Pemkot Palu upayakan peningkatan wilayah tangguh bencana

id Risiko Bencana, bpbdpalu, Pemkotpalu, Sulteng, Presly Tampubolon, kebencanaan, gempa, tsunami, sulteng

Pemkot Palu upayakan peningkatan wilayah tangguh bencana

Ilustrasi - Pemerintah memasang papan peringatan rawan tsunami di Pantai Teluk Palu, Sulawesi Tengah, Senin (26/4/2021). ANTARA/Basri Marzuki

Palu (ANTARA) -
Pemerintah Kota Palu, Sulawesi Tengah, terus berupaya meningkatkan wilayah tangguh bencana dengan menekan angka indeks risiko bencana.
 
"Tren indeks risiko bencana Kota Palu berada pada skor 154 tahun 2020 berdasarkan penilaian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Palu Presly Tampubolon di hubungi dari Palu, Kamis.
 
Ia menjelaskan, skor 154 masih masuk dalam kategori potensi risiko bencana tinggi, oleh karena itu guna menekan risiko tersebut pemerintah setempat telah melakukan berbagai upaya di antaranya membentuk organisasi atau forum pengurangan risiko bencana yang melibatkan kelompok masyarakat dan pemangku kepentingan.
 
Selan itu, kata dia, pihaknya membentuk regulasi atau kebijakan menyangkut kebencanaan, konsolidasi penyiapan sumber daya manusia (SDM) serta membangun wilayah atau kampung tangguh bencana.
 
"Tahun 2015 skor indeks risiko bencana Kota Palu berada di atas angka 160, namun dengan berbagai intervensi dilakukan sejak tahun 2017 hingga kini, angka tersebut perlahan menurun, meskipun grafiknya masih berwarna merah atau risiko tinggi," tutur Presly.
 
Ia memaparkan, acuan dalam menurunkan indeks risiko bencana merujuk pada 71 indikator ketahanan daerah yang bertujuan untuk meningkatkan ketangguhan daerah terhadap bencana.
 
Ilustrasi- Warga beraktivitas di sekitar bangunan rumah susun yang rusak akibat gempa di Kelurahan Lere, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (2/9/2019). ANTARA/Muhamad Hamzah
Menurut analisis BNPB, kata Presly, ada enam potensi bencana alam utama di ibu kota Sulteng itu berisiko tinggi yakni gempa, tsunami, banjir, banjir bandang, tanah longsor dan abrasi pantai.

"Namun yang paling menonjol adalah gempa, tsunami dan banjir sebagaimana peristiwa 28 September 2018," ujarnya.
 
Menurut dia, ketangguhan daerah terhadap ancaman bencana alam dilihat dari kesiapsiagaan pemerintah setempat.

"Oleh karena itu urusan kebencanaan tidak cukup hanya pemerintah, tapi juga perlu dukungan para pihak, termasuk masyarakat untuk memahami sejauh mana pengetahuan tentang mitigasi secara mandiri," ujar Presly.
 
Ia menambahkan Pemkot Palu juga tengah melakukan penguatan kesiapsiagaan di antaranya penyusunan dokumen rencana 'kontigensi' gempa dan tsunami,  dan penyusunan dokumen rencana penanggulangan bencana (RPB) yang dikuatkan dengan kebijakan prioritas kebencanaan.
 
Ia menjelaskan rekomendasi penguatan sebagai bagian dari upaya prioritas yakni penguatan kebijakan dan lembaga, kemudian pengkajian risiko dan perencanaan terpadu, pengembangan sistem informasi melalui pendidikan pelatihan serta logistik.
 
"Ada pula penanganan tematik kawasan rawan bencana, peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi, penguatan kapasitas serta penguatan darurat bencana dan pengembangan sistem pemulihan bencana. Ini semua harus dipenuhi guna menuju kesiapsiagaan daerah," demikian Presly.