Palu (ANTARA) - Sekretaris Badan Musyawarah Adat (BMA) Provinsi Sulawesi Tengah Ardiansyah Lamasitudju menyatakan aturan adat di seluruh daerah di Sulteng harus dilestarikan dan dijaga oleh berbagai kalangan untuk mendukung upaya mewujudkan kemajuan kehidupan masyarakat di daerah itu.
"Ini menjadi tugas kita untuk kembali menerapkan aturan adat yang sudah diwariskan oleh leluhur kita. Aturan adat dan hukum adat di tiap daerah bahkan wilayah berbeda-beda sesuai dengan adat istiadat atau kebiasaan warga setempat," katanya di Palu, Jumat (1/4).
Ia menjelaskan aturan adat merupakan warisan leluhur yang tidak bertentangan dengan ajaran agama. Hukum adat yang merupakan dasar pemberian sanksi bagi pelanggar aturan adat diatur dalam undang-undang dan terbukti efektif menjaga situasi tetap kondusif di suatu wilayah .
Badan Musyawarah Adat Sulteng sejak dikukuhkan secara resmi pada 2020, katanya, berupaya mengembalikan eksistensi aturan dan hukum adat agar diterapkan oleh masyarakat .
"Salah satu caranya dengan membentuk dewan adat di seluruh daerah lewat pembentukan peraturan daerah (perda) tentang dewan adat. Saat ini sudah ada sembilan daerah yang memiliki perda tentang dewan adat. Empat pemerintah daerah masih membahas untuk merampungkan perda tentang dewan adat. Salah satu daerah yang telah memiliki perda tentang dewan adat adalah Kota Palu," ujarnya.
Ia menerangkan aturan dan hukum adat tidak sulit diterapkan dan bersifat sederhana. Apalagi hukum adat tidak memakai mekanisme banding atau peninjauan kembali yang dikenal cukup rumit bagi pihak yang melanggar aturan adat, dilaporkan, atau digugat yang beri sanksi.
"Beda kalau dijatuhi hukum pidana atau hukum perdata, pelaku, tergugat atau terlapor bisa ajukan banding. Kemudian sanksi adat yang diberikan menyesuaikan dengan adat istiadat masyarakat setempat," ucapnya.
Ardiansyah mengajak masyarakat dan pemerintah daerah menjaga aturan adat serta menerapkan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam mengatasi suatu permasalahan.
Hukum adat diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 18B ayat 2 yang menyebutkan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.