Rais Syuriah PBNU minta polemik salat Id dihentikan dan patuhi pemerintah

id Shalat id, Idul Fitri

Rais Syuriah PBNU minta polemik salat Id dihentikan dan patuhi pemerintah

Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Ahmad Ishomuddin. (Foto Antara/ Victorianus Sat Pranyoto) (antara)

Jadi bukan sesuatu yang wajib. Kemudian, yang pelaksanaannya itu biasanya di masjid atau di tanah lapang
Jakarta (ANTARA) - Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Ishomuddin meminta seluruh pihak menyudahi polemik shalat Id dan warga mematuhi ketentuan pemerintah.

KH Ahmad Ishomuddin, dalam rilis diterima di Jakarta, Selasa, mengatakan shalat Id merupakan ibadah sunah muakad di dalam hukum Islam.

"Jadi bukan sesuatu yang wajib. Kemudian, yang pelaksanaannya itu biasanya di masjid atau di tanah lapang," kata dia.

Selain di masjid atau tanah lapang, lanjut Ishomuddin pelaksanaan shalat Id tersebut juga boleh dilakukan di rumah-rumah.

"Nah kalau dilakukan secara jemaah, itu memang merupakan kesepakatan. Tetapi kalau dikerjakan sendirian di rumah, menurut mazhab Imam Syafi'i itu juga sah," kata dia.

Menurut dia, karena bersifat tidak diwajibkan secara hukum Islam, maka setiap orang harus mematuhi ketentuan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag).

Menurut Ishomuddin di masa pandemi ini sebaiknya masyarakat shalat Idul Fitri di rumah untuk menjaga kesehatan, agar tidak terinfeksi COVID-19.

"Jadi artinya masyarakat Indonesia wajib mematuhi imbauan Pemerintah Republik Indonesia. Karena itu merupakan ikhtiar, upaya, dan kerja sama untuk mengakhiri pandemi yang berdampak luas pada segala sektor kehidupan masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah sektor ekonomi," ucapnya.

Ishomuddin mengatakan jika masyarakat tidak patuh kepada pemerintah, maka pandemi ini tidak akan segera berakhir. Untuk jemaah di zona merah, kata dia, sebaiknya salat dikerjakan di rumah.

"Kalau ada di zona kuning, kalau mau mengerjakannya harus betul-betul melaksanakan secara ketat protokol kesehatan," katanya.

Dia mengingatkan pelaksanaan harus dibarengi dengan protokol kesehatan yang ketat karena banyak masyarakat yang kena COVID-19 akibat tidak jujur.

"Nah hal inilah, ketika dia menularkan ke orang lain itu merupakan kejahatan. Dan menurut pandangan agama merupakan sebuah dosa," kata Ishomuddin.

Terkait masih adanya polemik di wilayah zona merah, Ishomuddin mengatakan agar warga harus mematuhi ketentuan pemerintah.

"Masyarakat tidak perlu berpolemik," kata dia.

Di sisi lain, Ishomuddin juga meminta aparatur pemerintah terutama Satgas COVID-19 di daerah masing-masing untuk tidak bosan memberikan pemahaman terhadap masyarakat.

"Termasuk semua para tokoh agama harus memiliki kesadaran bahwa COVID-19 ini bukan hanya di Indonesia, tapi di semua negara. Dan apabila masyarakat tidak disiplin, kita akan terlalu lama di situasi pandemi," kata dia.

Hal itu katanya tentunya akan merugikan masyarakat. Masyarakat yang tidak percaya COVID-19 akan menimbulkan ancamannya nyawa, padahal nyawa harus dilindungi dalam semua ajaran agama.

Ishomuddin mengatakan perlunya komunikasi intensif terus dilakukan dari sisi pemerintah agar tidak menjadi polemik berkepanjangan. Termasuk, memberikan tindakan tegas terhadap warga yang melanggar protokol kesehatan.

"Pemerintah harus berani meyakinkan dan bertindak tegas kepada semua orang yang melakukan pelanggaran. Memberikan penjelasan yang terus menerus, tanpa bosan. Karena memang masih ada masyarakat yang tidak percaya," ujarnya.