OPINI - Luar Jawa berpeluang jadi Ibu Kota RI, Wilayah ALKI II diuntungkan

id Hasanuddin Atjo

OPINI - Luar Jawa berpeluang jadi Ibu Kota RI, Wilayah ALKI II diuntungkan

Ketua Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (Ispikani) Sulawesi Tengah DR Ir H Hasanuddin Atjo, MP (Antarasulteng.com/Istimewa)

Momentum ini juga harus di integrasikan dengan Indonesia Hebat Tahun 2045.

Palu (ANTARA) - PEMERINTAHAN Jokowi-JK dalam rapat terbatas (ratas) Kabinet pada 29 April 2019 di Jakarta kembali mendiskusikan kepastian rencana pemindahan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kajian yang dikoordinasikan oleh Bappenas menyimpulkan tiga opsi yang menjadi rekomendasi ibu kota baru, yaitu di radius Tugu Monas menjadi pusat pemerintahan, di wilayah 60–70 km dari Kota Jakarta dan di luar Pulau Jawa.

Hasil Ratas memutuskan ibu kota Negara dan Pusat Pemerintahan berada di luar Pulaun Jawa.

Wilayah Luar Jawa hasil kajian yang dikoordinir Bappenas, yang berpeluang menjadi ibukota Negara berada di Kawasan Timur yaitu di Pulau Sulawesi atau Kalimantan.

Ahli geografi UGM, Luthfi Muta’ali dari tinjauan geografis dalam konteks geoekonomi, geostrategis dan geoekologi berpandangan bahwa pertimbangan disparitas pertumbuhan ekonomi wilayah menjadi salah satu pertimbangan utama.

Data statistik menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2018 menembus angka 1 triliun dolar AS atau sekitar Rp14.837,4 triliun rupiah dan distribusinya 58,49 persen di Pulau Jawa, 21,66 persen di Sumatera, 8,20 persen di Kalimantan, 6,11 persen di Sulawesi, 3,7 persen di Bali dan Nusantenggara serta 2,42 persen di Maluku dan Papua.

Dengan kata lain, kontribusi Kawasan Barat 80 persen dan sisanya di Kawasan Timur. Sementara potensi ekonomi di timur terutama sektor kemaritiman belum banyak digarap.

Dari pertimbangan geoekonomi dan geostrategis, menurut Luthfi Muta’ali, wilayah Sulawesi dan Kalimantan sama bagusnya, namun dari aspek geoekologi Kalimantan lebih kuat karena wilayah ini memiliki tingkat kerentanan bencana yang lebih rendah dibanding dengan wilayah Sulawesi, terutama bencana gempa dan tsunami.

Selanjutnya disampaikan bahwa provinsi di wilayah Kalimantan yang memiliki daya saing geoekonomi, geostrategis dan geoekologi yang kuat adalah Provinsi Kalimantan Selatan, Tengah dan Timur.

ALKI II dan Indonesia Hebat 2045

Siapapun (provinsi) yang terpilih menjadi ibu kota Negara dan Pusat Pemerintahan di wilayah Kalimantan, akan membawa manfaat yang lebih besar bagi provinsi yang dilalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II antara Pulau Kalimantan dan Sulawesi.

Wilayah di Sulawesi yang dilalui ALKI II adalah Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara yang berada di posisi bagian barat Sulawesi. Kesiapan dari masing-masing provinsi di ALKI II menjadi sangat strategis dan seyogianya dirancang dengan pendekatan tumbuh dan maju bersama.

Keberadaan lembaga Badan Kerja sama Pembangunan Regional Sulawesi (BKPRS) yang sudah lama ada akan menjadi lebih menarik dan strategis.

Momentum ini juga harus di integrasikan dengan Indonesia Hebat Tahun 2045.

