integrasi ini juga dinilai akan bermanfaat bagi kepentingan pertahanan keamanan. 

Tahun 2008 yang lalu, di era Gubernur Slteng HB.Paliudju juga pernah digagas terusan 'khatulistiwa' yang menghubungkan selat Makkasar (ALKI II) dengan Kawasan Timur Indonesia (ALKI III) melalui teluk Tomini. Terusan ini juga telah memiliki dokomen renstra, namun saat itu dinilai belum terlalu urgent.

Baca juga: OPINI - Air bersihpun bisa disuply ke ibu kota baru dari Sulteng
Baca juga: SDM unggul harus sesuai standar pasar kerja


Dukungan Para Pihak

Gagasan membangun Tol Tambu-Kasimbar telah disampaikan oleh Kepala Bappeda Sulawesi Tengah, Hasanuddin Atjo mewakili Gubernur Longki Djanggola, dalam rapat para gubernur se-Sulawesi dengan Bappenas RI di Manado tanggal 6 Agustus 2019 terkait rancangan teknokratik RPJMN 2020-204. Saat itu diusulkan, kiranya tol Tambu-Kasimbar dapat menjadi bagian dari proses pindahnya ibukota Negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur dengan pembiayaan atau investasi melalui regulasi KPBU (Kerja sama Pemerintah Badan Usaha).

Mewujudkan rencana ini diperlukan sejumlah dukungan dari para pihak. Karenanya, Gubernur Longki Djanggola tanggal 3 September 2019 telah menandatangani surat yang ditujukan ke Presiden RI, Joko Widodo terkait usul enam agenda pembangunan di Sulawesi Tengah dalam rangka menunjang RPJMN 2020-2024. Agenda itu di antaranya adalah: Peningkatan status jalan Tambu-Kasimbar dari jalan provinsi menjadi jalan Strategis Nasional; Pembangunan Tol Tambu-Kasimbar; Pembangunan pelabuhan ferry di Tambu dan Kasimbar; Revitalisasi Pendidikan Vokasi; Pemulihan DAS kritis Palu dan Poso serta usul Universitas Tadulako menjadi pusat kajian kegempaan Indonesia. 

Harapan kita semua bahwa usul ini harus diperjuangkan bersama oleh para pihak, terutama perwakilan DPR dan DPD asal Sulawesi Tengah. Semoga. (Hasanuddin Atjo, Kepala Bappeda Sulteng)
 

Membangun Indonesia dari Sulteng lewat teknologi supra intensif