Ketua FKUB Sulteng puji indahnya kerukunan umat beragama di Morut
Kolonodale, Sulteng (ANTARA) - Ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sulawesi Tengah Prof. Dr. KH. Zaenal Abidin, M.Ag mengakui indahnya kerukunan dan kenyamanan hidup berdampingan antar pemeluk agama di Kabupaten Morowali Utara (Morut).
Bahkan kerukunan ini juga ditunjukkan oleh kedua pimpinan di daerah ini yakni Bupati Morut Delis Julkarson Hehi dan Wakil Bupati Morut H. Djira.
Hal itu disampaikan Prof Zainal saat tampil dalam diskusi tentang penguatan kelembagaan FKUB dan muhibah kerukunan, dengan tema sinergitas pemerintah dan tokoh-tokoh agama untuk mewujudkan Morut yang Sehat, Cerdas dan Sejahtera (SCS).
Pertemuan tersebut berlangsung di Gereja GKST Jemaat Eklesia Kolonodale, Jumat (16/9/2022). Pertemuan itu sekaligus sebagai ajang silaturahmi dengan pengurus baru FKUB Provinsi Sulteng.
Diskusi tersebut berlangsung menarik dengan diselingi joke-joke segar dari Prof Zainal yang juga guru besar dari beberapa perguruan tinggi di Palu.
Selain tidak pernah ada riak-riak antar umat beragama, keharmonisan dan kenyamanan hidup sesama warga di Morut juga sudah berlangsung lama dan merupakan warisan turun-temurun.
"Tadi sebelum saya ke sini, ada tokoh muslim menceritakan bahwa dia dulu dan banyak warga muslim lainnya sekolah di SD GKST Kolonodale. Katanya ini sudah biasa di sini, rukun sekali," ujar Zaenal.
Menurut Zainal, ini contoh yang baik dalam rangka menciptakan dan memelihara kedamaian hidup berdampingan.
Berbicara mengenai pentingnya kerukunan antar umat beragama, Ketua FKUB Sulteng itu menegaskan kerukunan itu didambakan dan diajarkan semua agama.
"Coba buka kitab suci agama apa saja kalau ada yang mengajarkan untuk melakukan perselisihan dan pertikaian, pasti tidak ada. Semua agama bicara tentang cinta kasih dan kedamaian," ujarnya.
Untuk itu, ia berharap agar semua tokoh agama memahami tentang pentingnya kerukunan dengan selalu menebarkan pendidikan agama yang benar dan pemahaman yang utuh demi kebaikan bersama.
Sementara itu, Wakil Bupati Morut H. Djira mengemukakan bermacam suku dan agama dan kepercayaan yang ada di daerah ini. Ini merupakan anugerah terindah yang diberikan oleh Tuhan.
Perbedaan warna dan latar belakang itu tidak menjadikan masyarakat dan umat beragama di daerah ini menjadi bermasalah. Justru sebaliknya kerukunan dan kedamaian hidup berdampingan sudah terjalin mesra secara turun-temurun.
"Saya selalu bilang, kalau mau lihat patron kerukunan umat beragama di Morut, lihatlah suasana bupati dan Wabup. Mohon maaf, kami tidak bermaksud menyinggung daerah lain, ini bicara di Morut," jelas Wabup.
Ia menekankan, perbedaan keyakinan itu adakah anugerah. Tidak perlu dipersoalkan. Yang pasti, kata Jira, semua agama mengajarkan kebaikan
Sebelumnya, Ketua FKUB Kabupaten Morowali Utara Sukriadi, S.Fil I mengemukakan di Morut ada filosofi yang khas dan mengikat yakni cara menyebut orang berkeyakinan lain dengan kata "orang sebelah".
"Terus terang ini luar biasa. Orang di sini merasa canggung untuk menyebut aqidah (agama) seseorang. Dia hanya akan menyebut orang sebelah," jelasnya.
Sukriadi menambahkan, keengganan seseorang untuk menyebut agama orang lain merupakan penghormatan atas keyakinan orang lain.