Baca juga: Memanfaatkan kemajuan pariwisata koridor Sulawesi untuk tumbuh bersama
Baca juga: Berpikir multi dimensi di era digitalisasi

Direktur Seameo Biotrop Dr Irdika Mansur (tengah), Kadis KP Sulteng (Dr Hasanuddin Atjo dan Dr Muh Nur Sangaji (Univeristas Tadulako Palu) berslaaman usai menandatangani MoU di Bogor, Kamis (14/2) Antaranews Sulteng/Rolex Malaha) (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha) (Antaranews Sulteng/Rolex Malaha/)

Hasil Kajian sebuah Lembaga ekonomi Dunia, PricewaterhouseCooper (2017) mengemukakan bahwa Indonesia jikalau mampu memanfaatkan potensinya, terutama di sektor agro, kemaritiman dan pariwisata secara baik, maka pada 2045, PDB-nya akan menjadi 5 kali lipat dari tahun 2018 yaitu 5 triliun dolar AS dengan tingkat kesejahteraan nomor 5 dunia setelah China, Amerika, India dan Brasil. Selanjutnya pada 2050 akanmenjadi peringkat ke-4 dengan nilai PDB sekitar 10 triliun dolar AS.

Pendapat ini juga sejalan dengan pernyataan Presisden Joko Widodo dalam Rakor Sektor Kemaritiman tahun 2017 di Jakarta yang mengemukakan bahwa potensi sektor kemaritiman kita yang terdiri dari kelautan dan perikanan, ESDM, pariwisata bahari, transportasi laut dan keanekaragaman hayati diprediksi sebesar Rp20.000 triliun rupiah per tahun, jauh melebihi APBN 2018 yang sekitar Rp2.200 triliun.

Karena itu semua ini akan menjadi penyemangat kita untuk tumbuh dan maju bersama.

Sulteng dan Terusan Khatulistiwa

Sulawesi Tengah adalah provinsi yang berada di ALKI II, dan dari pertimbangan geoekonomi memiliki potensi di bidang kemaritiman, agro dan pertambangan (nikel dan galian C) yang cukup besar.

Selain itu, dari sisi geostrategis, Sulawesi Tengah memiliki luas wilayah terbesar di Pulau Sulawesi, yang letaknya di tengah-tengah Pulau Sulawesi (Center Point of Sulawesi) dan memiliki wilayah terpendek yang menghubungkan ALKI II dan ALKI III ke wilayah Maluku dan Papua yaitu di daerah Tambu (Selat Makassar Kabupaten Donggala) dan Kasimbar di Teluk Tomini (Kabupaten Parigi Moutong).

Tahun 2008 pernah digagas jalur transportasi yang menghubungkan ALKI II dan ALKI III dengan membangun terusan yang diberi nama Terusan Khatulistiwa yang memotong leher Pulau Sulawesi. Kemudian gagasan atau ide ini berkembang dengan mendorong pengembangan jalur darat yang lebih murah menghubungkan Tambu dan Kasimbar.

Gagasan yang kedua ini dipandang lebih ideal dan memungkinkan untuk direalisasikan kemudian.

Dari analisis yang telah disampaikan di atas, tentunya dapat menjadi inspirasi kita semua untuk mendiskusikannya lebih jauh serta mempersiapkan roadmap dan sejumlah dokumen perencanaan seperti pengembangan infrastruktur, sumber daya manusia, kemudahan dan jaminan keamanan investasi sebagai wilayah yang akan menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru di kawasan timur Indonesia.

Semuanya ini berpulang kepada kemauan politik Pemerintahan saat ini dan Pemerintahan yang akan datang dan seluruh masyarakatnya. Semoga. (*Ketua Ispikani Sulteng)

Baca juga: Mikro plastik mengancam, rumput laut bisa jadi solusi (vidio)
Baca juga: Generasi intercept berperan strategis
Baca juga: Mencapai Reputasi melalui kebiasaan 'Mengerjakan dan Mencatat'

Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Prof Dr Rhenald Kasali, PhD (kanan) menyimak penjelasan DR Ir H Hasanuddin Atjo, MP, penemu teknologi budidaya udang supra intensif di tambak percontohan Kelurahan Mamboro, Kota Palu, Minggu (24/7) (Antarasulteng.com/Rolex Malaha)