Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Kamis, berpeluang meningkat karena ada potensi penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed pada 2024.
Pada awal perdagangan Kamis pagi, rupiah dibuka naik dua poin atau 0,01 persen menjadi Rp16.285 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.287 per dolar AS.
"Rupiah masih berpotensi menguat karena potensi penurunan suku bunga The Fed yang akan terjadi tahun ini akibat data-data Amerika akhir-akhir ini yang menggambarkan kelesuan ekonomi Amerika," kata analis Finex Brahmantya Himawan kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.
Brahmantya menuturkan angka Indeks harga PCE inti AS, yang direkomendasikan oleh The Fed untuk mengukur inflasi, turun 0,2 persen pada April 2024, angka tersebut lebih rendah dari bulan lalu yaitu 0,3 persen pada Maret.
Hal tersebut menandai tingkat kenaikan terendah sejauh ini sejak awal 2024, yang berada di bawah ekspektasi pasar.
Selanjutnya, Laporan Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) pada Selasa malam mengumumkan bahwa data pekerjaan JOLTS bulan April lebih rendah dari perkiraan.
Jumlah lowongan pekerjaan pada April 2024 mengalami penurunan sebesar 296.000 dari bulan sebelumnya menjadi 8,059 juta, terendah sejak Februari 2021, dan tidak mencapai konsensus pasar sebesar 8,34 juta.
"Hal ini menegaskan bahwa perekonomian AS sedang lesu dan dapat menyebabkan melemahnya dolar AS," ujarnya.
Dari sisi dalam negeri, pada April, Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga secara mengejutkan untuk mendukung rupiah, tetapi mempertahankan suku bunga tetap stabil bulan lalu karena inflasi terkendali dan rupiah telah stabil.
Namun di tengah gejolak global, BI terus berupaya menjaga nilai tukar rupiah dengan melakukan intervensi di pasar valuta asing serta menaikkan suku bunga bank sentral untuk mencegah arus keluar dana asing.
Ia memproyeksikan kurs rupiah berpotensi menguat menuju Rp15.900 per dolar AS karena The Fed akan mulai memangkas suku bunga kebijakan utamanya sebesar 25 basis poin pada akhir tahun, diikuti oleh total 50 basis poin pada paruh pertama tahun 2025 jika dilihat dari data-data Ekonomi AS akhir-akhir ini.