Kehadiran Ketua FKUB Sulteng di Morut didampingi pengurus lainnya yang merupakan perwakilan tokoh agama yang ada yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
Dalam pertemuan itu hadir pula Wakapolres Morut AKBP H. Amri, Kesbangpol Morut, para pejabat di lingkungan Pemda Morut, tokoh-tokoh agama serta undangan lainnya.
Bahkan kerukunan ini juga ditunjukkan oleh kedua pimpinan di daerah ini yakni Bupati Morut Delis Julkarson Hehi dan Wakil Bupati Morut H. Djira.
Hal itu disampaikan Prof Zainal saat tampil dalam diskusi tentang penguatan kelembagaan FKUB dan muhibah kerukunan, dengan tema sinergitas pemerintah dan tokoh-tokoh agama untuk mewujudkan Morut yang Sehat, Cerdas dan Sejahtera (SCS).
Pertemuan tersebut berlangsung di Gereja GKST Jemaat Eklesia Kolonodale, Jumat (16/9/2022). Pertemuan itu sekaligus sebagai ajang silaturahmi dengan pengurus baru FKUB Provinsi Sulteng.
Diskusi tersebut berlangsung menarik dengan diselingi joke-joke segar dari Prof Zainal yang juga guru besar dari beberapa perguruan tinggi di Palu.
Selain tidak pernah ada riak-riak antar umat beragama, keharmonisan dan kenyamanan hidup sesama warga di Morut juga sudah berlangsung lama dan merupakan warisan turun-temurun.
"Tadi sebelum saya ke sini, ada tokoh muslim menceritakan bahwa dia dulu dan banyak warga muslim lainnya sekolah di SD GKST Kolonodale. Katanya ini sudah biasa di sini, rukun sekali," ujar Zaenal.
Menurut Zainal, ini contoh yang baik dalam rangka menciptakan dan memelihara kedamaian hidup berdampingan.
Berbicara mengenai pentingnya kerukunan antar umat beragama, Ketua FKUB Sulteng itu menegaskan kerukunan itu didambakan dan diajarkan semua agama.
"Coba buka kitab suci agama apa saja kalau ada yang mengajarkan untuk melakukan perselisihan dan pertikaian, pasti tidak ada. Semua agama bicara tentang cinta kasih dan kedamaian," ujarnya.
Untuk itu, ia berharap agar semua tokoh agama memahami tentang pentingnya kerukunan dengan selalu menebarkan pendidikan agama yang benar dan pemahaman yang utuh demi kebaikan bersama.
Sementara itu, Wakil Bupati Morut H. Djira mengemukakan bermacam suku dan agama dan kepercayaan yang ada di daerah ini. Ini merupakan anugerah terindah yang diberikan oleh Tuhan.
Perbedaan warna dan latar belakang itu tidak menjadikan masyarakat dan umat beragama di daerah ini menjadi bermasalah. Justru sebaliknya kerukunan dan kedamaian hidup berdampingan sudah terjalin mesra secara turun-temurun.
"Saya selalu bilang, kalau mau lihat patron kerukunan umat beragama di Morut, lihatlah suasana bupati dan Wabup. Mohon maaf, kami tidak bermaksud menyinggung daerah lain, ini bicara di Morut," jelas Wabup.
Ia menekankan, perbedaan keyakinan itu adakah anugerah. Tidak perlu dipersoalkan. Yang pasti, kata Jira, semua agama mengajarkan kebaikan
Sebelumnya, Ketua FKUB Kabupaten Morowali Utara Sukriadi, S.Fil I mengemukakan di Morut ada filosofi yang khas dan mengikat yakni cara menyebut orang berkeyakinan lain dengan kata "orang sebelah".
"Terus terang ini luar biasa. Orang di sini merasa canggung untuk menyebut aqidah (agama) seseorang. Dia hanya akan menyebut orang sebelah," jelasnya.
Sukriadi menambahkan, keengganan seseorang untuk menyebut agama orang lain merupakan penghormatan atas keyakinan orang lain.
Kehadiran Ketua FKUB Sulteng di Morut didampingi pengurus lainnya yang merupakan perwakilan tokoh agama yang ada yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
Dalam pertemuan itu hadir pula Wakapolres Morut AKBP H. Amri, Kesbangpol Morut, para pejabat di lingkungan Pemda Morut, tokoh-tokoh agama serta undangan lainnya.