Guru Besar UIN: Jangan perdebatkan perbedaan rakaat tarawih
Palu (ANTARA) - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu Profesor Sagaf S Pettalongi mengimbau kepada umat Islam agar tidak perlu mempertentangkan atau memperdebatkan perbedaan jumlah rakaat sholat tarawih.
"Delapan rakaat atau dua puluh rakaat, kedua duanya memiliki dalil landasan yang kuat," ucap Profesor Sagaf Pettalongi dihubungi dari Palu, Senin.
Profesor Sagaf yang juga Rektor UIN Datokarama mengatakan permasalahan rakaat shalat tarawih ini termasuk khilafiah, maka hendaknya umat Islam tidak mempermasalahkan.
"Di negara-negara Islam sekarang ini lebih banyak didapati melaksanakan shalat tarawih delapan rakaat atau 20 rakaat, karena semuanya memiliki dasar yang kuat," ungkapnya.
Oleh karena itu, ujar dia, dibutuhkan moderasi atau pemahaman dan sikap yang moderat dari seorang Muslim dalam melihat perbedaan tersebut.
Ia mengatakan seorang Muslim dapat melaksanakan sholat tarawih delapan rakaat atau 20 rakaat tergantung dari keyakinan dan pendapatnya. Namun, ujar dia, seorang Muslim tidak boleh menyalahkan Muslim yang lain karena perbedaan keyakinan atau pendapat mengenai jumlah rakaat tarawih.
"Tidak boleh menyalahkan dan tidak boleh memaksakan pendapat untuk diterima oleh orang atau kelompok lain," ujarnya.
"Di sinilah moderasi sangat dibutuhkan, di mana pemahaman dan sikap yang moderat, akan mengantar seseorang untuk keluar dari perdebatan, pertengkaran, dan perselisihan," imbuhnya.
Sagaf mengatakan puasa mengajarkan tentang pengendalian diri atau menahan diri dari segala perbuatan dan ucapan yang dapat membatalkan puasa.
"Maka manfaatkan momentum ini untuk melatih diri dan meningkatkan wawasan dilandasi pemahaman yang moderat, untuk memperkuat hubungan antar-sesama umat beragama," ujar ya.
Ia mengimbau kepada masyarakat untuk memanfaatkan momentum Ramadhan 1444 Hijriah demi menebar kebaikan sebanyak-banyaknya, yang bertujuan untuk saling menguatkan satu sama lain.
"Delapan rakaat atau dua puluh rakaat, kedua duanya memiliki dalil landasan yang kuat," ucap Profesor Sagaf Pettalongi dihubungi dari Palu, Senin.
Profesor Sagaf yang juga Rektor UIN Datokarama mengatakan permasalahan rakaat shalat tarawih ini termasuk khilafiah, maka hendaknya umat Islam tidak mempermasalahkan.
"Di negara-negara Islam sekarang ini lebih banyak didapati melaksanakan shalat tarawih delapan rakaat atau 20 rakaat, karena semuanya memiliki dasar yang kuat," ungkapnya.
Oleh karena itu, ujar dia, dibutuhkan moderasi atau pemahaman dan sikap yang moderat dari seorang Muslim dalam melihat perbedaan tersebut.
Ia mengatakan seorang Muslim dapat melaksanakan sholat tarawih delapan rakaat atau 20 rakaat tergantung dari keyakinan dan pendapatnya. Namun, ujar dia, seorang Muslim tidak boleh menyalahkan Muslim yang lain karena perbedaan keyakinan atau pendapat mengenai jumlah rakaat tarawih.
"Tidak boleh menyalahkan dan tidak boleh memaksakan pendapat untuk diterima oleh orang atau kelompok lain," ujarnya.
"Di sinilah moderasi sangat dibutuhkan, di mana pemahaman dan sikap yang moderat, akan mengantar seseorang untuk keluar dari perdebatan, pertengkaran, dan perselisihan," imbuhnya.
Sagaf mengatakan puasa mengajarkan tentang pengendalian diri atau menahan diri dari segala perbuatan dan ucapan yang dapat membatalkan puasa.
"Maka manfaatkan momentum ini untuk melatih diri dan meningkatkan wawasan dilandasi pemahaman yang moderat, untuk memperkuat hubungan antar-sesama umat beragama," ujar ya.
Ia mengimbau kepada masyarakat untuk memanfaatkan momentum Ramadhan 1444 Hijriah demi menebar kebaikan sebanyak-banyaknya, yang bertujuan untuk saling menguatkan satu sama lain.